• Home
  • About
  • Hubungi Kami
  • Privacy Policy
  • Disclaimer
Menu

Pejalan Sunyi

iklan banner
  • Home
  • Daftar Isi
  • News
  • Inspirasi
  • Seputar Guru
    • Regulasi Pendidikan
    • Perangkat Pembelajaran
    • Media Pembelajaran
    • Guru Menulis
    • Sertifikasi Guru
    • Pendataan Pendidikan
  • Tips & Trik
  • Budaya
    • Opini
    • Esai
    • Resensi Buku
    • Cerpen
    • Puisi
    • Anekdot
  • Maiyah
    • Tentang Maiyah
    • Kolom Mbah Nun
    • Kolom Jamaah Maiyah
    • Reportase Maiyah
  • Literasi
  • Download
  • Kirim Artikel

Artikel Populer

  • Tak Hanya Isi Beha yang Bikin 'Telan Ludah', Omset Jual Beha juga Mampu Membuat Mata Terpana
  • Perkiraan Turunnya Lailatul Qadar Berdasar Pengalaman Para Ulama Tashawuf
  • MENELISIK FUNGSI GADGET DALAM KEGIATAN PEMBELAJARAN
  • TANTANGAN PENDIDIKAN AGAMA DI SEKOLAH
  • Rasionalitas Sang "Kiai Mbeling"

Inspirasi

  • Pangdam IM Mayjen TNI Moch. Fachrudin Beri Beasiswa Kepada Bocah Penemu Energi Listrik
    Naufal Raziq sedang Berdiskusi dengan Pangdam IM Mayjen...
    Jun 03 2017 | Read more
  • #64TahunCakNun, Imam Bangsa
    “Ndhek dunyo iki alah mek sedhiluk rek, berjuang terus ndak masalah....
    May 27 2017 | Read more
  • Tak Hanya Isi Beha yang Bikin 'Telan Ludah', Omset Jual Beha juga Mampu Membuat Mata Terpana
    NAMA aslinya Agung Prasetyo, lebih dikenal dengan sebutan Agung BH...
    May 25 2017 | Read more
  • Kisah Khamim, Pemuda Asal Pekalongan Yang Naik Haji Dengan Jalan Kaki
    pejalansunyi.id | NAIK haji dengan jalan kaki. Siapapun yang mendengar...
    May 25 2017 | Read more
  • Angkot Pustaka: Upaya Menggiatkan Literasi di sela Mengais Sebutir Nasi
    Pejalansunyi.id | BAGI insan pendidikan, bulan mei tak mungkin...
    May 08 2017 | Read more

Pengunjung

Free counters!
top personal sites
top personal sites
Home / Tentang Maiyah / Maiyah dan Gerakan Penghancuran

Thursday, January 17, 2013

Maiyah dan Gerakan Penghancuran


TUGAS terberat kemanusiaan adalah bagaimana manusia mampu mempertahankan diri tetap menjadi manusia, tidak menjadi binatang atau bahkan iblis. Hal itulah setidaknya yang memompakan energi dalam diri saya, sehingga sampai hari ini tetap berusaha untuk istiqomah datang ke pengajian maiyah, khususnya Padhang Mbulan Jombang. Sebab di Padhang Mbulan, saya menemukan formulasi pengajian yang berbeda seperti pengajian pada umumnya. Tema penting yang selalu diangkat adalah bagaimana manusia harus berfikir, bersikap, dan bertindak baik terhadap dirinya sendiri, komunitas di sekelilingnya, lebih luas terhadap alam semesta, dalam merespon fenomena yang berjalin-kelindan. Manusia sebagai penghuni jagad raya, yang memanggul fungsi khilafah memang harus terus berjuang mempertahankan ketinggian maqamnya. Namun, karena perjalanan kehidupan tidak selalu lurus, dimana teramat banyak warna dan persimpangan yang menyilaukan mata, manusia terkadang memilih jalan tak sesuai dengan jalan yang dikehendaki penciptanya. Alhasil, Padhang Mbulan bagi diri saya pribadi adalah semacam wasilah. Setidaknya, sebagai manusia, saya ingin tetap konsisten berbuat sebagai manusia, sehingga kedudukan sebagai ahsani taqwim, tidak terperosok jatuh pada pengapnya jurang asfalaa saafilin.

Yang paling menarik dari Maiyah adalah tiadanya jarak antar jamaah. Jamaah yang hadir adalah manusia yang telah menanggalkan baju artifisialnya, dengan mengenakan pakaian keikhlasan dan kesejatian. Siapapun bisa diterima asalkan memiliki prasyarat yang telah ditentukan. Dalam Maiyah, selalu ditekankan bagaimana manusia harus berlaku dalam kehidupan. Tak ada tokoh, tak ada bintang, tak ada kiai, tak ada orang besar, tak ada publik figur, tak ada apapun embel-embel sosial yang terlanjur di-tahayul-kan masyarakat. Bahkan, Cak Nun sendiri sebagai ‘begawan’nya Maiyah sama sekali tak pernah mau disebut tokoh. Disinilah ciri khas Maiyah. Disaat hampir sebagian besar umat manusia berlomba menampilkan eksistensi dirinya dalam panggung kehidupan yang penuh kepalsuan dan hipokrisi, Maiyah sanggup membuang dirinya. Ia bersedia ketlingsut dan tak diperhitungkan oleh siapapun. Cak Nun sendiri bahkan sering mengungkapkan, manifestasi tauhid sesungguhnya bukan hanya kesadaran bahwa Allah itu satu, tapi bagaimana manusia terus-menerus berjuang menyatukan diri dengan Allah. Syarat utamanya adalah dengan meniadakan diri, menihilkan eksistensi, mencampakkan ego, dan lain sebagainya.

Banyak hal telah dilakukan orang Maiyah untuk kemaslahatan negeri ini. Banyak 'pekerjaan besar' telah dilakukan orang Maiyah, baik di lingkaran nasioanal maupun internasional, demi supaya negeri yang bernama Indonesia Raya ini tetap sebagai jelmaan surga turun dari langit, yang tak dipandang sebelah mata oleh masyarakat dunia. Orang berlalu-lalang, orang berkejar-kejaran, orang bertengkar dengan saudaranya sendiri, orang menangis karena pemerintahannya tak pernah sanggup menjamin agar orang itu tak menangis, orang kelimpungan, dan tak pernah tahu bagaimana caranya agar tidak kelimpungan. Di saat itulah Maiyah datang menyodorkan tangannya. Maiyah mempersilahkan punggungnya agar dijadikan tempat sandaran. Tapi ketahuilah, pernahkah lembaran-lembaran media massa menyisihkan sedikit ruangnya untuk memuat wajah teduh Maiyah? Pernahkah mereka mengganggap, bahwa apa yang dilakukan Maiyah itu pernah ada? Tidakkah kamera-kamera industri itu lebih suka menyorot ketiak para artis, membuka pantat selebritis, serta melambungkan ustadz-ustadz globalisasi?

Baca Juga

  • Pintu, Maiyah bukan Mazhab
  • Maiyah dan Gerakan Penghancuran
  • MAIYAH DAN POSTMODERNISM
Maiyah memang bukan siapa-siapa. Maiyah bukanlah Emha. Bukan Cak Fuad. Bukan Sabrang. Bukan siapapun yang lain. Bahkan Maiyah itu bukanlah agama. Yang dikumandangkan setiap kali Maiyah diselenggarakan adalah bagaimana jamaah yang hadir menyadari sepenuh hatinya bahwa ia hanyalah sebutir debu dari kemahabesaran Allah azza wa jalla. Dan karena saham manusia atas kehidupan ini hanyalah nol persen, maka tidak boleh tidak, manusia harus rela mengikut apa yang menjadi kehendakNya. Seratus persen orang Maiyah mengerti itu. Karena Allah sendiri yang mengomandani bershalawat kepada Rasulullah. Tak ada alasan bagi warga Maiyah untuk tidak mencintai Rasulullah. Maka, saksikanlah! Hampir di setiap pengajian yang digelar 5 sampai 8 jam itu, tak ada satu jengkal waktupun yang membuat mereka lupa bahwa Allah ada, dan Rasulullah hadir dalam persaudaraan mereka. Maka dapat kau lihat, betapa khusyu’ perkumpulan mereka. Betapa riangnya hati mereka tatkala bercengkrama dengan kekasih lubuk hati, Kanjeng Nabi Muhammad SAW.

Tak terasa sudah, kurang lebih dua puluh tahun pengajian maiyah telah diselenggarakan. Selama kurun waktu tersebut, banyak dinamika yang telah terjadi. Kurun waktu tersebut tentu tak bisa dipandang remeh dalam hal memperjuangkan nilai dan makna. Kanjeng Nabi sendiri diperkenankan Allah berjuang dalam menyebarkan berita keselamatan selama 23 tahun, 13 tahun di Mekkah, dan 10 tahun di Madinah. Artinya, manusia memiliki keterbatasan ruang dan waktu. Bisa dimengerti jika beberapa tahun terakhir Cak Nun sering melemparkan sejumlah isyarat tentang apa dan bagaimana Maiyah dalam kurun waktu ke depan. Begitu juga dengan Maiyah (baca: padhang mbulan) di penghujung tahun kemarin (28/12/2012). Tulisan beliau bertajuk Maiyah 2013: ‘Mamayu Hayuning Maiyah’ adalah sebentuk tantangan (atau bahkan tamparan keras) kepada jamaah: apakah Maiyah akan hanya berhenti menjadi sebuah kegiatan rutin bulanan? Apakah maiyah akan hanya berfungsi sebagai tempat nge-charge, tempat menumpahkan keluh-kesah atas kebrengsekan hidup. Akan hanya menjelma sebagai tempat klangenan, dan segala macamnya. Ataukah Maiyah bisa berbuat lebih besar dari itu, tidak hanya bisa berfungsi ‘ke dalam’ tapi juga ‘ke luar’, bisa menjadi anti-toxin dari gelombang racun peradaban yang hampir sebagian besar penghuni dunia telah menjadi korbannya.

Dengan sangat gamblang Cak Nun menuturkan kondisi mutakhir yang berlangsung secara mondial, bahwa tantangan global yang kini dengan sangat dahsyat menenggelamkan Bangsa Indonesia dan umat islam sesungguhnya adalah gelombang perusakan agama dan kemanusiaan yang sudah berlangsung sejak munculnya kerasulan Isa AS, memuncak pada penyaliban atas beliau, sehingga Allah menggantikannya dengan orang lain dan menaikkannya ke langit. 37 tahun sesudah itu -masih menurut Cak Nun-, desain penguasaan dan penghancuran manusia dan agama itu dilembagakan, sampai kemudian di awal abad 17 gerakan penghancuran kemanusiaan itu diorganisir secara global.

Harapan Cak Nun, kenyataan yang sudah berlangsung lebih dari 20 abad itu harus menjadi sebuah kesadaran hari ini bagi jamaah: bahwa mayoritas penduduk dunia telah menjadi korban yang hampir sempurna dari gerakan penghancuran itu. Masyarakat global garda depan mainstream peradaban 20-21 telah ‘berhasil’ ditenggelamkan secara internasional untuk meng-agamakan yang bukan agama, men-tuhan-kan yang bukan Tuhan. Bahkan pada satu dekade terakhir, umat islam Indonesia telah dengan sangat sukses diguyur racun, sehingga memiliki kedangkalan mata pandang, kekerdilan mental, kesempitan jiwa, mata kuda materialisme, sehingga melahirkan watak-watak primitivisme dan ketidak-beradaban.

Memang teramat berat memfungsikan diri sebagai salikul maiyah di tengah zaman yang abai terhadap makna. Tapi bukankah para pencari makna memang harus siaga terhadap segala kemungkinan? Maka, hal penting yang tentu saja harus segera dipahami adalah menjawab tantangan yang telah dilontarkan Cak Nun. Waktu demikian terbatas. Tak ada pilihan lain, para salikul maiyah harus kembali berhitung, kemudian menentukan sikap, apakah  bersedia ditenggelamkan oleh gerakan itu, ataukah memastikan diri tidak termasuk korban sebagaimana mainstream dunia.

Kalimat Cak Nun yang masih terngiang di telinga saya hari ini: Anda harus bisa men-jariyah-kah Maiyah dalam kehidupan Anda. Kalau memang karena kelemahan, kita tidak bisa mengubah negara, tak bisa me'rekayasa' dunia sesuai dengan nilai yang telah diyakini. Paling tidak, yang harus diubah adalah negara dan dunia dalam diri masing-masing. Orang maiyah harus njangkungi kahanan (mengatasi keadaan). Njangkuni itu bukan ngungguli, tapi situasi dimana seseorang selalu berada di atas namun tetap sumeleh, sehingga sanggup mengatasi setiap tekanan yang mungkin datang bertubi-tubi. Pada keadaan itu, sangat terbuka kemungkinan bahwa orang maiyah tak akan mudah kintir dalam situasi apapun.

Pertanyaan yang kemudian harus menjadi perenungan bersama: apa yang harus dilakukan agar nilai yang telah bersama-sama digali itu bisa diakrabi tidak hanya hari ini, tapi bahkan bisa menjadi warisan sejarah bagi anak cucu kita mendatang?(*)

Ditulis oleh :
Em. Syuhada’,
Jamaah Maiyah Padhang Bulan Jombang berdomisili di Lamongan - Mojokerto.

Tweet

Related Posts

  • MAIYAH DAN POSTMODERNISM DALAM Edaran Maiyah 2013 beberapa hari yang lalu Cak Nun menantang para Salikul Maiyah untuk mulai mencari, menggal
  • Pintu, Maiyah bukan Mazhab "Sing tak pengini kowe teko mrene iku mung siji, kowe biso duwe pikiran sing bening, lan ati sing resik. Yen k
Maiyah dan Gerakan Penghancuran
4/ 5
Oleh Admin
Admin Pada Thursday, January 17, 2013 Komentar
Pejalan Sunyi

Tentang Pejalan Sunyi

Pejalan Sunyi berusaha berbagi apa saja yang bermanfaat. Jika menurut Anda, artikel dalam blog ini bermanfaat, silahkan dibagi, jangan lupa meletakkan link Maiyah dan Gerakan Penghancuran sebagai sumbernya. Tabik!.

Berlanggangan via Surel

Suka dengan artikel di atas? Silahkan berlangganan melalui email untuk mendapatkan artikel terbaru dari Pejalan Sunyi.

Untuk menyisipkan kode pendek, gunakan <i rel="code"> ... KODE ... </i>
Untuk menyisipkan kode panjang, gunakan <i rel="pre"> ... KODE ... </i>
Untuk menyisipkan gambar, gunakan <i rel="image"> ... URL GAMBAR ... </i>

Newer Post Older Post Home
Subscribe to: Post Comments (Atom)
  • Artikel Terbaru
  • Arsip Blog

Artikel Terbaru

  • MENELISIK FUNGSI GADGET DALAM KEGIATAN PEMBELAJARAN
  • PERKEMBANGAN teknologi informasi dan komunikasi adalah ... read more
    Oct 12 2017
  • Kualitas Manusia Pasca Ramadan
  • SUASANA masih cenderung sepi ketika saya tiba di Menturo. ... read more
    Jun 25 2017
  • Tata Cara Pendaftaran Sertifikasi Guru Jalur Prestasi 2017
  • A. Persyaratan Peserta Sertifikasi Guru Guru di bawah ... read more
    Jun 18 2017
  • Pendaftaran Peserta Sertifikasi Guru Tahun 2017 Jalur Prestasi
  • pejalasunyi.id - SERTIFIKASI adalah proses pemberian ... read more
    Jun 18 2017
  • Download PP No. 19 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 74 tahun 2008 Tentang Guru
  • Peraturan Pemerintah (PP) No. 74 Tahun 2008 tentang Guru ... read more
    Jun 12 2017
  • TANYA JAWAB PKB - GURU PEMBELAJAR TAHUN 2017
  • 1. APA YANG DIMAKSUD DENGAN PENGEMBANGAN ... read more
    Jun 08 2017

    Arsip Blog

    • October (1)
    • June (14)
    • May (18)
    • April (2)
    • February (1)
    • January (1)
    • January (1)
    • November (1)
    • August (2)
    • July (2)
    • June (3)
    • May (13)
    • April (26)
    • March (30)
    • February (43)
    • January (50)
    • December (4)

    Resensi Buku

    BH, Emha Yang Gelisah, Emha Yang Bercerita
    Kiai Arief Hasan, Cermin Pengilon Dari Beratkulon
    Menyongsong Era Kecerdasan Baru: Totalitas Inteligensi
    Reformasi PT. Dengkulmu Mlicet
    Sisi Lain Sosok Muhammad SAW
    Tidak, Jibril Tidak Pensiun
    Merenungi Piwulang Kehidupan
    Change Your Soul, Change Your Life!
    MENGOPTIMALKAN KECERDASAN ANAK
    Hidup Sehat ala Saridin, Mati Serius ala Madura
    Guru Profesional Pembina Moral
    Kesadaran Mengambil Jarak

    Kategori

    Anekdot Berita Pendidikan Cerpen Download Esai Guru Menulis Inspirasi Kolom Kolom Cak Nun Kolom Jamaah Maiyah Literasi News Opini Pendataan Pendidikan Puisi Regulasi Reportase Maiyah Resensi Buku Sertifikasi Guru Tentang Maiyah Tips & Trik

    Followers

    Pejalansunyi.id berusaha berbagi informasi yang bermanfaat. Jika ada ide, kritik, atau saran, silahkan hubungi kami dengan kontak berikut. Salam!

    Name Email Address important Content important

    Reportase Maiyah

  • Kualitas Manusia Pasca Ramadan
  • SUASANA masih cenderung sepi ketika saya tiba di Menturo. ... read more
    Jun 25 2017
  • Sastra dan Tiga Gelombang
  • BISAKAH kitab suci disampaikan tanpa sastra? Adakah kalimat ... read more
    Aug 03 2013
  • Ngaji, Bershalawat, dan Bersyukur Bersama
  • TANGGAL 27 Mei 2013 malam Kiaikanjeng, Progress, dan Jamaah ... read more
    Jun 04 2013
  • Mukadimah Kenduri Cinta Mei 2013: “Sumpah Berbisik"
  • Atas nama kemakmuran para penguasa mengklaim keabsahan ... read more
    May 07 2013

    Contact Form

    Name

    Email *

    Message *

    Artikel Random

    Memuat...
    Copyright © 2025 Pejalan Sunyi
    Template by Arlina Design