• Home
  • About
  • Hubungi Kami
  • Privacy Policy
  • Disclaimer
Menu

Pejalan Sunyi

iklan banner
  • Home
  • Daftar Isi
  • News
  • Inspirasi
  • Seputar Guru
    • Regulasi Pendidikan
    • Perangkat Pembelajaran
    • Media Pembelajaran
    • Guru Menulis
    • Sertifikasi Guru
    • Pendataan Pendidikan
  • Tips & Trik
  • Budaya
    • Opini
    • Esai
    • Resensi Buku
    • Cerpen
    • Puisi
    • Anekdot
  • Maiyah
    • Tentang Maiyah
    • Kolom Mbah Nun
    • Kolom Jamaah Maiyah
    • Reportase Maiyah
  • Literasi
  • Download
  • Kirim Artikel

Artikel Populer

  • Daftar Penerima Tunjangan Khusus Daerah Terpencil (Dikdas SD-SMP) Tahun 2013
  • MENELISIK FUNGSI GADGET DALAM KEGIATAN PEMBELAJARAN
  • Aku Pingsan disambar Geledek
  • Mengembalikan Akhirat Sebagai Makanan Utama, Dunia sekedar Lauknya

Inspirasi

  • Pangdam IM Mayjen TNI Moch. Fachrudin Beri Beasiswa Kepada Bocah Penemu Energi Listrik
    Naufal Raziq sedang Berdiskusi dengan Pangdam IM Mayjen...
    Jun 03 2017 | Read more
  • #64TahunCakNun, Imam Bangsa
    “Ndhek dunyo iki alah mek sedhiluk rek, berjuang terus ndak masalah....
    May 27 2017 | Read more
  • Tak Hanya Isi Beha yang Bikin 'Telan Ludah', Omset Jual Beha juga Mampu Membuat Mata Terpana
    NAMA aslinya Agung Prasetyo, lebih dikenal dengan sebutan Agung BH...
    May 25 2017 | Read more
  • Kisah Khamim, Pemuda Asal Pekalongan Yang Naik Haji Dengan Jalan Kaki
    pejalansunyi.id | NAIK haji dengan jalan kaki. Siapapun yang mendengar...
    May 25 2017 | Read more
  • Angkot Pustaka: Upaya Menggiatkan Literasi di sela Mengais Sebutir Nasi
    Pejalansunyi.id | BAGI insan pendidikan, bulan mei tak mungkin...
    May 08 2017 | Read more

Pengunjung

Free counters!
top personal sites
top personal sites
Home / Cerpen / Pesantren Sundul Langit

Friday, January 18, 2013

Pesantren Sundul Langit

Cerpen : Em. Syuhada'

TAK ada hal yang menggembirakan bagi warga Pesantren Sundul Langit selain memperoleh bantuan dana dari pemerintah yang jumlahnya lumayan banyak. Bantuan yang berasal dari kas pemerintah pusat itu cair seminggu yang lalu, langsung ditransfer dari jakarta tanpa pungutan sepeser pun. Ini sungguh kabar menggembirakan. Betapa tidak, pesantren dibawah asuhan Kiai Khos itu tentu memiliki peluang lebih besar untuk terus berkibar menunjukkan eksistensinya.

Selama ini, Pesantren Sundul Langit memang terkenal sebagai pesantren modern yang namanya cukup terkenal. Sepadan dengan namanya, pesantren ini telah mengangkasa melintasi batas-batas geografis. Santri yang mukim tak hanya berasal dari wilayah sekitar di mana pesantren itu berada, namun berasal juga dari tempat-tempat yang jauh. Itulah sebabnya, Kiai Khos terus berusaha mengembangkan pesantren menuju gerbang yang dicita-citakan.

Maka jangan heran jika sesekali engkau berkunjung ke pesantren ini, engkau akan menjumpai santri yang tak hanya fasih membaca kitab-kitab gundul. Kau akan temukan juga betapa hampir seluruh santri mahir dalam memainkan tombol komputer. Suasana pesantren yang asri dan nyaman, sangat bertentangan dengan image yang beredar di masyarakat bahwa pesantren adalah tempat yang kumuh dan kumal. Dan lihatlah disana, sebuah perpustakaan dengan koleksi buku yang sangat lengkap. Sungguh! Apa yang kau lihat di pesantren ini sangat menggambarkan jika Pesantren Sundul Langit bukanlah pesantren konservatif yang tak bersedia membuka diri dengan perkembangan dunia luar.

Memang sudah menjadi tekad Kiai Khos, melihat perkembangan zaman yang begitu niscaya, ia tidak menginginkan jika santrinya kelak menjadi manusia yang gagap. Itulah sebabnya, segala macam cara ditempuh. Mulai dari menyediakan lab komputer sampai bahasa, mendirikan bengkel kerja untuk mengembangkan bakat dan ketrampilan santri, mendatangkan tenaga profesional untuk memberikan pelatihan-pelatihan, dan lain sebagainya.

Bagi Kiai Khos, sangat riskan jika dia harus membebankan semua biaya hanya kepada wali santri. Ia tak ingin jika terbentuk opini bahwa Pesantren Sundul Langit adalah pesantren termahal. Maka satu-satunya jalan adalah dengan menjalin komunikasi dengan kalangan birokrasi.

Ini sungguh berbeda dengan puluhan tahun silam, ketika pesantren Sundul Langit masih dipegang oleh Kiai Sahlan, ayah dari Kiai Khos yang sekarang ini telah wafat. Hampir tak pernah terdengar pesantren mendapatkan kucuran dana dari birokrasi. Bahkan, pesantren Sundul Langit waktu itu terkenal sebagai pesantren yang secara tegas tidak bersedia menerima bantuan dari pemerintah. Ada semacam keyakinan bahwa uang pemerintah hukumnya syubhat, sebagian bahkan meyakininya haram.

Maka, Kiai Sahlan sangat keras terhadap masalah itu. Bahkan ketika bupati berencana memberikan bantuan berupa pembangunan sarana MCK untuk pesantren putra, dengan tegas Kiai Sahlan menolak:

“Lebih baik santri tetap buang hajat disungai. Itu lebih bermartabat daripada menerima uang pemerintah yang mendapatkannya harus melalui jalan yang panjang dan bertele-tele. Belum lagi harus memberikan uang terima kasih kepada pejabat fulan atau pejabat anu, sehingga ketika bantuan itu turun paling tinggal lima puluh persen.” itu alasan yang dilontarkan Kiai Sahlan.

Itu semua telah menjadi masa lalu. Kiai Khos sebagai penerus pesantren memiliki paradigma berfikir yang berbeda. Zaman telah berubah. Tidak seharusnya generasi sekarang harus mengikuti cara berfikir generasi masa lalu yang kadang absurd. Setiap zaman memiliki kecenderungannya masing-masing. Bukankah pejabat-pejabat sekarang cenderung islami semenjak Kiai Semar naik menjadi presiden beberapa tahun silam.

Maka ketika Gus Wafa, adiknya yang bekerja di birokrasi menyampaikan informasi tentang aliran dana untuk pesantren, Kiai Khos segera mengumpulkan para pengurus.

Baca Juga

  • Menjelang Idul Fitri
  • Seharusnya Berjudul Celana Dalam
  • Cerita Tentang Kang Thowil
“Kita harus bergerak cepat, jangan sampai dana itu turun ke pesantren lain. Bukankah kita sangat membutuhkan suntikan dana untuk meneruskan pembangunan pesantren yang sempat tersendat?” Kiai Khos mengawali pembicaraan pada rapat yang diadakan ba’da isya’.

“Tapi dana itu bukan untuk pembangunan, Kiai. Ini dana dikhususkan untuk memberdayakan pesantren yang sebelumnya telah memiliki koperasi. Dana ini semacam pendamping untuk membantu modal agar pesantren mampu mengembangkan usahanya dibidang-bidang lain.” tutur Gus Wafa yang tahu persis pencairan dana.

Kiai Khos tak segera bicara. Raut mukanya serius. Beberapa detik, tatapannya mengarah pada Kang Petruk yang duduk bersimpuh di pojok ruangan.

“Bagaimana menurut pendapatmu, Kang Petruk?”

“Saya kira tak masalah Kiai, tetap saja kita buat proposal sesuai dengan juklaknya. Sayang jika bantuan ini turun ke pesantren lain.”

”Tapi pesantren kita tidak memiliki koperasi, Kang. Mungkinkah dana itu bisa turun sementara kita tak memiliki persyaratan sebagaimana yang dituturkan Gus Wafa.” lurah pondok yang sejak tadi diam buka suara.

“Itu masalah kecil. Toko Neng Halimah saja yang kita namakan sebagai koperasi pesantren. Bukankah pesantren memiliki surat izin usaha koperasi yang kita ajukan beberapa tahun silam. Saya kira, tak ada salahnya jika kita matur pada Neng Halimah agar bersedia meminjamkan tokonya sementara waktu. Tinggal nanti kita susun administrasi sesuai kebutuhan. Bagaimana Kiai?”

Kiai Khos hanya diam. Meskipun tidak secara tegas menolak, tapi diamnya Kiai Khos adalah isyarat bahwa beliau setuju. Maka selesailah rapat malam itu. Sebuah keputusan telah dihasilkan, bagaimana mengkondisikan pesantren supaya dapat menerima kucuran dana dari pemerintah yang jumlahnya ratusan juta rupiah.

***

Dan begitulah, toko Neng Halimah yang terletak jauh dari kawasan pesantren segera diboyong. Administrasi yang diperlukan segera disusun. Papan nama koperasi dibuat. Kang Petruk ditunjuk sebagai ketua yang bertugas mengegolkan turunnya bantuan.

Ketika tim dari pusat datang ke pesantren untuk melakukan studi kelayakan, selesai sudah semua persiapan itu. Dengan sangat meyakinkan, Kiai Khos menceritakan kepada tim ihwal pesantren, jumlah santri yang terus meningkat dari tahun ke tahun, infrastruktur yang menurutnya masih membutuhkan banyaknya perbaikan, dan lain sebagainya. Sampai kemudian, tim mensurvey koperasi yang dijadikan persyaratan.

“Sudah berapa lama usaha ini dikembangkan pesantren?”

“Sekitar sepuluh tahun, Pak.”

“Kenapa tidak mengembangkan ke bidang-bidang lain, seperti memperluas usaha dengan menyediakan barang-barang yang langsung didatangkan dari pabrik.”

“Keinginan kami memang demikian. Tapi dengan minimnya modal, sulit bagi kami untuk mewujudkan semua itu. Maka, kami betul-betul berharap pemerintah bisa mempertimbangkan pesantren ini dapat menerima bantuan. Saya yakin dengan bantuan itu, cita-cita yang selama ini kami impikan bisa segera terwujud.”

***

Dan bantuan itu turunlah sudah. Warga pesantren bersyukur. Demikian juga Kiai Khos. Bayangan pesantren dengan kemajuannya terbayang didepan mata. Ia menerawang, betapa bahagia Sang Abah di alam sana ketika menyaksikan pesantren yang ditinggalkannya mengalami perkembangan yang begitu pesat.

Namun disisi lain, pekik syukur yang membahana dari penjuru pesantren sangat bertentangan dengan jiwa Kang Towil. Gurat-gurat keprihatinan memancar dari wajah alumnus yang telah menikah dan kini memiliki dua orang anak itu. Dari tempat yang jauh, Kang Towil menyaksikan semua adegan itu dengan perasaan entah.

Ia memang bangga. Bahkan teramat bangga menyaksikan Pesantren Sundul Langit dapat memberdayakan santri di tengah gegap gempitanya zaman. Tapi yang membuat hatinya sedih adalah cara yang ditempuh yang sungguh bertentangan dengan hati nuraninya. Mengapa pesantren harus rela bersusah payah menciptakan rekayasa yang pada hakekatnya menggali lubang kubur bagi dirinya sendiri. Bukankah pesantren adalah lembaga suci yang mandiri, yang memiliki martabat serta harga diri. Kenapa dengan segala kelebihannya, pesantren tak kunjung mampu membusungkan dada, berkata dengan lantang kepada semua orang bahwa meskipun tanpa bantuan pemerintah, ia tetap bisa berkembang dengan mendayagunakan potensinya dalam mengantarkan anak-anak zaman menggapai cakrawala hidup yang diimpikannya.

Kang Towil gusar. Dan kegusaran itu tiba-tiba saja bercampur rasa geli. Siapakah dia sehingga memiliki pandangan kuno ditengah hiruk pikuk zaman yang mengedepankan rasionalitas dan menuntut persaingan hidup tak habis-habis?

Kang Towil tertawa terbahak-bahak. Tawa itu baru terhenti ketika anaknya yang sedang tertidur disampingnya menggeliat. Buru-buru Kang Towil meraih sebotol susu. Isinya tinggal separoh. Esok pagi dia harus segera mencari hutang untuk membeli susu yang mungkin habis malam ini. Uangnya yang tinggal sepuluh ribu telah diberikan kepada istrinya sore tadi untuk keperluan belanja esok hari.***

Tweet

Related Posts

  • Kota Orang-orang Bisu Cerpen Dadang Ari Murtono (Kompas, 13 Januari 2013) SIAPA pun pasti akan sulit percaya bila aku katakan bahwa saat
  • Gus Jakfar cerpen : GUS MUS Sumber : www.GusMus.NET BZ3QBEP842ZS DIANTARA putera-putera Kiai Saleh, pengasuh pesant
  • Aku Pingsan disambar Geledek Cerpen : Em Syuhada' “SEBAGAIMANA manusia yang lain, engkaupun seorang manusia, yang tidak hanya tersusun dari
  • Menjelang Idul Fitri “KETIKA Ramadan akan berakhir, alam semesta mencucurkan air mata. Langit dengan cakrawalanya tak terbatas tak kuasa
  • Rumah Dalam Surau Cerpen : Damhuri Muhammad ORANG-ORANG kampung kami tak henti-henti membangun surau. Tak pernah lelah mereka mengumpulk
  • Cerita Tentang Kang Thowil TAK ADA yang bisa dilakukan oleh Kang Thowil selain berdiri mematung menatapi pemandangan disekelilingnya yang memb
Pesantren Sundul Langit
4/ 5
Oleh Admin
Admin Pada Friday, January 18, 2013 Komentar
Pejalan Sunyi

Tentang Pejalan Sunyi

Pejalan Sunyi berusaha berbagi apa saja yang bermanfaat. Jika menurut Anda, artikel dalam blog ini bermanfaat, silahkan dibagi, jangan lupa meletakkan link Pesantren Sundul Langit sebagai sumbernya. Tabik!.

Berlanggangan via Surel

Suka dengan artikel di atas? Silahkan berlangganan melalui email untuk mendapatkan artikel terbaru dari Pejalan Sunyi.

Untuk menyisipkan kode pendek, gunakan <i rel="code"> ... KODE ... </i>
Untuk menyisipkan kode panjang, gunakan <i rel="pre"> ... KODE ... </i>
Untuk menyisipkan gambar, gunakan <i rel="image"> ... URL GAMBAR ... </i>

Newer Post Older Post Home
Subscribe to: Post Comments (Atom)
  • Artikel Terbaru
  • Arsip Blog

Artikel Terbaru

  • MENELISIK FUNGSI GADGET DALAM KEGIATAN PEMBELAJARAN
  • PERKEMBANGAN teknologi informasi dan komunikasi adalah ... read more
    Oct 12 2017
  • Kualitas Manusia Pasca Ramadan
  • SUASANA masih cenderung sepi ketika saya tiba di Menturo. ... read more
    Jun 25 2017
  • Tata Cara Pendaftaran Sertifikasi Guru Jalur Prestasi 2017
  • A. Persyaratan Peserta Sertifikasi Guru Guru di bawah ... read more
    Jun 18 2017
  • Pendaftaran Peserta Sertifikasi Guru Tahun 2017 Jalur Prestasi
  • pejalasunyi.id - SERTIFIKASI adalah proses pemberian ... read more
    Jun 18 2017
  • Download PP No. 19 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 74 tahun 2008 Tentang Guru
  • Peraturan Pemerintah (PP) No. 74 Tahun 2008 tentang Guru ... read more
    Jun 12 2017
  • TANYA JAWAB PKB - GURU PEMBELAJAR TAHUN 2017
  • 1. APA YANG DIMAKSUD DENGAN PENGEMBANGAN ... read more
    Jun 08 2017

    Arsip Blog

    • October (1)
    • June (14)
    • May (18)
    • April (2)
    • February (1)
    • January (1)
    • January (1)
    • November (1)
    • August (2)
    • July (2)
    • June (3)
    • May (13)
    • April (26)
    • March (30)
    • February (43)
    • January (50)
    • December (4)

    Resensi Buku

    BH, Emha Yang Gelisah, Emha Yang Bercerita
    Kiai Arief Hasan, Cermin Pengilon Dari Beratkulon
    Menyongsong Era Kecerdasan Baru: Totalitas Inteligensi
    Reformasi PT. Dengkulmu Mlicet
    Sisi Lain Sosok Muhammad SAW
    Tidak, Jibril Tidak Pensiun
    Merenungi Piwulang Kehidupan
    Change Your Soul, Change Your Life!
    MENGOPTIMALKAN KECERDASAN ANAK
    Hidup Sehat ala Saridin, Mati Serius ala Madura
    Guru Profesional Pembina Moral
    Kesadaran Mengambil Jarak

    Kategori

    Anekdot Berita Pendidikan Cerpen Download Esai Guru Menulis Inspirasi Kolom Kolom Cak Nun Kolom Jamaah Maiyah Literasi News Opini Pendataan Pendidikan Puisi Regulasi Reportase Maiyah Resensi Buku Sertifikasi Guru Tentang Maiyah Tips & Trik

    Followers

    Pejalansunyi.id berusaha berbagi informasi yang bermanfaat. Jika ada ide, kritik, atau saran, silahkan hubungi kami dengan kontak berikut. Salam!

    Name Email Address important Content important

    Reportase Maiyah

  • Kualitas Manusia Pasca Ramadan
  • SUASANA masih cenderung sepi ketika saya tiba di Menturo. ... read more
    Jun 25 2017
  • Sastra dan Tiga Gelombang
  • BISAKAH kitab suci disampaikan tanpa sastra? Adakah kalimat ... read more
    Aug 03 2013
  • Ngaji, Bershalawat, dan Bersyukur Bersama
  • TANGGAL 27 Mei 2013 malam Kiaikanjeng, Progress, dan Jamaah ... read more
    Jun 04 2013
  • Mukadimah Kenduri Cinta Mei 2013: “Sumpah Berbisik"
  • Atas nama kemakmuran para penguasa mengklaim keabsahan ... read more
    May 07 2013

    Contact Form

    Name

    Email *

    Message *

    Artikel Random

    Memuat...
    Copyright © 2025 Pejalan Sunyi
    Template by Arlina Design