• Home
  • About
  • Hubungi Kami
  • Privacy Policy
  • Disclaimer
Menu

Pejalan Sunyi

iklan banner
  • Home
  • Daftar Isi
  • News
  • Inspirasi
  • Seputar Guru
    • Regulasi Pendidikan
    • Perangkat Pembelajaran
    • Media Pembelajaran
    • Guru Menulis
    • Sertifikasi Guru
    • Pendataan Pendidikan
  • Tips & Trik
  • Budaya
    • Opini
    • Esai
    • Resensi Buku
    • Cerpen
    • Puisi
    • Anekdot
  • Maiyah
    • Tentang Maiyah
    • Kolom Mbah Nun
    • Kolom Jamaah Maiyah
    • Reportase Maiyah
  • Literasi
  • Download
  • Kirim Artikel

Artikel Populer

  • Tak Hanya Isi Beha yang Bikin 'Telan Ludah', Omset Jual Beha juga Mampu Membuat Mata Terpana
  • Perkiraan Turunnya Lailatul Qadar Berdasar Pengalaman Para Ulama Tashawuf
  • MENELISIK FUNGSI GADGET DALAM KEGIATAN PEMBELAJARAN
  • TANTANGAN PENDIDIKAN AGAMA DI SEKOLAH
  • Rasionalitas Sang "Kiai Mbeling"

Inspirasi

  • Pangdam IM Mayjen TNI Moch. Fachrudin Beri Beasiswa Kepada Bocah Penemu Energi Listrik
    Naufal Raziq sedang Berdiskusi dengan Pangdam IM Mayjen...
    Jun 03 2017 | Read more
  • #64TahunCakNun, Imam Bangsa
    “Ndhek dunyo iki alah mek sedhiluk rek, berjuang terus ndak masalah....
    May 27 2017 | Read more
  • Tak Hanya Isi Beha yang Bikin 'Telan Ludah', Omset Jual Beha juga Mampu Membuat Mata Terpana
    NAMA aslinya Agung Prasetyo, lebih dikenal dengan sebutan Agung BH...
    May 25 2017 | Read more
  • Kisah Khamim, Pemuda Asal Pekalongan Yang Naik Haji Dengan Jalan Kaki
    pejalansunyi.id | NAIK haji dengan jalan kaki. Siapapun yang mendengar...
    May 25 2017 | Read more
  • Angkot Pustaka: Upaya Menggiatkan Literasi di sela Mengais Sebutir Nasi
    Pejalansunyi.id | BAGI insan pendidikan, bulan mei tak mungkin...
    May 08 2017 | Read more

Pengunjung

Free counters!
top personal sites
top personal sites
Home / Reportase Maiyah / Mukaddimah Kenduri Cinta Februari 2013 : "DECODING INDONESIA"

Tuesday, February 5, 2013

Mukaddimah Kenduri Cinta Februari 2013 : "DECODING INDONESIA"

Kenduri Cinta Decoding Indonesia Raya

IBARATKAN SAJA, negeri ini adalah sebuah perangkat lunak komputer, software. Dibangun oleh tenaga-tenaga terampil yang sinambung, dari waktu ke waktu. Dalam logika perancangan software ada beberapa langkah yang umum dilalui. Hingga dicapainya racikan terbaik hingga diluncurkan untuk dimanfaatkan maksimal, sesuai fungsi, oleh para penggunanya.

Fase yang pertama adalah versi alpha. Ini adalah tahap ketika perangkat lunak itu pertama kali jadi dan dikeluarkan. Peramunya, menggunakan interpretasi dan daya ciptanya secara subyektif, dalam merancang kaidah berfungsinya kode-kode pemrograman untuk diaplikasikan sesuai dengan tujuan kebutuhan. Bila diterapkan pada konteks Indonesia, anggaplah ini berada pada tahap, ketika wacana tentang nusantara itu mulai ada. Entah itu akan dibaca mulai masa Salakanagara, Tarumanegara, Kutai, Sriwijaya, Mataram kuno ataupun Majapahit. Biarlah catatan sejarah yang mengonfirmasinya. Sebab konsepsi historis tentang istilah ini masih belum ditemukan sandaran akarnya. Ada pada masa siapa, jajaran kepulauan ini, diyakini permulaan keberadaannya. Bukan ingin berepot-repot dengan hikayat yang silang sengkarut. Antara klaim sejarah tercatat, mitologi-mitologi dan tuturan kebesaran masa silam. Tapi lebih kepada orientasi pengenalan jati diri, mencari benih dari sebuah organisme bernama Indonesia. Bukankah mustahil mengerti arah tujuan, tanpa pengetahuan tentang asal-usul? Bukankah tak mungkin memahami kemana akan pergi, bila tak pernah tahu dimana rumah berada?

Langkah kedua, dalam peluncuran instrumen fungsional pada komputer itu ialah versi Beta. Sebut saja tahapan ini adalah kurun waktu perbaikan. Untuk menuju sempurna, sebuah karya perlu mendapatkan imbuhan maupun pengurangan. Strukturnya dilengkapi lewat pengumpulan pendapat dari para pengguna, pihak yang bergaul secara langsung dalam memanfaatkan fungsi perangkat tersebut. Berada pada tenggak beta merupakan saat yang kritis bagi sebuah software. Opini-opini berseliweran, kotak saran bisa penuh dan dialektika berkemungkinan ramai. Semuanya ditujukan demi tercapainya kemapanan guna, perangkat tersebut. Persis dengan rembug kampung untuk menentukan bagaimana membangun masjid baru, di lokasi yang sama dengan masjid lama. Apakah bangunan anyar itu akan berdiri sendiri dengan merobohkan bangun lama seluruhnya. Atau selain itu, bangunan lama dimasukkan pada satu lingkungan dengan masjid baru, hanya mengubah bagian-bagian tertuntu, agar kedua gedung itu tampak serasi lalu tampil seakan-akan berada dalam satu keutuhan.

Kemerdekaan pasca revolusi fisik hingga masa setelah reformasi, sekarang ini, dimetaforakan dalam versi beta tersebut. Seluruh proyek kekuasaan, baik orde lama, baru maupun yang sedang berjalan adalah proses revisi yang tidak berhenti. Perbaikan-perbaikan atas bug - dalam istilah komputer – atau percik kesalahan operasional maupun konseptual dalam membangun negara. Termasuk didalamnya mengenai demokrasi. Bentuk kekuasaan politik yang kemudian dipilih menjadi kerangka tata hidup bersama itu, bukanlah sesuatu yang selesai. Pada tiap jengkal persentuhannya, dia terus dikoreksi, mencari kesesuaian dengan cara berpikir penghuni negara tersebut. Pertanyaan-pertanyaan fundamental muncul di masa ini. Apakah benar, rakyat sebagai pemegang kedaulatan, telah memiliki hak itu sepenuhnya? Atau hanya jargon belaka? Karena nyatanya, rakyat hanya menjadi penonton pada opera politik melalui metode perwakilan. Mereka yang konon disebut sebagai representasi orang banyak dan duduk di DPR, malah memlihatkan perilaku yang kontrakdiktif dengan konsep-konsep tentang aplikasi kedaulatan.

Penyakit-penyakit politik juga dicarikan obatnya pada jengkal waktu ini. Korupsi, pencurian harta rakyat dan penghinaan martabat bangsa dikoreksi lewat pergumulan gaduh. Yang tak kalah penting adalah penelusuran definisi ulang atas diri “Indonesia” itu. Siapa sebenarnya indonesia, bagaimana berindonesia itu, lantas alasan-alasan apa yang membuat negeri ini harus tetap ada.

Ini bukan jalan yang mulus. Periode berat dengan jalur berliku dan dipenuhi benturan. Sisi-sisi gelap diungkap, makna-makna tentang kebangsaan dibedah kembali, untuk mencari tahu bagian-bagian mana yang rawan hingga perlu perbaikan. Masa dimana keabsahan sebuah negara dipertanyakan habis-habisan. Apakah akan diteruskan atau dibongkar total. Sebagaimana software, kode-kode yang bertebaran dalam perutnya diteliti tuntas. Bila ada yang janggal, maka perubahan harus dilakukan. Aktifitas decoding mesti diselenggarakan. Bagaimana tidak? Negara tidak bisa dihilangkan begitu saja. Jika mesti ganti istilah, silahkan saja. Kehidupan bersama, tetap membutuhkan sebentuk identifikasi. Terserah apa namanya, tinggal penghuninya yang melakukan kesepakatan-kesepakatan. Ada jejak-jejak ikhtiar panjang yang jangan sampai dilupakan. Bahwa dalam perintisannya, konsep hidup bersama itu telah mengucurkan milyaran liter keringat. Usaha-usaha manusia guna menjadi pengelola bumi dan kehidupannya akan terus dititi, hingga mandatnya dicabut Sang Maha Pencipta. Dan tak ada yang tahu, kapan itu terjadi.

Indonesia adalah piranti lunak berversi beta yang sekarang ini tengah digodok kembali. Hingar bingar panggung politik, turun naik gelombang ekonomi, kebimbangan budaya dan jatidiri, kegamangan kendali sosial merupakan bug-bug yang menuntut rekonstruksi. Memerlukan decoding agar pada langkah selanjutnya, yaitu fase Release Candidate (RC), atau calon resep sempurna, diluncurkan dalam kemasan final version, edisi paripurna.

Baca Juga

  • Sastra dan Tiga Gelombang
  • Ngaji, Bershalawat, dan Bersyukur Bersama
  • Kualitas Manusia Pasca Ramadan
Pepatah “seperti mengurai benang yang kusut” sudah tak cocok lagi untuk menggambarkan kondisi Indonesia. Tumpukan-tumpukan persoalan yang buram awal dan akhirnya, saling berpaut satu sama lain tidak kompatibel lagi jika dideskripsikan serupa adegium itu. Indonesia adalah barisan ironi pada festival kegaduhan. Sibuk dengan keruwetan yang berlapis-lapis. Tak ada padanan yang mampu melukiskan ini.

Hitung saja, dalam sehari berapa kecurangan-kecurangan kekuasaan yang dipertontonkan lewat media. Berita-berita korupsi dan kejahatan politik lain, dipampang jelas-jelas. Lalu rakyat yang mengunyahnya, makin terbiasa dengan kepahitan itu. Adegan-adegan penangkapan koruptor, siasat perampokan dan jurus-jurus apalogi penguasa atas hingar-bingar itu, menjadi hidangan rutin. Sensitifitas kian tak terasah, sehingga peristiwa yang tadinya menggerus perasaan berbangsa tersebut, jadi asupan yang biasa-biasa saja. Orang tak mudah terkejut. Seakan telah tertanam di benak masing-masing, bahwa drama politik indonesia adalah alur cerita tentang siapa memangsa siapa. Masing-masing adalah makhluk buas di rimba indonesia. Tinggal tunggu giliran, cerita yang mengehebohkan akan dipentaskan, dengan tema yang sama, tokoh berbeda, tanpa kejelasan kapan berakhirnya.

Sesungguhnya, segala yang terlintas dalam pikiran banyak orang, hari-hari ini, bila dikaitkan dengan suasana bernegara, adalah hasil asupan informasi yang disuguhkan media. Telah sukar untuk melihat negeri ini secara komprehensif. Indonesia yang luas dan kaya warna kehidupan, telah menciut dalam konklusi layar media : negeri prahara. Sukar untuk menelisik sisi-sisi baik antero negeri, jika standar informasinya hanya diarahkan pada kata media. Sebab media punya batas-batas jangkauan dan parameter khusus, kenapa mereka memilih warta itu. Informasi yang seksi dan layak disebarluaskan adalah apapun yang sejalan dengan misi dagang mereka. Maka, hal-hal lain diluar ukuran itu, jangan harap bisa ikut meramaikan pesta-pora kabar mengenai bumi pertiwi.

Bila perspektifnya ditarik lebih zoom out lagi, indonesia akan lebih tampak sebagai kepingan-kepingan yang sibuk sendiri-sendiri. Warga kampung A akan berbeda masalahnya dengan desa B. Kecamatan C mempunyai dinamika yang bisa sangat bertolak belakang dengan kecamatan D. Begitu seterusnya, sambung menyambung beserta dinamika langkah solusinya. Yang akhirnya pemandangan bahwa penguasa sedang gaduh dengan persoalannya sendiri, disisi lain, rakyatpun ramai dengan kegiatannya mempertahankan hidup akan terpotret. Tak ada benang merah yang kentara antar masing-masingnya, selain pada ranah administratif kenegaraan saja. Selebihnya adalah keterpisahan. Rakyat Indonesia telah melakukan kemandirian yang sebenar-benarnya. Hidup dalam situasi, dimana negara tak memberi kontribusi spesifik atas pribadi masing-masing penghuni. Politisi ribut korupsi, rakyat sibuk mencari nafkah untuk mencukupi tanggung jawab masing-masing. Negara hanya tampil sebagai selimut maya yang seakan-akan melindungi semuanya. Ilusi yang sangat berbeda dengan kenyataannya.

Rakyat yang sejatinya adalah pemegang kedaulatan, hanya berlaku ketika pemilu. Selebihnya, pada sistem perwakilan melalui DPR, kedaulatan itu seperti mandul. Kekuatan besar yang hanya dikardus sebagai potensi saja. Tidak merintis perubahan-perubahan besar dan signifikan. Kesimpang-siuran nasib bangsa terus berlarut. Cita-cita tentang kemakmuran dan keadilan adalah mimpi-mimpi dalam penantian, dari pemilu ke pemilu.

Indonesia layaknya lembaran besar yang beranggotakan perca-perca terjahit. Hanya saja, saat ini, sambungan benang pengaitnya sudah rapuh. Negara sebagai rumah bersama, sudah tidak menampilkan perannya sebagai pengayom. Melindungi jiwa rakyatnya, harta juga martabatnya. Hingga patut saja, apabila muncul pertanyaan “Lantas apa gunanya ada negara jika tujuannya tidak jelas lagi?.

Bangsa ini tengah kehilangan kepercayaan dirinya. Mereka yang disebut sebagai perintah, pun bermain dalam ranah sendiri. Tidak ada gelagat hendak merevolusi diri dan keadaan menjadi lebih baik. Kebersatuan yang saat ini ada, tak lebih pada ikatan-ikatan sejarah yang makin terkoreksi. Apa itu indonesia, bagaimana berindonesia, dan siapa indonesia mandeg hanya pada konsep-konsep textbook, makin terjauh dari diri masing-masing penghuninya.

Negeri ini serupa deretan kode-kode unik yang satu sama lainnya sudah tak mempedulikan lagi. Aktif sendiri-sendiri, tercecer pada tugas terbatas untuk dirinya saja. Masing-masingnya berpotensi tabrakan fungsi, dan bisa memunculkan kerusakan-kerusakan yang terus-menerus. Perlu tilikan yang lebih telaten dan terpadu, agar tabrakan tidak membesar, dan bola salju masalah urung meraksasa, hingga menggilas segala yang ada. Indonesia membutuhkan racikan ulang. Lewat kesadaran-kesadaran baru akan sejarah dirinya, keberagaman, dan daya yang tersimpan dalam jasmani serta rohani. Semuanya demi kelangsungan hidup bersama. Meramu tujuan yang lebih jelas dengan aplikasi yang sungguh-sungguh. Tentang Indonesia yang mengerti dirinya siapa, untuk apa, dan mau kemana.

Usaha dan penantian hari-hari ini adalah menempuh persoalan-persoalan yang membelit. Meneliti kembali segala referensi mengenai keindonesiaan. Indonesia seperti apa yang hendak disajikan kedepan. Sebab cacat produksi sudah dibuktikan oleh beragam sistem pemerintahan. Mereka berlalu, dengan meninggalkan pelajaran-pelajaran serius. Hantaman demi hantaman menghunjam wajah tiap generasi. Tinggal bergulat dengan waktu, siapa yang akan bertahan. Apakah indonesia yang sekarang? yang diliputi oleh kecurangan-kecurangan. Atau indonesia baru, yang berwadah lain, terkoreksi oleh hasil belajar tak henti dari penderitaan-penderitaan. Indonesia tanah air beta, cepat atau lambat akan sampai pada masa peluncurannya. Menata ulang kode-kode, jejak-jejak sejarah serta konsepsi. Menuju final version. Negeri yang disukai Tuhan.

Sudah saatnya menata ulang pecahan-pecahan. Mengaitkan apa yang terpisah, menyerasikan kode-kode keindonesiaan. Decoding Indonesia. Atau keringat yang tercecer di masa lalu, darah yang tumpah demi sebuah mimpi besar tentang nusantara akan menguap begitu saja? Tinggal pilih : bersorak-sorai dalam kegelapan atau bersama merekaulang bangunan negeri merapat pada cahaya? Itu saja.

Jakarta 5 Pebruari 2013
Dapoer Kenduri Cinta

Tweet

Related Posts

  • Sastra dan Tiga Gelombang BISAKAH kitab suci disampaikan tanpa sastra? Adakah kalimat Nabi yang tidak indah? Bagaimana jadinya sembahyang tan
  • Memaknai Revolusi Dalam Maiyah Reportase Mocopat Syafaat 2013 Catatan : Fahmi Agustian HUJAN cukup deras yang mengguyur tanah Jogja pada pertengah
  • Dari Gambang Syafaat Semarang Reportase Gambang Syafaat edisi 25 Januari 2013 Seperti bulan-bulan sebelumnya, Gambang Syafaat bula
  • Reportase Kenduri Cinta Februari 2013; "DECODING INDONESIA RAYA" SETELAH bulan sebelumnya ditiadakan, Jumat malam tanggal 8 Februari 2013 Kenduri Cinta kembali hadir di pelatar
  • Ngaji, Bershalawat, dan Bersyukur Bersama TANGGAL 27 Mei 2013 malam Kiaikanjeng, Progress, dan Jamaah Maiyah dari berbagai kota berkumpul di Rumah Budaya EA
  • Beragam Ampunan Allah (Reportase Maiyahan di Batang Jawa Tengah)    NADA dering handphone saya berbunyi, pertanda kalau ada pesa
Mukaddimah Kenduri Cinta Februari 2013 : "DECODING INDONESIA"
4/ 5
Oleh Admin
Admin Pada Tuesday, February 05, 2013 Komentar
Pejalan Sunyi

Tentang Pejalan Sunyi

Pejalan Sunyi berusaha berbagi apa saja yang bermanfaat. Jika menurut Anda, artikel dalam blog ini bermanfaat, silahkan dibagi, jangan lupa meletakkan link Mukaddimah Kenduri Cinta Februari 2013 : "DECODING INDONESIA" sebagai sumbernya. Tabik!.

Berlanggangan via Surel

Suka dengan artikel di atas? Silahkan berlangganan melalui email untuk mendapatkan artikel terbaru dari Pejalan Sunyi.

Untuk menyisipkan kode pendek, gunakan <i rel="code"> ... KODE ... </i>
Untuk menyisipkan kode panjang, gunakan <i rel="pre"> ... KODE ... </i>
Untuk menyisipkan gambar, gunakan <i rel="image"> ... URL GAMBAR ... </i>

Newer Post Older Post Home
Subscribe to: Post Comments (Atom)
  • Artikel Terbaru
  • Arsip Blog

Artikel Terbaru

  • MENELISIK FUNGSI GADGET DALAM KEGIATAN PEMBELAJARAN
  • PERKEMBANGAN teknologi informasi dan komunikasi adalah ... read more
    Oct 12 2017
  • Kualitas Manusia Pasca Ramadan
  • SUASANA masih cenderung sepi ketika saya tiba di Menturo. ... read more
    Jun 25 2017
  • Tata Cara Pendaftaran Sertifikasi Guru Jalur Prestasi 2017
  • A. Persyaratan Peserta Sertifikasi Guru Guru di bawah ... read more
    Jun 18 2017
  • Pendaftaran Peserta Sertifikasi Guru Tahun 2017 Jalur Prestasi
  • pejalasunyi.id - SERTIFIKASI adalah proses pemberian ... read more
    Jun 18 2017
  • Download PP No. 19 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 74 tahun 2008 Tentang Guru
  • Peraturan Pemerintah (PP) No. 74 Tahun 2008 tentang Guru ... read more
    Jun 12 2017
  • TANYA JAWAB PKB - GURU PEMBELAJAR TAHUN 2017
  • 1. APA YANG DIMAKSUD DENGAN PENGEMBANGAN ... read more
    Jun 08 2017

    Arsip Blog

    • October (1)
    • June (14)
    • May (18)
    • April (2)
    • February (1)
    • January (1)
    • January (1)
    • November (1)
    • August (2)
    • July (2)
    • June (3)
    • May (13)
    • April (26)
    • March (30)
    • February (43)
    • January (50)
    • December (4)

    Resensi Buku

    BH, Emha Yang Gelisah, Emha Yang Bercerita
    Kiai Arief Hasan, Cermin Pengilon Dari Beratkulon
    Menyongsong Era Kecerdasan Baru: Totalitas Inteligensi
    Reformasi PT. Dengkulmu Mlicet
    Sisi Lain Sosok Muhammad SAW
    Tidak, Jibril Tidak Pensiun
    Merenungi Piwulang Kehidupan
    Change Your Soul, Change Your Life!
    MENGOPTIMALKAN KECERDASAN ANAK
    Hidup Sehat ala Saridin, Mati Serius ala Madura
    Guru Profesional Pembina Moral
    Kesadaran Mengambil Jarak

    Kategori

    Anekdot Berita Pendidikan Cerpen Download Esai Guru Menulis Inspirasi Kolom Kolom Cak Nun Kolom Jamaah Maiyah Literasi News Opini Pendataan Pendidikan Puisi Regulasi Reportase Maiyah Resensi Buku Sertifikasi Guru Tentang Maiyah Tips & Trik

    Followers

    Pejalansunyi.id berusaha berbagi informasi yang bermanfaat. Jika ada ide, kritik, atau saran, silahkan hubungi kami dengan kontak berikut. Salam!

    Name Email Address important Content important

    Reportase Maiyah

  • Kualitas Manusia Pasca Ramadan
  • SUASANA masih cenderung sepi ketika saya tiba di Menturo. ... read more
    Jun 25 2017
  • Sastra dan Tiga Gelombang
  • BISAKAH kitab suci disampaikan tanpa sastra? Adakah kalimat ... read more
    Aug 03 2013
  • Ngaji, Bershalawat, dan Bersyukur Bersama
  • TANGGAL 27 Mei 2013 malam Kiaikanjeng, Progress, dan Jamaah ... read more
    Jun 04 2013
  • Mukadimah Kenduri Cinta Mei 2013: “Sumpah Berbisik"
  • Atas nama kemakmuran para penguasa mengklaim keabsahan ... read more
    May 07 2013

    Contact Form

    Name

    Email *

    Message *

    Artikel Random

    Memuat...
    Copyright © 2025 Pejalan Sunyi
    Template by Arlina Design