• Home
  • About
  • Hubungi Kami
  • Privacy Policy
  • Disclaimer
Menu

Pejalan Sunyi

iklan banner
  • Home
  • Daftar Isi
  • News
  • Inspirasi
  • Seputar Guru
    • Regulasi Pendidikan
    • Perangkat Pembelajaran
    • Media Pembelajaran
    • Guru Menulis
    • Sertifikasi Guru
    • Pendataan Pendidikan
  • Tips & Trik
  • Budaya
    • Opini
    • Esai
    • Resensi Buku
    • Cerpen
    • Puisi
    • Anekdot
  • Maiyah
    • Tentang Maiyah
    • Kolom Mbah Nun
    • Kolom Jamaah Maiyah
    • Reportase Maiyah
  • Literasi
  • Download
  • Kirim Artikel

Artikel Populer

  • Kiai Arief Hasan, Cermin Pengilon Dari Beratkulon
  • MENELISIK FUNGSI GADGET DALAM KEGIATAN PEMBELAJARAN
  • Tak Hanya Isi Beha yang Bikin 'Telan Ludah', Omset Jual Beha juga Mampu Membuat Mata Terpana
  • Menjelang Idul Fitri
  • Guru Menulis, Antara Mulia dan Karya
  • Seharusnya Berjudul Celana Dalam
  • JALAN PINTAS

Inspirasi

Pengunjung

Free counters!
top personal sites
top personal sites
Home / Archived For April 2013

Tuesday, April 30, 2013

Maiyahan BI 24/04/2013: Empat Jenis Manusia

Reportase Maiyah
“KALAU soal kepemimpinan budaya, saya kira tidak sukar. Kita bisa ambil dari sangat banyak wacana, cuma apa itu masalahnya di BI? Maka doa saya adalah: Ini yang saya hadapi adalah manusia-manusia BI baru yang mengambil baiknya dari Orba, mengambil baiknya dari Reformasi, manusia-manusia BI baru yang tidak harus merupakan produk dari BI yang sebelum-sebelumnya, karena ada dinamika yang bermacam-macam. Pokoknya ini adalah generasi terbaru yang mengambil yang terbaik untuk bangsa, untuk rakyat, sehingga dia menjadi manusia BI baru sebagaimana sekarang lahir juga manusia-manusia Indonesia baru dari generasi muda yang bukan merupakan produk dari televisi yang kayak gitu, dari koran yang kayak gitu, dari kebudayaan yang kayak gitu, dari berbagai manipulasi agama yang terus-menerus.”

“Agama ini dikapitalisasi nggak karu-karuan. Kata ‘syariat’ pun dikapitalisasi. Kata ‘Al’ jadi jualan laris, kata ‘Gus’ jadi barang dagangan, juga kata ‘wali’ yang menjadi marketable. Gus Dur itu sekarang jadi wali kesepuluh. Jadi langsung loncat dari Sunan Kalijaga ke Gus Dur, tanpa bapaknya dan mbahnya Gus Dur jadi wali. Padahal peristiwa 10 November itu hasil dari resolusi jihad dari Bapak dan Mbahnya Gus Dur. NU besar juga karena yang mendirikan Mbahnya Gus Dur. Sekarang yang jadi wali malah Gus Dur.”

“Itu sudah menjadi komoditas. Yang kemarin nyetiri saya saja sekarang jadi Gus, jadi pejabat tinggi di provinsi. Kemarin dia masih ngambil ban bekas, sekarang sudah jadi Gus. Dan Gus ini nggak bisa dilacak asal-usulnya, dan orang modern tidak peduli apa itu Gus, apa itu kiai, apa itu syekh, habib, maulana. Ini sudah jadi komoditas semua.”

“Kalau saya misalnya mau jadi wali, gampang sekarang ini. Saya tinggal pergi ke travel bureau atau ke televisi. Padahal kan laa ya’riful wali ilal wali. Sekarang jadi laa ya’riful wali ilal travel bureau wa EO. EO itu yang menciptakan Gus Dur jadi wali. Sampai sekarang ini bahkan ada walisongo Jawa Timur. Kalau Walisongo kan ada yang dari Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Sekarang ada Walisongo Jawa Timur, yang dari Walisongo dikurangi 4, kemudian empatnya dicarikan di Jawa Timur. Caranya mencari adalah yang gampang dilewati rute bus travelnya. Mereka bikin wali-wali yang mudah dicapai oleh travel. Itu yang namanya budaya kemiskinan. Orang sudah tidak percaya kepada rizqi Allah. Orang hanya percaya pada apa yang dia ambil, pada apa yang dia curi, apa yang dia mark-up, apa yang dia kolusi, apa yang dia manipulasi.”

“Kalau Sunan Kalijaga kan doanya Allahuma tuhno, Allahuma tekno. Itu wiridannya. Tuhno itu kalau butuh ono, kalau pas butuh ada. Tekno itu kalau entek ono, kalau pas habis ada. Sunan Kalijaga membatasi umatnya di situ. Kamu nggak usah kaya tapi kalau pas butuh, ada. Saya penganut ini. Saya nggak kaya, tapi asal pas saya butuh selalu ada mbuh bagaimana caranya. Butuh di sini bukan hanya uang, tapi juga apa saja. Saya tidak percaya ada kekayaan yang sungguhan, saya tidak percaya ada orang kuat yang sungguhan, saya tidak percaya ada orang sakti.”

“Kalau saya singkat, kebudayaan kita itu luar biasa kayanya. Kita bisa ambil kearifan kepemimpinan dari Jawa, Madura, Sunda, Mandar, Bugis, tinggal ambil yang mana. Kita bisa ambil sedikit dari budaya, sedikit dari agama.”

“Misalnya Pak Harto, dalam memimpin dia cuma pakai dua ilmu, yaitu pranoto mongso dan katuranggan. Pranoto mongso adalah kemampuan untuk membaca musim. Ini dunia sedang begini, negara sedang begitu, cocoknya ikut Uni Soviet atau Amerika atau China, seperti itulah yang dinamakan membaca musim. Pak Harto tidak menggunakan ilmu-ilmu modern tapi dia merasakan dengan ilmu musim. Dari situ dia ambil policy dasar. Untuk menerapkan policy yang sudah ditentukan dengan pranoto mongso tadi, Pak Harto butuh memilih orang. Menteri Penerangan siapa, Menko ini siapa, Direktur BI siapa. Dalam menentukan siapa diletakkan di posisi mana, Pak Harto pakai ilmu katuranggan.”

“Katuranggan itu berasal dari kata turangga, artinya kuda. Jadi, ilmu tentang watak berasal-usul dari pengetahuan para pemelihara kuda terhadap kuda. Kalau orang mempelajari kuda, dia akan melihat berbagai macam watak manusia terdapat pada kuda. Kalau Anda kalau ahli kuda, cukup dengan melihat gambar di lutut depannya saja Anda sudah tahu umurnya berapa, larinya secepat apa, staminanya tinggi apa tidak. Ilmu kuda ini kemudian ditransfer menjadi ilmu tentang watak manusia, katurangganing manungsa.”

“Jadi kalau mau pilih staf, kita mesti mengenal wataknya. Watak ini berdasarkan konfigurasi atau terminologi apa? Kalau dalam pandangan politik, ada empat jenis manusia di setiap lingkungan, yaitu manusia pencetus, manusia pendiri, manusia pemelihara, dan manusia pendobrak.”

“Manusia pencetus adalah manusia yang selalu membicarakan hal-hal baru, selalu gelisah, tapi kerjaannya cuma begitu. Dia digaji untuk itu saja, jangan disuruh tertib di kantor. Begitu sudah mencetuskan ide baru, habis staminanya. Dia adalah bagian mencetuskan. Jangan disuruh mendirikan atau memelihara, karena pasti hancur nanti. Sehebat-hebat pencetus, dia tidak punya keberanian sejarah untuk mendirikan. Dia ada di belakang founding fathers.”

“Manusia pendiri atau perintis adalah manusia-manusia yang berani membangun. Merekalah yang bikin NKRI, bikin ini, bikin itu. Mereka adalah jenis manusia yang mendapat fadhilah dari Tuhan untuk mendirikan. Tapi pendiri juga belum tentu mampu memelihara, maka mayoritas manusia sebenarnya ditakdirkan untuk menjadi manusia pemelihara.”

“Manusia pemelihara nggak ikut berpikir, nggak ikut mencari, nggak ikut mendirikan, tapi begitu sudah ada, dia yang setia memelihara. Pegawai negeri yang di bawah-bawah itu kan biasanya katuranggan pemelihara. Dia rajin, absen pagi dan sore, wataknya pemelihara.”

“Jenis keempat adalah manusia pendobrak. Karakternya hampir mirip dengan manusia jenis pertama, yakni pencetus. Pendobrak ini bagian yang nggak setuju terus. Semua dibantah olehnya. Dia bisanya mengkritisi, tapi giliran disuruh bikin nggak bisa. Dia ini bagian nyacat atau mencela. Ada manusia yang memang oleh Tuhan diijinkan untuk menjadi juru cela. Maka jangan kaget kalau di antara kita ada yang ahli di bagian situ. Selama ini kan yang ahli atau pakar itu kan yang ekspertasinya di wilayah kedua atau ketiga, padahal ekspertasi kan luas. Ada orang yang memang kerjanya nyacat terus ben dino, dan itu bagus untuk kita yang memang ingin dinamis. Orang ini kalau tidak dibayar akan berbahaya bagi masyarakat, jadi mending bayar dia khusus untuk mencela di wilayah tertentu. Di wilayah selain itu, jangan mencela siapa-siapa. Dia punya kecerdasan untuk mencela, tapi dia hanya diperbolehkan mencela di ruang rapat kantor saja lho ya, di luar kantor tidak boleh. Di luar itu dia harus berbudaya.”

“Berbudaya itu mencari yang baik dari yang buruk-buruk. Kalau yang terjadi di masyarakat sekarang kan justru mencari buruk-buruk dari yang baik. Ada orang baik dicari buruknya terus, sementara pekerjaan kebudayaan adalah ada orang seburuk apapun, kita cari baiknya, sampai kita nanti sampai di tahap di mana tidak ada yang tidak indah, tidak ada yang tidak nikmat, tidak ada yang tidak berguna. Ibaratnya dalam musik, tidak ada yang fals.”

“Fals itu tidak ada. Yang ada adalah bunyi tidak terletak di tempatnya bersama harmoninya. Kalau dia diletakkan berjejer dengan yang satu konfigurasi dengan dia, dia nggak fals.Ini kalau seandainya workshop musik, saya tunjukkan kepada Anda. Dia punya konfigurasi harmoni sendiri.”

“Tidak ada yang buruk, tidak ada kecelakaan, tidak ada kerugian dalam hidup ini. Kita pernah mengalami kehancuran saat Orba, Orla, Reformasi, banyak sekali, tapi saya melihat tidak ada masalah. Memang hidup seperti itu. Yang penting kita tahu yang disebut manajemen itu apa. Manajeman itu bukan bagaimana menyusun uang. Kalau saya, manajemen adalah bagaimana tidak punya kerjaan tapi bisa nyekolahke anak-anak. Itu kan manajemen banget. Bagaimana nggak punya gaji tetap tapi bisa survive, itulah manajemen. Nek gajimu sakmene digawe ngene, dudu manajemen iku, tapi kasir.”

“Manajemen itu bagaimana kita tidak punya beras tapi bisa bikin nasi. Kalau dalam Al-Qur’an namanya min haitsu laa yahtasib. Allah memberimu rizqi melalui jalan dan metode yang di luar perhitunganmu. Dan itu adalah jaminan Allah setiap hari kepada orang yang selalu meletakkan hatinya dekat dengan Dia.”

“Saya pribadi bisa mendapatkan cash dari langit. Satu contoh, saya didatangi kiai-kiai tua, ada di antaranya yang sudah 94 tahun usianya. Saya nangis karena nggak punya uang untuk nyangoni, maka saya masuk kamar, wudlu, kemudian sisiran. Di atas lemari saya dapat 40 juta, cash. Hal-hal seperti bisa saja terjadi, tapi syaratnya adalah saya tidak boleh mengambil sedikitpun untuk saya sendiri. Maka saya bagikan semua kepada tamu-tamu saya itu.”

“Tapi orang Indonesia kan nggak percaya sama Tuhan, maka kerjaannya mencuri terus, curang terus. Dia tidak percaya sama begitu banyak kemungkinan rizqi dalam kehidupan. Saya punya sekolahan, lebih banyak daripada yang didirikan oleh Direktur BI. Saya bisa mengadakan forum-forum Padhangmbulan setiap bulan di 6 kota, sekarang sudah 21 tahun, saya biayai sendiri. Dengan massa ratusan atau ribuan, forum-forum saya berlangsung tanpa sponsor, tanpa biaya dari siapa-siapa. Tanpa keamanan, tanpa ijin, dan itu sudah semenjak Orba. Orang datang dari jam delapan malam sampai jam tiga pagi, sampai hari ini. Kemarin di TIM kami sampai jam 03.30, di Jogja tanggal 17 sampai jam 04.00. berlangsung terus-menerus karena min haitsu laa yahtasib.”

“Allah itu bukan milik para ustadz. Allah adalah milik kita semua, Dia sangat dekat sama kita. Dia sangat lucu, penuh humor, sangat penuh kasih-sayang. Dia tidak membutuhkan sopan-santun yang pura-pura.”

“Tentang ilmu katuranggan jelas ya. Itulah kenapa Pak Harto memilih Harmoko untuk menjadi Menteri Penerangan sampai akhir meskipun kita nggak suka. Pak Harto tahu persis bahwa Pak Harmoko adalah tipe pemelihara. Sampai hari ini dia masih memelihara apa yang bisa dia pelihara. Ini saya tanya langsung ke Pak Harto mengapa dia pindah dari Pak Moerdani, padahal Pak Moerdani itu berjasa sama Pak Harto, dia menemukan dukunnya Pak Harto yang ke-39 di Aceh sehingga Benny Moerdani diangkat menjadi Dukun Gajah Putih. Sebelum itu teorinya ada 39 dukun Pak Harto, tapi baru ketemu 38. Saya ketemu dukun-dukunnya Pak Harto di mana-mana.”

“Tentang dukun ini juga ada teorinya sendiri. Dukun itu apa, kiai itu apa. Anda jangan salah sangka bahwa dukun ini pasti jelek dan kiai pasti baik, karena dukun masih bekerja untuk mendapat uang, sementara kiai biasanya nggak kerja tapi dapat uang. Jadi kan masih mending dukun.”[]

Baca selanjutnya di Maiyahan BI 24/04/2013:
Belajar Kepemimpinan dari Lokalitas yang Arif

sumber: www.kenduricinta.com
Admin Pada Tuesday, April 30, 2013 1 Komentar

Reportase Maiyahan di Bank Indonesia 24 April 2013

Reportase Maiyah


RABU, 24 April 2013, Cak Nun diundang sebagai pembicara dalam Program Sekolah Staf dan Pimpinan Bank Indonesia (SESPIBI) Angkatan XXXI Tahun 2013 yang mengangkat tema ‘Menyiapkan Kepemimpinan yang Tangguh dan Inovatif dalam Menghadapi Berbagai Perubahan dan Turbulensi yang Dihadapi Saat Ini’. Secara khusus, Cak Nun diminta untuk membawakan topik Cultural Leadership. Jenjang pendidikan karier tertinggi bagi pejabat Bank Indonesia (BI) ini pesertanya berasal dari kepala-kepala divisi yang akan diangkat ke level direktur. Tahun ini ada 48 peserta, mayoritas berasal dari BI, sebagian yang lain berasal dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan ada satu orang dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Berangkat dari tawaran Cak Nun sebelum acara, sesi yang berlangsung dari pukul 08.30 sampai 11.30 itu dibagi menjadi dua. Satu jam pertama Cak Nun dimohon untuk berlaku sebagai kiai ceret untuk menuangkan pengalaman-pengalaman dan pandangan-pandangan terkait tema. Dua jam setelah itu barulah Cak Nun berlaku sebagai kiai gentong di mana para peserta yang bertindak sebagai subyek utama dalam diskusi, nyidhuk apapun yang mereka ingin ketahui dan pelajari.

“Saya pribadi mengenal Cak Nun sebagai pimpinan dari grup musik yang sangat saya suka, yakni Kiai Kanjeng. BI pernah mengundang Kiai Kanjeng untuk pentas di sini. Di samping itu, Cak Nun juga seorang sastrawan. Banyak sekali tulisan-tulisan Beliau baik berupa puisi maupun dalam bentuk-bentuk lain – kebanyakan dalam bentuk sastra relijius,” ujar moderator memperkenalkan Cak Nun kepada para peserta.

“Banyak sekali pengalaman Cak Nun yang telah terbiasa bergaul dengan berbagai masyarakat dari yang paling bawah sampai yang paling atas. Pengalaman beliau terkait pula dengan kepemimpinan dalam membawa misi-misi budaya, termasuk membentuk grup musik, dan juga membina anak sulungnya untuk menjadi vokalis handal di grup Letto. Silahkan nanti kita tanya apa saja di sesi kedua.”

Bersetia Mentransformasi Rahmat menjadi Barokah

“Moderator kita ini terlalu terbiasa dengan kata benda, padahal yang nomor satu dalam hidup adalah kata kerja. Meskipun kata kerja itu pada tahap-tahap yang berbeda akan sampai juga pada kata benda, tapi sifatnya kehidupan adalah kata kerja,” ujar Cak Nun mengawali sesi pertama.

“Kalau Anda melihat Indonesia sebagai kata benda, Anda akan kebingungan dengan Indonesia Orde Lama, Indonesia Orde Baru, Indonesia Reformasi. Tapi kalau Anda ngomongnya Indonesia itu kata kerja, cara berpikir kita akan menjadi lebih dinamis dan relatif. Semua yang diceritakan tentang Emha tadi itu adalah kata-kata benda yang merupakan samaran-samaran hidup saya. Jadi aslinya saya tidak seperti itu.”

“Yang kedua, saya tidak merasa punya kredibilitas di bidang apapun untuk berada di acara ini bersama Anda semua, tapi saya datang karena etika, karena sopan-santun, karena sudah diundang. Karena saya dianggap bisa ngomong, ya sudah saya ngomong. Bahwa nanti terbukti kalau saya tidak bisa memenuhi apa yang Anda minta, itu salahnya yang ngundang,” ucapan Cak Nun langsung disambut tawa para peserta.

“Nomor tiga, saya sengaja tidak pakai assalamu’alaikum karena saya sudah pekewuh sejak lama sekali sama Tuhan. Selama ini orang-orang Indonesia mengucapkan assalamu’alaikum tapi tidak ada satu pun yang mengerti itu apa. Banyak sekali ucapan assalamu’alaikum di sini, tapi mereka tidak bersungguh-sungguh ber-assalamu’alaikum di antara mereka. Saya lihat Tuhan akhir-akhir ini banyak cemberut karena ini.”

“Anda agaknya agak takut kalau sudah mulai ngomong Tuhan. Maksud saya gini lho, assalamu’alaikum itu kan satu MOU yang diucapkan oleh satu pihak ke pihak lain, dan pihak lain menjawab. MOU ini ada beberapa tahap. Dengan saya mengucapkan assalamu’alaikum kepada Anda, berarti saya menjamin keselamatan Anda di tiga bidang.”

“Yang pertama, hartamu pasti selamat kalau sama saya. Saya tidak akan bikin policy apapun yang akan merugikan hartamu. Yang kedua, martabatmu selamat di hadapan saya. Dan yang ketiga, keselamatan juga untuk nyawamu. Lalu kemudian Anda menjawab dengan wa’alaikumsalam, itu berarti Anda sudah sign MOU di antara kita untuk saling menjaga tiga hal itu.”

“Mohon maaf ini jadi kayak ceramah ustadz. Aslinya ustadz itu tidak ada di Quran, tidak ada di hadits. Ustadz itu karangan kapitalisme. Itu caranya orang untuk cari duit. Sama seperti bank syariah. Seharusnya kalau sudah menjadi bank syariah kan dia bukan lagi bank umum, tapi nyatanya kan ada keduanya – misalkan bank Mandiri ada yang biasa dan ada yang syariah. Jadi ternyata masalahnya bukan prinsip, tapi soal mana yang menguntungkan. Kalau untuk segmen ini pakai syariah, untuk segmen lain pakai yang biasa.”

Cak Nun kemudian menjelaskan tahapan-tahapan dari penjaminan keselamatan yang terkandung dalam ucapan salam. Setelah ‘kontrak’ assalamu’alaikum, ada frasa warrahmatullah, kemudian ada wabarakatuh.

“Tuhan itu kasih Anda rahmat. Dia kasih hidung Anda mancung, kasih rambut Anda tumbuh, kasih Anda tidak perlu mengatur jam berapa Anda kencing, kasih batasan terhadap tinggi badan, kasih batasan pada pertumbuhan gigi. Kalau satu saya dicabut oleh-Nya, Anda sudah sangat kerepotan.”

“Kalau nggak karena Tuhan memberi batas-batas, celakalah hidup manusia. Itulah rahmat. Rahmat bukan hanya berupa limpahan rizqi, tapi juga dalam bentuk batasan-batasan rizqi. Ada orang yang celaka karena ingin melewati batasan itu. Maka Puji Tuhan yang telah membatasi.”

“Rahmat Tuhan ini harus kita manage, harus kita kelola dengan aturan-aturan, dengan sistem-sistem hukum, dengan konstitusi sampai aturan-aturan pemerintah, keputusan presiden, kode etik di berbagai institusi, atau apa saja yang merupakan satu sistem kenegaraan atau kebudayaan atau peradaban, supaya ada transformasi dari rahmat menjadi barokah.”

“Kalau tidak ada pengelolaan, ilmu, dan sistem, maka padi tidak akan pernah menjadi beras, beras tidak akan menjadi nasi, nasi hanya akan berhenti menjadi nasi tanpa pernah jadi nasi gurih, nasi uduk. Itu semua kan butuh ilmu dan sistem pengelolaan.”

“Di antara rahmat dan barokah itu maka diperlukan negara, diperlukan BI, diperlukan sistem banking, diperlukan kesenian, departemen-departemen. Ini disebut ijtihad kalau dalam istilah agama, yaitu daya pikir yang terus-menerus untuk menguak bagaimana padi menjadi beras, menjadi nasi, dan menjadi aplikasi yang bermacam-macam.”

“Itulah kenapa saya bangga menjadi orang Indonesia, karena orang Indonesia merupakan satu-satunya negara, bangsa, etnik, yang punya kosa-kata detil mengenai beras. Kalau Bahasa Inggris hanya mengenal beras dalam kata rice, kita menyebutnya sebagai padi atau pari ketika masih di sawah, gabah ketika sudah dipanen, beras ketika sudah digiling, dan nasi atau sego ketika sudah dimasak. Itu kan karena kebudayaan kita jauh lebih tua dan jauh lebih matang daripada kebudayaan mereka.”

“Kembali ke konsep rahmat dan barokah, menurut saya BI adalah pemimpin transformasi dari padi ke beras, dari beras ke nasi. Wah kalau langsung ke BI agak tidak enak juga saya, karena kalau ngomong BI kita bisa ke mana-mana, bisa ke Neolib, bisa ke IMF, Briggs. Saya nggak enak, dan saya nggak akan menyalahkan siapa-siapa kok. Saya cinta sama bangsa Indonesia dan saya maklum kalau presiden bilang kekayaannya ada 9 M. Nggak apa-apa, karena kebohongan kan tidak bisa dihindarkan di Indonesia ini.”

“Bebek Slamet juga bakal ketawa kalau dengar presiden kita kekayaannya cuma 9 M, wong Bebek Slamet saja puluhan milyar. Cuma kan nggak bisa nggak bohong kalau di Indonesia. Indonesia bukan tanah yang subur untuk kejujuran. Gimana mau nggak bohong, nanti orang lain yang bohongin kita. Gimana mau nggak curang, dia curang sama kita kok. Kenapa harus berbuat baik ke mereka, mereka saja nggak berbuat baik ke kita. Jadi di Indonesia ini saya sangat maklum kalau ada banyak orang korupsi, membunuh, karena mereka memang tidak aman di sini.”

“Mau berbuat baik nggak aman, agama dieksploitasi, dan budaya kemiskinan kita sangat tinggi. Orang-orang kaya itu sangat punya budaya dan mental kemiskinan. Budaya kemiskinan itu artinya orang yang sangat tergantung kepada keamanan materi. Kalau saya kan orang agak kaya, artinya saya nggak jelas punya uang berapa, bisa makan atau tidak, anak saya sekolahnya gimana, itu benar-benar urusan dinamis setiap hari. Bisa apa nggak, saya nggak tahu. Karena saya kaya raya, wis matek urip babah lah.”

“Kebanyakan orang kan nggak punya keberanian untuk seperti itu, maka mereka terus memastikan laba sebanyak-banyaknya dengan modal sekecil-kecilnya, maka mereka pakai ideologi kapitalisme dan seterusnya.”

“Kembali ke assalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh saya kira halangan kita sekarang ini adalah kita terus bertengkar di antara rahmat dan barokah. Nggak ada sistem yang kita sepakati. Ganti-ganti terus dari Orla ke Orba, ganti lagi di Reformasi. Kita tahun 2014 akan mengalami perubahan-perubahan lagi. Para investor di seluruh dunia juga sudah siap-siap karena dianggap akan ada renasionalisasi aset-aset negara, seperti misalnya ada regulasi yang melarang ekspor bahan mentah. Akan ada perubahan-perubahan besar dan yang disangka melakukan perubahan itu adalah salah seorang mantu mantan presiden, padahal bukan dia. Akan ada orang lain yang melakukan hal-hal itu. Ini pokoknya dunia sedang berspekulasi. Kalau saya kembalikan ke BI, saya kira BI adalah pemimpin transformasi rahmat supaya jadi barokah, sebab banyak rahmat tidak menjadi barokah.”

“Bedanya rahmat dan barokah itu teori universalnya seperti ini: hujan itu rahmat karena dia tidak memilih pada siapa dia datang. Siapa saja yang ke luar ruangan, dia kehujanan.Tuhan ini nggak milih, orang yang korupsi tidak dikenai hujan. Rahmat itu dikasih Tuhan ke siapa saja.Maling ya dikasih rahmat. Siapa saja.”

“Uang curian untuk beli soto itu ya tetap enak sotonya, karena sifatnya sifat rahmat. Kalau barokah itu sesuatu yang telah diregulasi dengan kemauan-kemauan dan aturan-aturan Tuhan. Maka, orang kaya bisa bangkrut kalau urusannya barokah. Sementara orang yang tidak kaya-kaya amat bisa lancar hidupnya.”

“Menurut saya BI adalah ujung tombak dari pengaturan lalu-lintas rizqi dari rahmat Allah itu supaya menjadi barokah bagi seluruh bangsa Indonesia.”[]

Silahkan baca lanjutannya di Maiyahan BI 24/04/2013: Empat Jenis Manusia

Sumber : www.kenduricinta.com
Admin Pada Tuesday, April 30, 2013 Komentar

Monday, April 29, 2013

Daftar Nama (longlist) Peserta Sertifikasi Guru PAI SD/SMP/SMA/SMK Tahun 2013

Sertifikasi Guru
Longlist Peserta Sertifikasi GPAI Tahun 2013
INFORMASI bagi Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) SD, SMP, SMA, dan SMK yang belum memiliki sertifikat pendidik. Beberapa waktu lalu, Kementrian Agama RI melalui Dirjen Pendidikan Islam telah meluncurkan Longlist Calon Peserta Sertifikasi Guru PAI tahun 2013, setelah sebelumnya meluncurkan Longlist Calon Peserta Sertifikasi Guru Madrasah 2013.

Berdasarkan surat tertanggal 23 April 2013 yang ditujukan kepada Kanwil Kementrian Agama Propinsi, bahwa telah diluncurkan Daftar Nama Calon Peserta Sertifikasi (Longlist) Guru PAI SD/SMP/SMA/SMK/Pengawas Program Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) Tahun 2013 dan Pendidikan Profesi Guru (PPG) yang akan diprogramkan Tahun 2014.

Daftar Nama (longlist) tersebut adalah hasil updating data tahun 2013, didistribusikan ke Kabupaten/Kota untuk diverifikasi dan dilengkapi.

Adapun mekanisme untuk penyempurnaan data adalah sbb:
  1. Jika terdapat kesalahan data seperti yang tercantum pada Longlist, maka harus ditulis kembali sesuai dengan nomor urutnya dan perbaikannya diberi tanda.
  2. Bagi guru yang belum tercantum dalam longlist, maka harus dibuat pengusulan secara terpisah sesuai dengan form 1.
  3. Bagi Guru Honorer/Non PNS yang bertugas di sekolah umum negeri, harus dipastikan yang bersangkutan memiliki SK dari Dinas Pendidikan/Pemerintah Daerah setempat..
  4. Bagi nama yang telah tercantum dalam longlist, harus diperhatikan validitas NUPTK-nya (NUPTK terdiri-dari 16 digit).
Yang perlu menjadi perhatian, Validasi Data Longlist sudah harus diterima paling lambat Hari Jum'at, 3 Mei 2013.  Jika validasi data tidak dikirimkan tepat waktu, akan berakibat berkurangnya kuota peserta sertifikasi bagi daerah yang bersangkutan.

Khusus untuk Daerah Jawa Timur, silahkan Download Daftar Nama (Longlist) Peserta Sertifikasi GPAI 2013 Jatim.XLSX. File yang semula PDF dengan urutan berdasarkan nomor urut peserta, saya konversi menjadi File Excell dan telah saya kumpulkan sesuai dengan kabupaten masing-masing.

Untuk daerah selain Jawa Timur, silahkan download dari website langsung. File masih berupa PDF dengan tampilan berdasar nomor urut, tidak terkumpul berdasarkan Kabupaten/Kota. Untuk Download klik pada link berikut:

Surat Edaran Longlist Calon Peserta Sertifikasi Tahun 2013
Provinsi Aceh
Provinsi Sumatera Utara
Provinsi Sumatera Selatan
Provinsi Sumatera Barat
Provinsi Lampung
Provinsi Bangka Belitung
Provinsi Bengkulu
Provinsi Jambi
Provinsi Riau
Provinsi Kepulauan Riau
Provinsi Banten
Provinsi DKI Jakarta
Provinsi Jawa Barat
Provinsi Jawa Tengah
Provinsi Jawa Timur Format PDF
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Provinsi Bali
Provinsi Kalimantan Barat
Provinsi Kalimantan Tengah
Provinsi Kalimantan Timur
Provinsi Kalimantan Selatan
Provinsi Nusa Tenggara Barat
Provinsi Nusa Tenggara Timur
Provinsi Sulawesi Barat
Provinsi Sulawesi Selatan
Provinsi Sulawesi Tengah
Provinsi Sulawesi Tenggara
Provinsi Sulawesi Utara
Provinsi Gorontalo
Provinsi Maluku
Provinsi Maluku Utara
Provinsi Papua Barat
Provinsi Papua

Kalau ada yang kurang jelas, silahkan tanya di kolom komentar. Semoga Bermanfaat.[]
Sumber : pendis.kemenag.go.id

Admin Pada Monday, April 29, 2013 1 Komentar

Friday, April 26, 2013

DAFTAR GAJI PNS TAHUN 2013

Berita Pendidikan
MENJADI Pegawai Negeri Sipil ternyata masih menjadi impian sebagian besar orang. Hal itu dibuktikan dengan animo masyarakat yang kian membludak ketika pendaftaran CPNS mulai dibuka. Bahkan tak jarang, hanya karena ingin menjadi PNS, banyak jalan ditempuh agar bisa diterima menjadi aparatur pemerintah, baik dengan jalan normal atau jalan tidak normal dengan mengeluarkan rupiah hingga berlipat-lipat.

Banyak hal memang yang membuat seseorang ingin menjadi Pegawai Negeri. Disamping gaji yang selalu naik dalam beberapa tahun terakhir, mungkin yang juga menjadi daya tarik adalah adanya jaminan kehidupan di hari tua berupa uang pensiun, bahkan ketika si Pegawai Negri ini sudah mangkat. Maka, jika Anda adalah Pegawai Negeri dan tak mensyukuri keadaan itu, dosa Anda mungkin berkali lipat. Ditengah kelimpungan manusia yang tak memiliki kepastian rezeki tiap bulan, bahkan tiap harinya, rezeki Anda sudah jelas tinggal menunggu tanggal muda.

Berikut ini kami tampilkan Gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) Tahun 2013, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 22 Tahun 2013 Tentang Perubahan Kelima Belas Atas Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1977 Tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil. Perlu diketahui, Peraturan Pemerintah tersebut ditetapkan di Jakarta, tanggal 11 April 2013 dan pemberlakuan gaji mulai 1 Januari 2013. Karena PP sudah dikeluarkan, maka bulan mei yang sudah di depan mata, para PNS kemungkinan besar akan menerima kenaikan gaji, disusul rapelan per januari 2013.

Gaji PNS 2013 :

  1. Golongan I A Gaji Terendah: Rp. 1.323.000,-  Gaji Tertinggi : Rp. 1.979.900,-
  2. Golongan I B Gaji Terendah: Rp. 1.444.800,-  Gaji Tertinggi : Rp. 2.096.100,-
  3. Golongan I C Gaji Terendah: Rp. 1.505.900,-  Gaji Tertinggi : Rp. 2.184.800,-
  4. Golongan I D Gaji Terendah: Rp. 1.569.600,-  Gaji Tertinggi : Rp. 2.277.200,-
  5. Golongan II A Gaji Terendah: Rp. 1.714.100,-  Gaji Tertinggi : Rp. 2.859.500,-
  6. Golongan II B Gaji Terendah: Rp. 1.871.900,-  Gaji Tertinggi : Rp. 2.980.500,-
  7. Golongan II C Gaji Terendah: Rp. 1.951.100,-  Gaji Tertinggi : Rp. 3.106.600,-
  8. Golongan II D Gaji Terendah: Rp. 2.033.600,-  Gaji Tertinggi : Rp. 3.238.000,-
  9. Golongan III A Gaji Terendah: Rp. 2.186.400,-  Gaji Tertinggi : Rp. 3.590.900,-
  10. Golongan III B Gaji Terendah: Rp. 2.278.900,-  Gaji Tertinggi : Rp. 3.742.800,-
  11. Golongan III C Gaji Terendah: Rp. 2.375.300,-  Gaji Tertinggi : Rp. 3.901.400,-
  12. Golongan III D Gaji Terendah: Rp. 2.475.700,-  Gaji Tertinggi : Rp. 4.066.100,-
  13. Golongan IV A Gaji Terendah: Rp. 2.580.500,-  Gaji Tertinggi : Rp. 4.238.100,-
  14. Golongan IV B Gaji Terendah: Rp. 2.689.600,-  Gaji Tertinggi : Rp. 4.417.400,-
  15. Golongan IV C Gaji Terendah: Rp. 2.803.400,-  Gaji Tertinggi : Rp. 4.604.200,-
  16. Golongan IV D Gaji Terendah: Rp. 2.922.000,-  Gaji Tertinggi : Rp. 4.799.000,-
  17. Golongan IV E Gaji Terendah: Rp. 3.045.600,-  Gaji Tertinggi : Rp. 5.002.000,-
Admin Pada Friday, April 26, 2013 1 Komentar

Tuesday, April 23, 2013

 MEKANISME PEMBAYARAN SUBSIDI TUNJANGAN FUNGSIONAL TAHUN 2013

MEKANISME PEMBAYARAN SUBSIDI TUNJANGAN FUNGSIONAL TAHUN 2013

Sertifikasi Guru
A. Penetapan dan Pendistribusian Kuota
  1. Pemerintah menentukan kuota nasional tahun 2013 sebagai berikut : Direktorat Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P2TK) PAUDNI sebanyak 83.642 orang, Direktorat P2TK Dikdas sebanyak 196.529 orang, dan Direktorat P2TK Dikmen sebanyak 41.603 orang. Kuota nasional akan didistribusikan menjadi kuota provinsi berdasarkan proporsi kuota tahun 2013. Kuota per provinsi terdapat pada lampiran 1.
  2. Untuk Direktorat P2TK Dikdas, Dinas pendidikan kabupaten/kota berkompetisi untuk mendapatkan kuota provinsi berdasarkan data yang masuk dalam data dapodik. Semakin banyak data yang disediakan oleh kabupaten/kota, akan semakin banyak kuota yang diperoleh. Jika Provinsi tidak dapat memenuhi kuota melalui dapodik, maka kuota tersebut akan dialokasikan ke provinsi lain yang dapat memenuhi syarat melalui dapodik sehingga seluruh kuota nasional dapat dipenuhi.
  3. Pengusulan calon penerima STF dilakukan oleh dinas pendidikan kab/kota melalui Dinas Pendidikan Provinsi. Namun demikian, Direktorat P2TK terkait punya kewenangan untuk menentukan calon jika ada kuota yang tersisa dari provinsi yang tidak dapat memenuhi kuotanya.
B. Mekanisme Pelaksanaan Pembayaran Subsidi Tunjangan Fungsional
  1. Pemerintah menentukan kuota dan calon penerima subsidi tunjangan fungsional berdasarkan data penerima subsidi tunjangan fungsional tahun anggaran 2012 untuk masing- masing provinsi sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dalam panduan pelaksanaan ini, di masing-masing Direktorat P2TK terkait.
  2. Kuota sebagaimana dimaksud pada angka 1 dikirimkan ke provinsi untuk disosialisasikan ke kabupaten/kota.
  3. Kabupaten/kota menentukan guru yang diusulkan sesuai dengan kuota dan kriteria yang telah ditetapkan dalam panduan pelaksanaan ini paling lambat akhir bulan Maret tahun 2013 dengan menggunakan format pada lampiran 2.
  4. Data usulan dari Dinas Pendidikan kabupaten/kota ke Provinsi paling lambat minggu pertama bulan April tahun 2013. Data usulan dari Dinas Pendidikan Provinsi diterima oleh Direktorat P2TK terkait paling lambat minggu kedua bulan April tahun 2013 dengan menggunakan format pada lampiran 2. Sedangkan untuk Direktorat P2TK Dikdas, kompetisi kuota dari kabupaten/kota ditutup minggu kedua bulan April tahun 2013.
  5. Penentuan skala prioritas penerima subsidi tunjangan fungsional berdasarkan masa kerja dan usia.
  6. Perbaikan data usulan dari Dinas Pendidikan Provinsi paling lambat akhir Mei tahun 2013.
  7. Khusus untuk Direktorat P2TK Dikdas, sebelum penerbitan SK STF, guru dapat melihat kelengkapan data dan atau persyaratan untuk menerima STF pada situs www.kemdikbud.go.id. Jika ada persyaratan yang kurang, Guru dapat melengkapi melalui sistem dapodik di sekolah masing-masing.
  8. Direktorat P2TK terkait menerbitkan SK penerima subsidi tunjangan fungsional bagi guru calon penerima subsidi tunjangan fungsional yang memenuhi syarat satu kali dalam satu tahun.
  9. Berdasarkan SK penerima STF, Direktorat P2TK terkait menyiapkan berkas SPP dan SPM untuk diajukan ke Kantor Perbendaharaan Kas Negara (KPPN). Untuk pembayaran tahap 1 dilaksanakan paling lambat akhir bulan Juli tahun 2013, sedangkan untuk pembayaran tahap 2 dilaksanakan paling lambat minggu kedua bulan Desember tahun 2013.
  10. KPPN menelaah dan menerbitkan surat perintah pencairan dana (SP2D). Selanjutkan SP2D tersebut dikirimkan ke Direktorat P2TK terkait sebagai Bukti Penyaluran dana.
  11. KPPN melalui Bank Operasionalnya mentransfer dana STF kepada rekening masing-masing guru sesuai dengan yang tertera dalam SK.
  12. Apabila terjadi kesalahan data yang menyebabkan terjadinya retur, maka akan diselesaikan sesuai peraturan perundang-undangan.
  13. Monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan pembayaran subsidi tunjangan fungsional dilakukan pada periode antara bulan Mei sampai Desember tahun berjalan dengan berkoordinasi dengan stakeholder terkait.[]
Admin Pada Tuesday, April 23, 2013 Komentar

Data Valid, tapi Kok Tak Dapat Tunjangan Fungsional?

Sertifikasi Guru
BEBERAPA waktu lalu, saya posting Daftar Penerima Aneka Tunjangan, baik Penerima Tunjangan Fungsional (TF), Tunjangan Kualifikasi Akademik S1, maupun Tunjangan Daerah Khusus untuk Daerah Jawa Timur. Sekali lagi perlu diketahui, Daftar Penerima SK itu bersumber dari Blog Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Timur. Kalau kemudian ada yang percaya, setengah percaya, atau bahkan tak percaya sama sekali, seratus persen itu urusan panjenengan.

Kriteria Penerima TFG

Lantas banyak yang bertanya. Ketika statusnya "sudah SK", bagaimana proses pencairannya? Kira-kira kapan dana bisa dicairkan? atau pertanyaan lain, saya operator yang kebetulan masih GTT, saya telah entri semua data guru, hampir rata-rata valid, termasuk data saya yang GTT juga sudah memenuhi syarat 24 jam, dsb. Tapi mengapa saya kok tidak masuk Daftar SK Penerima Tunjangan Fungsional?
Perlu diketahui, bahwa yang mengusulkan Aneka Tunjangan (Selain TPP) adalah Operator Kabupaten yang datanya diambil dari DAPODIK yang dientrikan oleh Operator Sekolah (OPS). Yang juga perlu dipahami, untuk Tunjangan Fungsional ini dibatasi kuota masing-masing kabupaten. Jadi meskipun data yang dientry oleh Operator Sekolah adalah valid dan memenuhi syarat, tapi ketika tidak diusulkan Operator Kabupaten karena terbatasnya kuota, ya bisa dipastikan tidak akan mendapatkan tunjangan. Jadi, jangan serta merta menyalahkan Operator Sekolah. Pengusulan untuk tunjangan fungsional ini juga sudah ditutup beberapa bulan yang lalu.
Terkait hal tersebut diatas, silahkan baca Mekanisme Pembayaran Tunjangan Fungsional Bagi Guru Bukan Pegawai Negeri Tahun 2013.

Perlu diketahui juga, Petunjuk Tekhnis Pemberian Tunjangan Fungsional Bagi Guru Bukan Pegawai Negeri Tahun 2013, menyebutkan bahwa:
Pada tahun 2013, penyaluran subsidi tunjangan fungsional bagi guru bukan PNS jenjang TK/TKLB dibayarkan melalui Direktorat Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P2TK) PAUDNI, bagi guru jenjang SD/SDLB, SMP/SMPLB, dan SLB dibayarkan melalui Direktorat P2TK Dikdas, dan bagi guru jenjang SMA/SMK dibayarkan melalui Direktorat P2TK Dikmen yang dananya dialokasikan dalam DIPA Direktorat masing-masing pada tahun anggaran 2013.

Mulai tahun 2013, mekanisme yang digunakan untuk pelaksanaan pembayaran subsidi tunjangan fungsional tidak hanya dilakukan melalui secara manual seperti tahun lalu tetapi juga dengan sistemdigital (dapodik). Pemberkasan dengan cara sistem digital dilakukan secara online melalui dapodik yang harus diisi dan diperbarui (updated) secara terus menerus oleh guru di sekolah masing-masing.
Besaran STF sebesar Rp. 300.000,- (tiga ratus ribu rupiah) per orang per bulan, dan dikenakan pajak penghasilan berdasarkan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.

Kriteria guru penerima STF adalah sebagai berikut:
  1. Guru bukan pegawai negeri sipil (GBPNS) yang diangkat sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan mengajar pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat dan dibuktikan dengan Surat Keputusan Pengangkatan yang diterbitkan oleh penyelenggara pendidikan;
  2. Memenuhi kewajiban melaksanakan tugas paling sedikit 24 jam tatap muka per-minggu dan dibuktikan dalam sistem data pokok pendidikan (Dapodik) atau melalui surat keterangan dari kepala sekolah dan telah diverifikasi/disahkan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota/Provinsi;
  3. Guru dalam jabatan yang berkualiafikasi minimal S-1/D-IV atau Guru dalam jabatan yang sedang mendapat kesempatan peningkatan kualifikasi akademik ke S-1/D-IV.
  4. Memiliki nomor unik pendidik dan tenaga kependidikan (NUPTK).
  5. Guru yang belum mendapat tunjangan profesi.
  6. Tidak merangkap sebagai eksekutif, yudikatif, atau legislatif.
Semoga Bermanfaat.[]
Admin Pada Tuesday, April 23, 2013 Komentar

MAIYAH HONGKONG: Menemukan Ketepatan Bersedekah

Reportase Maiyah


Lanjutan dari MAIYAH HONGKONG: Bikin Meja, Bukan Pidato Tentang Gergaji

DALAM kesempatan itu juga mereka ngobrol urusan sedekah, soal Dompet Dhuafa atau badan lain yang menghimpun sedekah dari orang-orang untuk disalurkan kepada yang berhak menerima.

“Logikanya di sini TKW bekerja, tapi mereka (Dompet Dhuafa) tinggal di tempat yang lebih enak daripada yang memberi sedekah di sini,” kata Mbak Via.

“Itu dari uangmu bekerja setengah mati. Bukannya kita tidak mau sedekah, tapi orang sedekah itu kan ada kualitasnya, ada mutunya. Kamu ngasih 1 juta kepada orang yang punya uang 10 juta, ya nggak ada gunanya. Tapi kamu ngasih sepuluh ribu saja kepada orang yang pas nggak bisa makan, itu manfaatnya ribuan kali lipat. Nah kamu bisa menemukan ketepatan seperti itu.”

“Kalau kamu serahkan kepada mereka, siapa yang menjamin kualitas sedekahmu? Siapa yang menjamin bahwa uangmu akan disampaikan kepada 8 asnaf? Jadi kalau misalnya saya diberi hak untuk menentukan apakah harus ngasih sedekah ke Dompet Dhuafa atau tidak, saya bilang: Jangan. Wis kalian mau wakaf sama siapa, orang yang kamu percaya di kampungmu. Kalau kamu kasih tanah atau bangun masjid untuk PKS, nanti malah direbut sama LDII, sama Persis – nah malah jadi bahan pertengkaran. Kalau kamu belum menemukan 8 asnaf yang tepat menurut hitunganmu sendiri, kamu simpan dulu uangnya. Bikin 2 rekening, satu untuk menghimpun rencana infaq, satu untuk keluarga atau pribadi.”

Mbak Via menceritakan mekanisme yang dijalankan salah satu ustadz yang cukup terkenal dengan metode sedekah-nya. Kalau ingin naik haji nggak punya duit, disuruh menyerahkan yang mereka punyai, nanti diganti berlipat-lipat. Itu langsung mengisi formulir. Ada yang menyerahkan kunci mobil juga.

“Itu kan saking gobloknya orang Indonesia. Gitu itu kan orang nggak punya harga diri. Masak saya kasih nasihat ke Anda, kalau di Indonesia itu banyak orang miskin, terus Anda ngasih uang ke saya untuk saya kasih ke mereka. Saru toh. Selama ini kan saya selalu mempertemukan orang yang butuh kepada orang yang bisa memenuhi. Itu berlaku di segala bidang, apa itu urusan orang kecil, apa itu soal kerjaan, soal aset, soal apa saja – dan saya tidak pernah mau terlibat dalam transaksi. Ini saya cuma mempertemukan urusan kalian, setelah itu kalian bersyukur, berterima kasih, terus nraktir saya, wis ra popolah nraktir wae, tapi dengan rasa syukur. Dan saya tidak mau meremehkan Tuhan. Tuhan pasti kasih rizqi saya wong saya berbuat baik kok. Saya tidak akan moroti perbuatan baik itu untuk kepentingan ekonomi.Masak perbuatan baik saya sendiri tak poroti, tak cari duitnya sendiri, iku kan ngisin-isini.”

Mbak Ning berkomentar, “Dadi kuwi wong pinter sing kepinterane untuk minteri wong bodho.”

“Nah, kuwi kunci yo Dik, kowe entuk dadi wong pinter ning ra entuk minteri. Kowe entuk dadi wong ayu ning ra entuk kemayu. Kowe iso dadi kuat ning ojo nguati wong. Kowe entuk dadi wong gedhe, mung ora entuk nggedheni wong. Kuwi kunci.”

“Kalau saya digedheni sopo-sopo, sopo wae tak lawan. Pak Harto kuwi wong gedhe, tapi ra usah nggedheni aku. Ngko kowe nek nggedheni aku, tak duduhke nek aku yo gedhe. Wong aku ra tau nggedheni sopo-sopo. Kalau menjalankan kebiasaan orang besar,kan harusnya aku nggak di sini, di sekretariat ini. Tahun 1987 jadi menteri, tahun 1998 jadi presiden, itu kalau saya mau. Nek aku gelem ngono-ngono iku yo iso wae.”

“Saya ke sini ini karena kasih sayang, aku nduwe anak sak mono kae rek, nyambut gawe temenan ning luar negeri, ndhek negarane dhewe dianggep TKW, dianggap orang rendah. TKW ini padahal orang yang berani hidup, tidak merepoti APBN, tidak nuntut pemerintah untuk ngasih kerjaan, dan tidak marah lagi sama pemerintah.”

Problematika Para TKI/TKW
“Tapi kami di sini juga sering demo, Cak. Suatu contoh untuk masalah KTKLN (Kartu Tanda Kerja Luar Negeri), terus juga dulu waktu ada diskriminasi di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta.”

“Itu karena ingin moroti kalian. Jadi ditampung, iwak lemu-lemu mengko diperes, iku lak bajingan. Sekarang masih ada? Kalian itu dengan menteri sama haknya, dengan presiden sama haknya, urusan passportnya sah apa tidak, titik itu saja. Memenuhi aturan ketenagakerjaan atau tidak, itu thok kok. Kok pakai dibedakan kalau TKW.”

“Seperti saya kan diwajibkan bikin KTKLN. Waktu saya pulang dulu katanya wajib, tapi saya tanpa KTKLN kok bisa masuk. Ini berarti peraturannya kan belum jalan. Kalau memang kayak Hongkong, kalau memang iya ya iya, kalau memang tidak, semuanya tidak kan begitu. Saya dulu aman-aman saja, terus ada teman yang tidak bisa terbang. Ada yang dari Surabaya tidak bisa terbang. Dua minggu yang lalu saya dari Indonesia, sengaja saya nggak bikin KTKLN, di check in sama Garuda, giliran masuk ke Imigrasi nggak bisa karena harus ada Kartu Kerja Luar Negeri. Akhirnya suruh bikin kan, saya oke, karena disitu ada fasilitas bikin KTKLN. Katanya langsung jadi di airport, saya kesitu, kantor tutup. Ada pegawainya katanya disuruh bikin entah dimana, kantor mana. Berarti kan harus besok, padahal saat itu kita harus terbang, pegawainya cuma ngasih kertas berisi alamat kantor di mana kami bisa ngurus. Dan jawabnya, ‘Sekarang sudah malam, saya mau tidur’.”

“Itu kantor KTKLN dibuat untuk apa? Akhirnya saya masuk ke bagian Imigrasi, saya check in, saya lapor, mohon maaf karena di bandara sini tidak menyediakan fasilitas KTKLN yang sesuai dengan diberitakan di Hongkong bahwa di bandara ada pembuatan KTKLN. Ternyata kan tidak bisa, dan kalau saya terlambat terbang apakah mereka mau tanggung jawab? Akhirnya saya dibawa ke kantor, saya mohon maaf karena memang belum bikin.”

“Waktu pulang saya sempit dan beritanya gratis bikin KTKLN. Kenyataannya, teman-teman saya survey, ada yang habis 600 ribu, 300 ribu. Sudah perjalanan jauh, libur cuma sebentar, 2 hari, untuk bikin KTKLN saja sudah 2 hari, 1 hari nunggu seharian, kan sia-sia waktu, akhirnya saya bilang, oke sekarang di Hongkong ada fasilitas bikin KTKLN, kalau memang ada seorang TKW yang belum bikin KTKLN dengan tujuannya Hongkong, mohon diberitahukan di Hongkong itu bisa bikin KTKLN, saya di-stempel Mbak.”

“Terus dia bilang, oke ini saya kasih kalau Anda pulang lagi ke Indonesia berangkat harus punya KTKLN. Setelah sampai sini saya bicara sama anak-anak, coba ini diperhatikan untuk masalah KTKLN, kalau sudah masuk ke kantor Imigrasi, berarti pemerintah sudah serius dan kita wajib mentaati. Kalau dulu kan di bagian check in, Imigrasi nggak peduli ada KTKLN atau tidak, tidak pernah ditanyakan. Nah kalau sekarang ditanyakan berarti peraturannya sudah bener-bener berlaku. Kalau dulu kan waktu check in, ada yang ditanyakan, ada yang tidak. Dulu pernah teman tak suruh lawan juga ke pegawai check in-nya kalau sampeyan bisa kasih uang 1 juta bisa masuk lho, bilang begitu, lalu saya bilang oke saya bisa kasih 1 juta tapi keluarkan KTKLN, kan nggak bisa. Lah kalau memang saya bisa kasih uang 1 juta bisa masuk, kenapa saya harus kasih. Saya nggak kasih pun berarti bisa masuk, nggak ada KTKLN toh.”

“Kalau sekarang, untuk yang baru-baru, biasanya dari PT-nya sudah ada KTKLN. Yang ingin kita usulkan itu, KTKLN tidak hanya untuk masa 2 tahun. Masak setiap 2 tahun bikin, harus bayar lagi. Kalau memang kerja di sini dan masih kerja di Hongkong, berarti dia sudah punya asuransi, karena persyaratannya itu katanya alasannya karena asuransi. Kalau bikin di Indonesia itu memang beli 170.000 yang untuk 1 tahun, 350.000 yang untuk 2 tahun, nahkalau untuk yang masih kerja di Hongkong, itu kan berarti pemerintah Hongkong majikannya yang sudah nanggung asuransinya.”

“Kemarin ada kejadian anak Banyuwangi, transit Jakarta, lalu Hongkong. Di Jakarta, KTKLN-nya habis masa berlakunya, nggak bisa masuk. Yang kita bingung, untuk apa sih kantor pembikinan KTKLN di bandara berapa meter itu lokasinya, berapa duit sewanya, kenapa nggak bisa kasih fasilitas, tahu penerbangan ke luar negeri tidak hanya siang saja, malam juga ada penerbangan, berarti harus buka 24 jam dan siap untuk membikin KTKLN. Itu malah dikasih alamat saja karena sudah malam dan petugasnya mau tidur. Mereka tutup pintu. Dulu waktu kejadian di Terminal 3 juga begitu. Harus lewat terminal 3. Yang kasihan itu yang dari Arab, yang tidak tahu dunia luar. Saya sendiri menilai, kalau memang di Hongkong itu enak karena undang-undangnya dari Indonesia, itu salah. Justru dari pemerintah Hongkong-nya sendiri yang bagus, yang menjadikan kita nyaman disini, karena kalau memang pemerintah Indonesia-nya yang bagus, harusnya seluruhnya yang ada TKW/TKI harus bagus. Di sini aturannya seimbang, kalau kita mutus kerja secara langsung pun, kita bayar majikan 1 bulan, begitupun majikan kalau mutus kerja secara langsung pun, dia harus bayar kita tunai 1 bulan.”

Mbak Ning bercerita panjang lebar mengenai contoh-contoh riil persoalan yang dihadapi para TKI.

“Di Indonesia, setiap yang ingin jadi pemerintah itu ingin merampok – dari presiden sampai bupati. Pikirane mung pengen ngrampok, piye carane korupsi-korupsi. Terus rakyat kalau ada rampok, kan bisanya ngemis. Sekarang pengemis kan njaluk-njaluk nganggo proposal, njaluksumbangan, pesantren kabeh njaluk sumbangan. Apa yang ingin dipelajari oleh pengemis, kepengin ikut merampok. Jadi rakyat sekarang itu cita-citanya bagaimana cara untuk bisa ikut merampok. Maka dari itu, kita harus melindungi betul keluarga kita, harus kita bangun sebagai manusia.”

“Saran saya, Anda mau pengajian apa saja, mau Az-Zahra, mau apa saja, nggak ada masalah, bagus semua. Saya mendukung semuanya. Cuma saya mewanti-wanti : kalian ini tenaga kerja,ngerti kalau kalian ini majikan sementara ustadz yang kalian datangkan – kalau dia pasang tarif – berarti dia buruh. Buruh harus manut. Carane manut : ayo digawe apik, iku jamaahmu dijak runding, kita sekarang punya masalah apa, dirumuskan bersama. misalnya ada 10 poin atau 20. Kita undang orang Indonesia yang bisa njawab itu – terserah mau ustadz, mau ahli psikologi, mau ahli ketenagakerjaan, saya bisa bantu nyariin orang. Jadi yang disebut pengajian itu: kalau ada racun didetoksifikasi, kalau ada sakit disembuhkan, kalau ada beras dijadikan nasi.[]

sumber: www.kenduricinta.com
Admin Pada Tuesday, April 23, 2013 Komentar

MAIYAH HONGKONG: Bikin Meja, Bukan Pidato Tentang Gergaji

Reportase Maiyah
Maiyah Hongkong Cak Nun
MINGGU lalu (21/04/2013), Cak Nun dan Mbak Via diundang oleh TKW di Hongkong untuk melaksanakan acara maiyahan. Jumat sebelumnya (19/04/2013) Cak Nun dan Mbak Via bertolak dari Jogja pukul 06.00 pagi lengkap dengan membawa lima koper besar berisi titipan para TKI di sana; ada kerudung-kerudung dan baju-baju seragam pesanan mereka disana serta pernak-pernik lainnya. Di Jakarta mereka tiba sekitar pukul 7:10 WIB untuk transit yang kemudian melanjutkan penerbangan pukul 10.10, dan sampai di Hongkong pukul 16.10 waktu setempat.

Sesampai di Hongkong International Airport, sudah ada Mbak Hanny dan Mbak Ning – yang telah menjadi TKI di Hongkong selama 14 tahun – datang menjemput, dan langsung untuk dibawa ke sekretariat Lembaga Dakwah Az-Zahra di Causebay. Sekitar pukul 18.00 sampai di Sekretariat Dakwah Az-Zahra, tempat menginap sampai beberapa hari ke depan.

Di sekretariat itu Cak Nun dan Mbak Via sudah kedatangan beberapa TKI. Mereka langsung menceritakan uneg-uneg-nya, ngobrol-ngobrol santai seperti sama Bapak sendiri, membicarakan soal-soal yang mereka hadapi selama di negeri orang.

Menurut penuturan para TKW, dari pengalaman selama ini, ustadz-ustadz yang hendak diundang untuk memberikan pengajian di Hongkong maunya dihubungi langsung ke manajernya, sekaligus untuk pembicaraan mengenai “angka”.
“Nuwun sewu. Kita nggak pernah lho ngomongin berapa-berapa. Maka, saya jangan sampai ketemu ustadz-ustadz yang ada di Jakarta dan yang sering muncul di televisi-televisi itu.Nggak apa-apa kalau mereka begitu, tapi nggak usah ketemu sama saya lah. Saya di sini ini bapakmu. Kalau hal-hal seperti ini tidak saya jelaskan, kayak gitu-gitu itu kan saya malu,” kata Cak Nun sambil menunjuk poster yang sudah disebar untuk acara Minggu nanti, “Wis rapopolah.”
 Mbak Ning, TKI asal Kebumen yang bekerja secara freelance di bidang penjualan jasa penjemputan, guide, pindahan barang, dan sebagainya, menjelaskan bahwa di sini memang diperlukan yang seperti itu.

“Iya nggak apa-apalah, asal tahu saja bahwa saya ini bukan ustadz. Apa itu ustadz? Kowe diapusi. Ustadz itu, juga Kiai, nggak ada di Islam. Sekarang yang terjadi adalah podho ngapusi Islam. Ustadz, Kiai dijadikan profesi, pasang tarif, nyusahin orang kerja. Angel-angel nang Hongkong nyambut gawe malah diceramahi.”

“Ini mohon maaf, daripada kita nggak berguna. Mereka semua baik sama saya – ya ustadz-ustadz itu semua, tapi ya ndak usah ketemu saya. Bukan apa-apa, saya kan nggak mau ngomong gini di depan dia. Ya sudahlah kalau kamu mau cari makan di sana. Kan saya nggak mau basa-basi, jadi mending saya menghindar.”

“Kadang ada juga ustadz kalau yang diundang ke Hongkong kita benar-benar nego, kadang kita ngasih oleh-oleh, dia bilang ‘Ya sudah oleh-olehnya mentahan saja’, gitu katanya.” Lanjut Mbak Ning.

“Ini saya ngomong lebih sadis ya, lebih kejam,” jawab Cak Nun, “Sebenarnya kalian butuh apa toh dari pengajian-pengajian itu? Kalian sudah lebih baik kok. Emangnya orang harus pinter Quran? Kan nggak. Kamu berkelakuan baik, kamu jujur, kamu terampil kerja, itu sudah cukup. Sholat ya sudah belajar sholat, gitu thok.”

“Karena kita kan belajar dari Mbak Novi, dari awalnya kan kita begini, eh nggak tahunya terus begini. Oke kalau Sampeyan berdagang, kita beli. Jadi akhirnya kita nego. Kalau urusan lain, itu urusan Njenengan. Dan untuk hotel saya juga menyediakan cuma kebutuhan kita saja. Saya ingin ustadz datang Sabtu, Senin pulang lagi. kalaupun ustadz ingin pulang hari Rabu, Kamis, atau Jumat, itu sudah bukan tanggung jawab panitia. Kita akhirnya jadi begitu karena dari pengalaman,” Mbak Ning menjelaskan lebih lanjut.

“Aku ki wegahe ngurusi pengajian ki yo mergo ngono iku lho Dik.”

“Tahun kemarin, tahun 2012, kami nggak undang, kami stop sama sekali. Kalau kata wong Jowo, wis dikasih ati malah njupuk rempelo. Jadi ya dari pengalaman-pengalaman itu kita ambil yang kita bisa aja.”

“Saya sama Mbak Via itu bukan hanya tidak minta bayaran, tapi juga kita mbayari kalau di Indonesia. Saya bikin pengajian itu kami selenggarakan sendiri, tak bayari dhewe, tak ke’i honor.”

“Kalau kita sistemnya gini,” tambah Mbak Via, “Ada 4 : infaq, semi infaq, semi profesional, dan profesional. Kalau perusahaan besar wajib mereka profesional.”
Cak Nun melanjutkan penjelasan dari Mbak Via, “Misale bank ngundang aku, itu harus profesional supaya bisa disubsidikan ke yang infaq, sebab yang infaq ini 70%. Kalau infaq itu murni sound system dan semuanya dari kita. Kalau semi infaq, mereka menyediakan sound system. Kalau semi profesional untuk perusahaan tapi bukan perusahaan besar. Ada 4 macam itu, dan angkanya tidak boleh keluar dari kita. Itu harus keluar dari pengundang. Kita nggak boleh mengeluarkan angka. Begitu Anda tanya Cak Nun itu tarifnya berapa, langsung kita tolak. Aku ki ora nggolek duit, iki titipane Gusti Allah, ora arep tak dol. Aku nyambut gawe nduwe coro dhewe, saya nggak akan makan dari situ. Mlarat juga nggak apa-apa, semua Nabi mlarat kok kecuali Nabi Sulaiman dan Nabi Yusuf.”
 “Kalau dari pengalaman,” ujar Mbak Ning, “Sering mereka itu membawa kaset, CD, VCD sekian. Nah, kita harus menguangkan semua. Padahal itu kan nggak laku semua, jadi di sini numpuk-numpuk. Nah, dari situ kita belajar, jadi mau bawa kaset silahkan, tapi yang laku berapa, itu yang kami bayar. Sisanya silahkan bawa pulang.”

“Itu karena bukan permintaan ya. Kalau saya, ini saya bawa CD hanya karena sini yang minta. Ini ada 100-200, semua dari permintaan mereka,” cerita Mbak Via.

“Dan kita juga nggak akan menawarkan barang. Kalau kamu minta, kamu mau minta berapa, tak kasih. Nah mereka kan mintanya Mbak Via, CD-nya Mbak Via. Mereka tidak kenal saya kok.Az-Zahra itu tidak kenal saya nggak apa-apa. Nggak kenal itu, maksud saya, nggak kenal siapa sebenarnya saya, ngapain saja saya di Indonesia. Sebagian besar mereka kan menganggap saya ini ustadz. Aku sak jan-jane nek ora iso ngomong ngene iki yo sedih. Wong tadi waktu dari Jogja, orang-orang selalu manggil ustadz. Kowe nek ngundang ustadz atau kiai, sayanggak mau salaman.”
“Hidup jadi manusia saja susahnya nggak karu-karuan, kok mau ustadz-ustadzan. Sebab tak ada ustadz di dalam Islam, itu hanya karena semua jadi barang dagangan. Wali saja sekarang jadi barang jualan. Kalau saya ke sini ini bukan ke sekretariat ini, mungkin saya nggak akan ke sini. Wis aku tak turu ndhek kene. Kalau gini kan jadinya tidak membebani kalian, karena kalian juga tidurnya kan di tempat kerja masing-masing. Wis aku turu sak anane, aku ini anggap saja paklikmu, pakdhemu, atau mbahmu. Maka saya tidak membatasi diri. Acara pengajian biasanya kan 2 jam, tapi kalau kalian mau 5 jam, 7 jam, saya layani. Di 6 tempat di Indonesia itu kami sampai jam 3 atau 4 pagi.”
 “Ustadz ki ngopo ceramah-ceramah, wong dhe’e ra ngerti kowe kok. Dari Jakarta, entah dia dari mana, dia nggak tahu bagaimana hidupmu, nggak ngerti bagaimana susahmu, nggakpaham problemmu, lalu tiba-tiba datang membawa nasihat. Memangnya dia tahu apa? Psikolog bukan, ahli kejiwaan bukan, ahli ilmu sosial bukan, memahami kebudayaan masyarakat juga tidak. Ngertinya hanya hadits ini ayat itu.”
“Ngaji itu ngaji kehidupan bukan ngaji ayat, dan itu datang dari jamaah. Ayat berguna kalau untuk kehidupan, jadi tidak tiba-tiba datang ngomong ayat. Kalau kehidupan yang sedang kamu bicarakan membutuhkan apa kata Tuhan, baru ayatnya keluar. Nek ustadz kan ora, teko nggowo ayat sik, lah sing kate mbadhog ayat ki sopo?”
 Seperti dalam acara Maiyahan Minggu nanti, diberi judul ‘Tangguh’. Tangguh ini sangat luas pemaknaannya – kerja keras apapun tergantung permasalahannya.

“Jadi, istilahnya yang namanya ustadz itu kita undang, melayani kita?”

“Ya iyalah. Gini lho Dik, siapa yang membayari? Siapa juragannya? Mengapa kok mereka berlagak jadi majikan, wong mereka dibayar kok. Di mana-mana, orang yang dibayar itu yaburuh, yang membayar itu majikan.”

“Mulane aku ra gelem dibayar. Kalaupun ada share di antara kita, itu karena kita punya pemahaman bersama. saya ke sini ini bukan mau jualan. Mbak Via bawa CD itu juga karena diminta dari sini. Besok saya juga tidak membatasi, mau 8 jam juga ayok.”

“Kami memang butuh CD, kalau tidak butuh ya ngapain kita minta kan. Seperti juga seragam, kan kita minta tolong sama Mbak Via untuk mencarikan.”

“Bahkan kita tidak mampu memenuhi permintaan mereka. Misalkan baju, lah bagasine ra cukup. Ini pas 100 kilogram. Sebenarnya ngomong tangguh ini nggak usah susah-susah. Kalian semua itu tangguh Le, Ndhuk, kowe ki tangguh-tangguh. Mahasiswa sudah mulaigamoh, wis mulai getas nek coro Jawa Timur. Kalian itu kayu jati, kalau mereka itu trembesi-trembesi. Semakin tinggi jabatan orang, dia menjadi semakin tidak tangguh.”

“Sebenarnya itu yang harus disadari, kalian itu orang-orang tangguh. Semua orang di sana memang mempahlawankan TKW, tapi hanya dalam soal devisa. Mereka tidak memperhitungkan apakah berani menjadi TKW. Bupati memangnya berani menjadi ke pasar kayak TKW? Mereka tidak punya ketangguhan apa-apa, mereka kan bisanya merampok orang.”

“Juga ustadz, kamu pekerjakan untuk hal-hal yang kamu butuhkan, bukan hanya untuk memberi judul. Kamu ada masalah apa, kamu butuh apa, itu kalian himpun, dan mereka harus menguasai itu. Ibarat tukang kayu, kamu butuh meja, dia harus bikin meja. Bukannya datang untuk pidato tentang gergaji. Yang tangguh itu TKW/TKI. Kalian terhormat, kalian nggakmerepoti negara, nggak minta beasiswa, kalian nembus dhewe, ndaftar dhewe, itu yang namanya tangguh.”[]

sumber: www.kenduricinta.com
Admin Pada Tuesday, April 23, 2013 Komentar

Friday, April 19, 2013

15 Juta untuk Sebuah Kunci Jawaban UN

Berita Pendidikan
Kunci Jawaban UN
SESUNGGUHNYA, untuk jujur itu gampang dan murah. Untuk jujur, anda tak perlu bikin surat pernyataan bahwa Anda jujur. Tak perlu tanda tangan untuk sebuah pakta kejujuran, apalagi sampai harus mendatangkan petugas kepolisian hanya untuk supaya bisa berlaku jujur. Untuk jujur, kuncinya hanya satu, ya jangan berbohong. Tapi di negeri ini, untuk hanya supaya jujur ternyata membutuhkan biaya yang berlipat-lipat.

Anda tentu masih ingat, setiap menjelang pelaksanaan Ujian Nasional, banyak upaya dilakukan agar ujian bisa dilakukan dengan jujur dan transparan. Tengok misalnya pembuatan soal yang terus diperbaharui sistemnya dari tahun ke tahun. Dari dua bentuk model soal hingga sekarang ini yang sedang berlangsung adalah 20 model soal dengan system barcode. Bukankah hal itu dilakukan hanya agar para pelakunya terdorong untuk berlaku jujur. Dan berapakah uang yang harus dikeluarkan untuk kegiatan itu. Belum lagi jika harus ada pertemuan pemangku pendidikan untuk hanya sekedar tanda tangan pakta kejujuran, tanda tangan surat pernyataan melaksanakan ujian dengan jujur, bahkan melibatkan aparat kepolisian hanya agar berlaku jujur.

Dari semua hal yang sudah dilakukan itu. Hasilya yang nampak di permukaan adalah berita seperti ini:
Kunci jawaban Ujian Nasional beredar di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Di antaranya, di SMA Negeri 1 Puri. "Kunci jawaban sudah beredar sejak hari pertama ujian," kata sumber Tempo, Rabu, 17 April 2013. Menurut sumber tersebut, modus peredaran kunci jawaban unas di Mojokerto tergolong canggih. Selain ada koordinator yang mengaturnya, juga menggunakan sandi khusus dengan sebutan jendral atau sub jenderal.

Kunci jawaban unas beredar di kelas 12 IPS 3. Koordinatornya adalah Fh dan Dn. Kunci jawaban juga beredar di kelas 12 IPS 4 dengan koordinator Fr. Tiap-tiap kelas ada tiga koordinator yang tugasnya menerima atau mengedarkan kunci jawaban tersebut. Adapun untuk kelas 12 IPS 1 dikoordinatori oleh De.

Tempo berhasil mendapatkan kunci jawaban yang diduga asli. Ada dua bukti kunci jawaban yang diperoleh Tempo, yakni kunci jawaban untuk mata pelajaran Matematika dan IPS. Pada kunci jawaban ada tanda untuk mengecek kebenarannya.

Pada kunci jawaban yang beredar tersebut ada cuplikan soal nomer satu serta nomer 33. Satu kunci jawaban lainnya ada cuplikan nomor 1, 3, dan nomor 6. Dengan cuplikan tersebut, siswa bisa mengetahui kunci yang dia peroleh itu benar atau tidak. Setiap pagi sebelum ujian berlangsung, siswa-siswa sudah berebut untuk mendapatkan kunci jawaban tersebut.

Sumber Tempo tersebut juga menyebutkan bahwa kunci jawaban diperoleh dari SMA Negeri Soko, Mojokerto. Bahkan seminggu sebelum ujian, sudah berembus informasi akan ada kunci jawaban soal unas. Harganya mencapai Rp 15 juta.

Wakil Kepala SMA Negeri 1 Puri Slamet belum bisa dimintai konfirmasi. Teleponnya tidak diangkat meski beberapa kali dihubungi Tempo.

Berita diatas mungkin hanya mungkin secuil dari yang tampak di permukaan. Jika Anda seorang peneliti, cobalah melakukan riset apa sebetulnya yang terjadi di sekolah ketika pelaksanaan Ujian Nasional berlangsung. Pesan saya, jangan kaget ketika hasil yang Anda peroleh, ternyata sama sekali berada di luar yang anda perkirakan.

Untuk jujur itu gampang. Yang tidak gampang adalah, apakah Anda tetap bersedia jujur atau tidak, ketika kehidupan di sekitar Anda memaksa untuk tidak jujur. Ketika lautan kehidupan tempat  Anda berenang adalah air comberan yang dipenuhi sampah-sampah.[]
Admin Pada Friday, April 19, 2013 Komentar

Wednesday, April 17, 2013

Seperti SIM, Sertifikat Pendidik akan hanya Berlaku 5 Tahun

Sertifikasi Guru
Sertifikasi guru 2013
PEJALAN-SUNYI - ANDA seorang guru yang telah terjaring program sertifikasi guru dalam jabatan, dan bahkan telah merasakan manisnya tunjangan profesi dalam beberapa tahun terakhir? Bersyukur dan berbahagialah, karena di belakang Anda berjejer para guru yang karena terbentur peraturan sehingga tak bisa merasakan seperti yang Anda rasakan (baca;GTT di sekolah Negeri), atau guru yang belum mempunyai sertifikat pendidik, harus melewati jaring dahulu yang bernama Uji Kompetensi Awal. Itupun belum tentu lulus. Itulah nasib guru pada periode terakhir. Sudah terjaring terakhir, persyaratannya justru kian ketat. Makanya, sekali lagi Anda harus bersyukur.

Namun, Anda tidak boleh terlena dengan keadaan Anda sekarang. Apalagi jika tak berbuat semaksimal mungkin untuk meningkatkan kinerja sebagai guru profesional. Sebab, Pemerintah akan mengkaji kemungkinan regulasi mengenai pembatasan masa berlaku sertifikat profesi guru. Hal itu dilakukan sebagai bagian upaya terus menerus meningkatkan kompetensi para guru. Demikian dikatakan Surya Dharma, Direktur Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di Solo, Minggu (14/4), pada acara seminar internasional bertajuk "Membangun Semangat Kebangsaan melalui Peningkatan Mutu Pendidikan dan Budaya Bangsa" di Gedung Pascasarjana UNS Kota Surakarta.

"Bukannya kami tidak mau membayar. Kami pikir semua sepakat jika itu dibayarkan sesuai dengan kinerjanya yang dilakukan guru, karena tunjangan ini bukan gaji, tapi tunjangan kinerja. Kalau anda 'perform' yang anda dikasih 'reward'. Kalau anda tidak 'perform', ya jangan, sehingga memang perlu ada semacam evaluasi," 

Surya Dharma mengatakan,"Kemungkinan pemberlakuan pembatasan masa berlaku sertifikat profesi guru itu seperti halnya surat izin mengemudi (SIM) yang memiliki masa kedaluwarsa. Jika semua guru sudah memiliki sertifikat profesi, pemerintah memiliki beban fiskal mencapai Rp180 triliun."

Hingga saat ini, pihaknya belum bisa memastikan apakah bakal ada pencabutan sertifikat atau tidak kepada para guru yang tidak memenuhi standar kompetensi. Ia menjelaskan, pengembangan profesi guru secara berkelanjutan sebagai kebutuhan penting untuk kemajuan pendidikan nasional. Para guru, katanya, harus terus dilatih dan memosisikan pengembangan profesi secara berkelanjutan sebagai bagian dari upaya pengembangan karier mereka, termasuk di dalamnya menyangkut sertifikasi guru.

Lebih lanjut Surya mengatakan, hasil uji kompetensi guru sebelumnya masih menunjukkan keprihatinan serius. Padahal, pembelajaran pada abad 21 yang diperlukan adalah kualitas tenaga pendidik, sehingga pemerintah harus terus mengusahakan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas para guru, "Supaya para guru 'meng-update' pengetahuan tidak hanya dengan membaca 'text book' tetapi juga jurnal. Jurnal menjadi 'state of the art' ilmu pengetahuan di bidangnya," katanya lebih lanjut.

Pada kesempatan itu juga, Surya mengemukakan bahwa Kurikulum 2013 atau dikenal sebagai pembelajaran abad 21 didesain mampu memberikan bekal kepada siswa untuk hidup pada abad 21. Jika tidak sesuai zamannya, maka pendidikan menjadi tidak relevan karena tidak mampu memberikan 'skill' dan pengetahuan yang dibutuhkan. Ia menyebutkan, bahwa saat ini para siswa sebagai penduduk asli abad 21, berbeda dengan para orang dewasa yang merupakan imigran dari abad sebelumnya.

Pendidikan, katanya, harus memberikan berbagai bekal yang sesuai dengan masa depan para siswa, seperti kemampuan berpikir kritis, mampu memecahkan masalah, inovatif, dan menguasai teknologi informasi. Pembelajaran abad 21 juga tidak hanya soal pengetahuan, tetapi juga pembangunan karakter bagaimana hidup di abad 21. Itu yang disebut 'life skill'. Siswa diajarkan bagaimana memahami globalisasi, multikultur, menghormati satu sama lain, dan sebagainya.[Red]
Admin Pada Wednesday, April 17, 2013 5 Komentar

Tuesday, April 16, 2013

KENDURI CINTA APRIL 2013: Tiga Catatan Cak Nun

Reportase Maiyah
Jazz 7 Langit

CAK NUN memberikan tiga catatan untuk melegitimasi :
1. Di dalam ayat-ayat Tuhan selalu disebut bahwa ‘yang terdengar’ didahulukan daripada ‘yang terlihat’. Lebih penting yang didengar daripada yang dilihat. Sami’un dulu baru bashirun. Ini juga tanda yang luar biasa. Kalau para teknolog, manajer sosial, pemimpin-pemimpin negara, punya apresiasi musik seperti John F. Kennedy, misalnya, termasuk sastra dan sebagainya, mereka akan mendapat penemuan-penemuan manajemen yang juga luar biasa.

2. Yang kita nikmati sekarang, sampe dunia IT, kan para jazzer yang berjasa. Mereka orang yang melakukan pekerjaan jazz di berbagai bidang. Pekerjaan jazz adalah pekerjaan luar biasa, dan pemusik Jazz ini adalah pemberi ingatan kepada seluruh laku kebudayaan, teknologi, dan kenegaraan. Kalau tidak ada jazz, kita tidak ingat bahwa kita kreatif. Jadi saya ingin mengangkat Beben menjadi anggota Majelis Ulama. Kenapa Majelis Ulama? Majelis Ulama itu sekarang hanya diisi oleh ahli fikih, padahal kehidupan itu begitu luasnya, harus ada ahli pertanian, ahli musik, ahil teknologi, ahli IT. Harusnya Majelis Ulama berisi semua ‘alim; yang banyak disebut ulama. Karena ‘ulama’ maka dibutuhkan dari berbagai bidang yang mengurusi kekhalifahan manusia, karena Allah menyuruh kita menjadi khalifah. Sekarang yang terjadi adalah sekularisme, di mana yang disebut agama adalah ibadah mahdloh saja. Sementara pasar tidak dihubungkan dengan agama. Musik disebut antiagama, Kiai Kanjeng disebut musik gombal, bid’ah dan selanjutnya. Kita terima kasih kepada Beben. Saya kira tidak kebetulan Anda di KC. Sekarang Anda sudah Kiai-nya KC, bukan musisi jazz KC. Yang namanya Kiai itu kalau di Jawa Tengah namanya ‘hajar’/’ajar’. Ki Hajar Dewantara. Orang yang sudah melampaui yang lainnya sehingga dia selalu dijadikan wacana oleh masyarakat.

3. Bahwa jazz yang dilakukan oleh Beben adalah jazz di wilayah pengolahan musik dan kesenian. Sementara yang dilakukan Kiai Kanjeng adalah di wilayah kebudayaan. Yang dilakukan Kiai Kanjeng bukan eksplorasi nada dan musikal tapi eksplorasi kebudayaan, bagaimana orang dari berbagai wilayah di dunia ini bisa berjumpa, menjadi satu aransemen, satu komposisi, melalui inovasi-inovasinya Nevi. Mungkin beberapa temen belum tahu bahwa gamelan KK ini bukan gamelan Jawa. Ini gamelan Nevi Budiyanto, guru seni rupa SMP. Nevi ini mencoba bikin komposisi.

“Ini upaya jazzing kultural, bukan jazzing musikal, sehingga bisa di mana-mana. Bisa di Italy, Mesir, Scotland, dan lain-lain. Ini pragmatis saja sebetulnya, tidak terlalu inovatif. Tapi Nevi mencari peluang-peluang di antara 7-7 tadi. Gimana itu Nev, asal-usulnya kamu susun struktur nada ini?”

“Ini struktur nadanya bukan pelog slendro tapi solmisasi,” jawab Pak Nevi, “Berawal dari nada dasar Do=G. Kemudian oleh temen-temen diadakan inovasi untuk tidak hanya bisa digunakan untuuk Do=G; tapi bisa pula menggunakan Do=C. Ada semacam wilayah-wilayah seperti ini yang bisa dipasangkan.”

“Untuk apa?”

“Supaya jangkauan nada yang ada di gamelan ini bisa dipakai untuk lebih kaya lagi.”

“Jadi upayanya kebudayaan, bukan musikal meskipun alatnya musik. Jadi misalnya Beethoven Symphoni 9. Ini bagaimana untuk bisa Arab segala macam? Untuk Jawa juga bisa?”

“Untuk Jawa bisa. Pelog bisa, slendro bisa. Sebenarnya ini upaya sederhana saja. Artinya bukan berawal dari bahwa saya ini ahli musik, terus ijtihad yang muluk-muluk. Wong saya ini bukan orang musik, mung senang dengan seni musik.”

“Jadi Nevi ini kan yang menang di mana-mana di luar negeri kan terkenal gamelannya. Kalau Umi Kultsum dimainkan dengan gamelan kan pingsan orang Mesir. Dan pemimpin orkestra Mesir, Yasser Muawwad, mencoba nuthuk ini tapi nggak bisa.”

“Orang berdzikir dalam suatu thariqah bahwa hidup itu penuh kemungkinan, kamu harus mengeksplorasi. Beben mengatakan bahwa kalau tidak ada budak-budak dari Swahili, musik Amerika ya country doank. Begitu orang Afrika datang, musik dunia seperti sekarang.”

“Nevi mungkin tidak punya jangkauan seperti itu, tapi ia bisa menyapa orang Italy, Belanda, Mesir, dan lain-lain. Dan ini belum pakai Zainul waktu di Mesir. Kalau pakai Zainul saya kira akan lebih dahsyat lagi. Padahal ya cuma gini ini. Dan Nevi memang tidak pernah merasa berinovasi karena Nevi itu saya kira orang yang sangat rendah hati sampai dia nanti untuk masuk surga pun agak nggak enak lah. Dia kalau mau diwawancara wartawan lari masuk ke kamar mandi.”

“Saya kalau bisa alat musik ya bakal sering ketemu Beben. Kalau saya bisa main gitar, saya pasti pilih jazz. Tapi sudah latihan, tetep nggak bisa. Memang Allah tidak mengijinkan saya untuk main gitar. Tapi ra iso nggitar wae wis dadi pemusik. Saya di Italy diminta untuk mimpin orkestra. Dan setelah pementasan di Roma ketika meninggalnya Paus Yohanes Paulus II, mereka memanggil saya Maestro. Mereka pikir saya ngerti not balok, bisa piano, dan lain-lain.”

“Katanya, ‘Bener-bener kami ingin Mr. Emha suatu saat bisa datang ke sini untuk memimpin orkestra’. Modar!”

Tapi saya lalu tanya ke Jijit, dan menurut dia saya memang maestro, “Maestro itu nggak harus bisa main, tapi bisa mengerti persis apa yang harus dimainkan. Dia yang mengatur, dia yang bisa merasakan, dia yang mengaransir. Kalau mengaransir saya bisa. Saya bikin lagu cukup banyak. Tapi lagune yo ngono-ngono kuwi lah. Pas dibutuhkan, bisa. Wiridan saya kan Allahuma tuhno, allahuma tekno. Kalau pas butuh ono, pas entek ono. Karang yo kere.”

Kemudian Cak Nun meminta Kiai Kanjeng, terutama Pak Nevi, Mas Bayu, berkolaborasi dengan Mbak Inna dan Mbak Via untuk menyanyikan lagu entah apa tanpa rundingan, semata-mata mengandalkan spontanitas.

“Lho Nev kamu jangan kehilangan spontanitas. Yang membuat Kiai Kanjeng 20 tahun lebih bisa survive itu karena ada Nevi. Karena Nevi tidak bisa menjaga diri, tidak bisa menjaga tangannya. Kalau sudah main, mabuk. Nevi ini menurut saya jazzer. Sehingga ketika rekaman batal semua. Setelah dicek ada bunyi ck-ck-ck. Waktu itu belum pakai digital. Di Pluit waktu itu. Akhirnya kita cari lakban biar dia nggak mengeluarkan suara-suara ck-ck-ck tadi.”

“Yang paling tinggi dalam kehidupan adalah kebaikan yang memproduksi kegembiraan bersama. tidak ada gunanya kebaikan dan kebenaran kalau hasilnya bukan kegembiraan bersama. tidak boleh kegembiraan sendiri, tapi bersama. Itulah gunanya jazz.”

Sebelum memainkan dua lagu terakhir, Mas Beben menyatakan, “Tapi bener bahwa Cak Nun ini maestro. Banyak di dunia ini yang kita pikir ngerti musik, tapi nggak bisa baca not juga. Contohnya Yanni, Pavarotti.”

Dua lagu terakhir itu adalah Give Me One Reason dan Route 66.



Menempuh Kemerdekaan Menuju Batasan

“Apakah tadi selama Anda asyik dengan musik, Anda lupa pada Tuhan? Jadi selama ini orang salah dengan konsep tentang kekhusyukan. Dipikirnya khusyuk adalah Anda sholat, inget Tuhan thok nggak inget dunia. Terus apa gunanya Anda menjadi khalifah di dunia kalau Anda bertamu ke Tuhan dunia tidak Anda bawa?”

“Waktu makan inget Tuhan nggak? Waktu jualan di pasar apa ingat Tuhan? Itu bukan berarti Anda tidak inget Tuhan. Yang penting Anda membawa kesadaran itu ke mana-mana.”

“Jazz adalah sikap dan perilaku merdeka terhadap kehidupan. Kemerdekaan yang bisa membuat Anda menembus-nembus, menemukan wilayah-wilayah yang sebelumnya belum ditemukan. Dari wilayah estetika sampai teknologi sampai spiritualitas. Pertanyaan saya, kemerdekaan itu jalan atau tujuan?”

“Jadi Anda menempuh kemerdekaan itu untuk menemukan batasan Anda. Anda akan berteduh, ilaihi rojiun, ilaina turjaun. Jadi bukan kemerdekaan sebagai ideologi, melainkan sebagai metodologi. Ideologinya adalah menemukan batasan-batasan Anda, sebab begitu melewati batas, Anda akan fals. Kurang batesnya, fals juga.”

“Ini semua yang Anda alami dari jam 9 malam sampai jam 3 pagi ini menjauhkan Anda dari Tuhan atau mendekatkan Anda kepada Tuhan? Sebenarnya kunci hidup itu cuma satu – mau main musik, mau dagang, mau jadi presiden – itu produknya menjauhkan dari Tuhan atau mendekatkan Anda kepada Tuhan? Kalau mendekatkan, bagus, beres. Parameternya cuma itu thok.”

“Untuk itu, kita sekarang sudah sampai pada batas. Kita tidak pulang dengan kemerdekaan-kemerdekaan. Kita pulang dengan permenungan-permenungan tentang keterbatasan masing-masing. Kita sudah eksplorasi segala sesuatu, tapi masing-masing punya batasan. Kalau cocoknya kepala gudang ya nggak usah jadi direktur.”

“Perjalanan kita ini cembung ya, kita awali sampai memuncak ke kemerdekaan, kemudian menurun lagi ke sublimasi. Saya ‘menipu’ Anda dengan jusul ini ya – insyaAllah dalam arti baik. Saya mengatakan ‘Jazz 7 Langit’, bukan ‘Musik Jazz 7 Langit’. Artinya, kita memperluas diri, bukan hanya di bidang musik tapi juga pemahaman-pemahaman dan pengembaraan-pengembaraan pemikiran, praktis di wilayah yang lebih luas.”

“Saya kira Mas Beben dan teman-teman jazz se-Indonesia susah mengadakan acara festival jazz yang melebar-lebar seperti ini. Tapi perlu Anda ketahui bahwa kamu semua yang tidak disebut sebagai orang jazz ini sesungguhnya bukan sekadar pecinta jazz, tapi juga pelaku-pelaku jazz di wilayah yang mungkin berbeda. Produknya juga berbeda dengan Anda, tapi kami melakukan watak yang sama, karakter yang sama, yaitu ijtihad.”

“Tentang angka 7, Tuhan dramatis saja seolah-olah 7 penting. Padahal 9 ya penting, 11 ya penting, 17 ya penting. Semua penting. Misal kalau bapak kita meninggal, kita mengadakan 7 harian. Saya ditanya apakah boleh atau tidak mengadakan 7 harian. Saya jawab, jangankan 7 harian, tiap hari juga boleh tahlilan, asal jangan kemudian diniati sebagai ibadah mahdloh.”

“Sekarang saya tanya kepada Zainul, dalam eksporasi dunia qiro’ah itu kenapa ada 7?”

“Di dalam dunia tilawatil Quran,” jawab Mas Zainul, “ada 7 nama lagu. Ada bayati, hijaz, shoba, ros, jiharkah, syika, dan nahawan.”

Lantas Mas Zainul memberikan contoh untuk masing-masing nama lagu tersebut, bagaimana pembacaannya.

“Pernahkah ada forum di dunia di mana 7-nya Mas Beben, 7 modes tadi, di dalam satu pemahaman qiro’ah sab’ah selain di Kenduri Cinta? Ya Allah, dunia menjadi bagian dari akhirat. Selama ini kan akhirat jadi sampingannya dunia.”

“Anda tidak bisa menyatu dengan Allah tanpa terlebih dahuu menyatu dengan makhluk-makhluk Allah. Jazz di benua tertentu, qiro’ah di benua lain, malam ini dipertemukan oleh Allah, disaksikan oleh Sunan Drajat. Sunan Kalijaga keliling-keliling.”

Lalu Cak Nun meminta Mas Zainul untuk menyanyikan Alif Lam Mim – mengulangi yang dilakukan bulan kemarin – dalam lagu yang paling disukai oleh Mas Zainul, yakni syika.

“Sekarang kita kembali ke batasan yang lebih dasar lagi.”

Selepas Mas Zainul dan Cak Nun selesai, Mbak Inna mengungkapkan kesannya, “Aku nemuin ada yang staccato. Tadi aku coba main-mainin nadanya Mas Zainul di heartbeat, itu bisa jadi funk. Berarti Mas bernyanyi dengan kata-kata Allah, saya bernyanyi jazz, tapi ilmunya sama. Saya shock. Tiba-tiba kalau diritmikin, ada yang tiga perempat, ada yang empat perempat, ada yang nggak tahu berapa per berapa. Ketika saya nyanyi saya bisa menjaga ritmik karena ada musik sehingga saya tidak kegok. Kalau musik nggak ada saya disuruh improve sendiri saya bingung. Mas Zainul lancar banget, tidak meleset sedikitpun. Berarti sepertinya saya harus belajar qiroah. Guru Beben bilang ke saya, kamu bukan belajar ilmu musik, sejarah musik. Hari ini juga terbukti. Gila, orang nggak ada musiknya, bisa bikin tempo sendiri. Anda semua beruntung sekali kalau Anda ngerti.”

Mas Dony dan Mas Imam membawakan lagu Ning Ndonya Piro Suwene yang dipadu dengan Changes-nya Black Sabbath.

“Allah mengubah hidup Anda karena Anda sudah mengubah hidup Anda juga. Anda sudah mengubah, mematangkan cara berpikir dan cara bersikap Anda. Anda akan menjadi utusan-utusan Allah yang diberi fasilitas oleh Allah selengkap-lengkapnya. Jaminan kepada keluarga Anda, jaminan kepada masa depan Anda, anak-cucu Anda, karena Anda sudah mengubah diri Anda melalui KC. Mari menyerahkan seluruh dunia yang kita urus kepada Allah, semoga Allah menilainya dengan kebaikan dan membalasnya dengan kemuliaan, dan barokah bagi Anda semua.”

Kiai Kanjeng memuncaki dengan ‘Alimul Ghoibi, dilanjutkan dengan doa bersama dipimpin oleh Ustadz Nursamad Kamba. [Red KC/Ratri Dian Ariani , Dok Foto: Agus Setiawan]

Sumber : kenduricinta.com
Admin Pada Tuesday, April 16, 2013 Komentar

KENDURI CINTA APRIL 2013: Menuju Tauhid

Reportase Maiyah
Jazz Tujuh Langit
SEKARANG giliran Syekh Nursamad Kamba angkat suara, “Saya nggak paham musik, tapi dari yang disuguhkan sejak awal jadi mengerti, Oh ini to yang namanya jazz. Ini sebenarnya tanpa ceramah sudah paham. Jazz ini kalau bahasa agamanya tauhid, tauhid yang sejati. Dalam beragama ada proses pendidikan. Kalau dalam antropologi agama, sosiologi agama, dan psikologi agama, ada perkembangan dari keberagamaan. Dari yang awalnya melihat Tuhan itu banyak, sampai kemudian berkembang ke kesadaran bahwa Tuhan itu Mahaesa.”

Dalam proses penerapannya juga mengalami perkembangan. Kita masih terikat oleh lembaga-lembaga keagamaan. Kita masih merasa perlu melembagakan diri dalam institusi tertentu. Kita mengikat diri untuk beragama. Sepanjang kita mengurung diri dalam lembaga-lembaga, dalam pengkotak-kotakan agama, kita tidak akan sampai pada seni dalam beragama atau seni tauhid. Tauhid itu keesaan Allah yang kita merupakan bagian di dalamnya.

Tauhid yang sesungguhnya adalah dengan seni jazz yang tersimpul dalam asmaul husna. Dalam asmaul husna, Tuhan itu Maha Kaya tapi juga Maha Miskin. Kalau orang sampai pada taraf tauhid sejati, dia memberi atas nama Tuhan, dan menerima juga atas nama Tuhan. Tuhan menjelma menjadi manusia dalam tataran yang berbeda. Maka dikatakan bahwa TUhan itu lathiful kabir, lebih halus daripada yang paling halus.

Dalam kitab suci, Tuhan seolah-oleh menampakkan Diri-Nya sebagai Maha narsis. Itu maksudnya supaya Tuhan bisa menjadi sosok idola bagi setiap makhluk-Nya. Kalau sudah menjadi idola, seorang idola kalau meminta kepada yang diidolakannya, sudah bukan merupakan beban, melainkan terdengar sebagai perintah yang dengan senang hati ditunaikan.

“Setiap agama yang datang ke Indonesia itu kan menciptakan peradaban, kerajaan. Karena pemahaman agama yang seperti itu yang menciptakan dorongan untuk berinteraksi secara individual maupun sosial, maka pendidikan agama harus berkembang supaya orang-orang beragama menjadi efektif, aktif dalam interaksi sosial untuk bisa membangun peradaban. Saya rasa itu penting bagi kita untuk menyikapi keterikatan kita pada institusi-institusi agama.”

Orang yang sampai pada taraf seni tauhid tidak perlu terikat dengan batasan-batasan tertentu untuk melangkah pada kebaikan. Dia punya logikanya sendiri, seperti orang yang ahli beladiri yang sudah tidak lagi memikirkan teori-teori untuk bergerak. Mereka sudah melampaui teori, mereka sudah sampai pada taraf kreatif.

Tujuh Langit di Dalam Tuhan

“Tujuh langit itu bukan Anda di langit pertama terus mau ke langit kedua. Bukan Bumi berada di langit keberapa. Yang dimaksud bukanlah lapisan-lapisan jasad. Bukan bumi ‘dan’ langit, melainkan ‘di dalam’. Langit yang di dalamnya ada Bumi itu ada di dalam kita, dan manusia ada di dalam Tuhan. Jadi bukannya Tuhan ada di sana, langit ada di sana. Anda bisa mencapai langit ketujuh sekarang juga, tergantung apakah Anda telah suwung atau tidak.”

“Kalau di dalam dirimu masih ada yang membebanimu, kalau di dalam dirimu masih ada dirimu, kalau di dalam dirimu masih ada yang seharusnya tidak membebanimu, maka kamu tak akan bisa terbang. Di dalam dirimu jangan ada dirimu. Kebanyakan orang, di dalam dirinya hanya ada dirinya, hanya ada ego dan eksistensinya. Kalau dirimu suwung, berarti yang ada di dalam dirimu hanyalah iradlah Allah. Kamu jadi presiden, itu iradlah Allah. Kamu bikin KC, itu iradlah Allah, karena kita di dalam Allah. Lalu, apakah kita di dalam Allah atau sebaliknya? Itu soal dialektika, soal sawang-sinawang.”

Mbak Tedjo kemudian bernyanyi diiringi gamelan Kiai Kanjeng, menyanyikan lagu Jancuk.

“Supaya Anda tidak salah paham, supaya para ulama tidak marah sama Tedjo, saya kasih tahu epistemologi ‘jancuk’. Jawa Timur bagian timur menyebutnya ‘jancuk’, sementara Jawa Timur bagian barat menyebutnya ‘dancuk’. Ini hanya soal aksentuasi pendengaran tiap orang yang berbeda-beda.”

“Banyak orang salah paham, pengajian kok pakai misuh-misuh. Sebentar, ‘dancuk’ itu berasal dari kata ‘diencuk’, itu kan menunjuk pada yang paling dasar dari harga diri manusia. ‘Diancuk’ merupakan reaksi kemarahan orang terhadap perbuatan jahat. Tidak ada kata ‘dancuk’ yang diucapkan dalam rangka kejahatan. Justru dia merupakan protes terhadap kejahatan. Itu semua dilakukan atau diucapkan lalu muncul sebagai idiom budaya karena kemurnian manusia untuk selalu bereaksi melawan kedzaliman. Jadi Jancukers adalah kumpulan orang-orang yang melawan kedzaliman.”

“Semua yang buruk-buruk aku tunjukkan baiknya, dan aku menolak untuk menunjukkan buruknya yang baik-baik meskipun aku tahu. Biar engkau kembali pada cita-cita yang suwung.”

Dengan diiringi gamelan Kiai Kanjeng, Mbak Inna dan Mbak Via membawakan lagu Gerimis Aje

“Saya minta doa, bersama Pak Nursamad, saya dan teman-teman Kiai Kanjeng diundang ke Maroko bulan Juni, kemudian dikejar juga oleh Madagaskar. Ini segera kita urus. Mungkin dibantu temen-temen KC untuk pengurusannya ke Maroko.”

“Saya kira di sana Zainul yang akan paling senang karena menurut Ustadz Nursamad di sana kebanyakan penganut Qodiriyah. Kalau orang Syiah kan dimarahi karena syahadatnya ditambahi. Itu jazz dalam bdang tauhid. Kan boleh to diterusin? Misalkan ditambahi ‘saya bersaksi bahwa pohon itu hiijau, bahwa kacang itu enak pol’. Di Iran, ada sebagian Syiah yang menambah syahadat dengan ‘Imam Khomeini waliyulloh’. Itu dianggap kafir, sesat.”

“Kalau suaranya Zainul diperdengarkan di sana, insya Allah pingsan-pingsan orang sana, sebagaimana yang terjadi di Mesir. Mereka sampai hari ini masih terngiang-ngiang dan minta-minta betul, cuman kita suruh sembuhkan dulu lah itu keroyokan di sepakbola.”

“Dulu kami sudah ada rencana untuk mengunjungi Moammar Khadafi, tapi rupanya dia sudah berniat untuk jihad fisabilillah, sehingga akhirnya nggak jadi. Khadafi itu seorang politisi jazz yang tidak mau naik pangkat, jadi kolonel terus. Maka dia disikat oleh seluruh aturan militer dunia. Kalau Indonesia kan diapusi dengan televisi dan koran sudah selesai.”

“Kalau Anda masih terikat oleh ritme yang konvensional, belum nge-jazz. Saya ini dari dulu sudah nge-jazz, tidurnya lima menit, setengah jam, dan jam berapa saja. Yon Koeswoyo pernah saya ajak ke sini. Lalu dia bertanya, ‘Jam piro Cak?’ Saya jawab, ‘Yo jam sepuluh munggah lah’.”

“Dia nggak bisa, karena ternyata tidurnya selalu jam 10. Saya bilang, ‘Lho kok sama dengan saya?’ Dia bingung, ‘Lho jare mau acarane jam 10 munggah?’”

“Ya kalau kata perjanjian kan jam 10 itu tadi, tapi kalau kita bikin sendiri jam 10 itu nanti jam 5 pagi, kan nggak apa-apa to? Lajeng kulo kedah matur wow ngaten? Sinambi jumpalitan? Iki aku diweruhi anakku cilik iku.”

Kemudian Mas Zainul Arifin, seorang Qodiriyah dari Trowulan, bersama dengan Mbak Via dan diiringi musik Kiai Kanjeng, membawakan satu nomor sholawat yang dipadukan dengan lagu Barat L-O-V-E.

“Itu yang saya sebut jazz dalam perolehan budaya, bukan hanya musik. Jadi hasilnya adalah mempersatukan apa-apa yang sebelumnya tidak tersambung. Ini tadi dari Alexandria ke Madura, mampir Situbondo bentar, baru ke Amerika. Tapi diantarkan oleh Madura juga. Untuk supaya tahu bahwa yang bisa bikin komposisi begini ini cuma Indonesia. Yang punya ide seperti ini hanya Indonesia karena calonnya, dua tahun lagi insyaAllah Indonesia akan ada kebangkitan-kebangkitan kecil. Akan ada penguasaan-penguasaan, akan ada nasionalisasi di beberapa bidang. Jadi tidak seenaknya investor-investor luar negeri datang mengeruk. Akan ada aturan-aturan baru, tidak boleh menjual bahan mentah di bidang mining dan sebagainya. Akan ada perbaikan-perbaikan. Nah nanti secara internasional mereka akan ikut. Pada suatu hari, mereka capek juga. Selama ini ada pertarungan-pertarungan antara penjajah dengan kita yang dijajah, seharusnya kita membela orang yang dijajah. Tapi soal politik kapan-kapan saja.”

Mbah Tedjo, yang juga sering tampil bersama Kiai Kanjeng, mengatakan bahwa dia menikmati musik kothekan barusan. Kemudian dia bertanya kepada Cak Nun mengapa masyarakat kita belakangan ini menghadapi kematian dalam nuansa kesedihan, hitam-hitam, dengan cara Barat semua? Di mana sikap hidup Ono tangis layu-layu, tangise wong wedi mati, gedhongono kuncenono, wong mati mongso wurungo?

“Anak saya yang paling kecil, si Rampak, suatu hari menari-nari kayak Tedjo tadi sambil teriak-teriak.”

“Jadi anak saya itu lari-lari sambil teriak ‘Ibu mati, yes, hore! Ibu mati, yes!’ begitu,” cerita Mbak Via, “Karena Tante saya tidak terbiasa dengan yang begitu, dia panik, dipikirnya saya mau mati beneran. Lalu dipanggillah Rampak, ditanya kenapa teriak-teriak begitu.”

“Dia jawabnya, ‘Lho kenapa memangnya? Nggak seneng po mati? Yo seneng to mati, nggak seneng po ketemu Allah?’ Maksud dia, orang mati itu ketemu Allah, maka bersenang-senanglah. Menurut dia ketemu Allah itu menggembirakan, maka sia lari-lari keliling seperti itu.”

“Pembelajaran menyangkut ilmu Tuhan, meneliti sendiri seperti apapun, wacana utamanya tetap informasi Tuhan,” lanjut Cak Nun, “Kalimat tayyibah (astaghfirullah, alhamdulilah, Allahu akbar, masyaAllah) sebenarnya tidak ada hubungannya dengan susah atau senang. Kalau memang ada psikologi susah atau senang, mending kita milih senang. Karena tidak ada apapun yang tidak menyenangkan. Di tahun 73 saya menulis di majalah Basis, judulnya ‘Ia Mati, Alhamdulillah’.”

“Sekarang ini kebudayaan dan psikologi sosial manusia sudah mendegradasikan kalimat-kalimat Tuhan itu untuk fakultas-fakultas budaya. Jadi kalau dapat duit, alhamdulillah. Jadi alhamdulillah direndahkan. Padahal tidak ada yang tidak alhamdulillah, tidak ada yang tidak Allahu akbar, tidak ada yang tidak masya Allah, tidak ada yang tidak Subhanallah.”

“Bahkan ualma-ulama tidak memandu masyarakat untuk konvensinya dulu. Apa bedanya masyaAllah dengan subhanallah? Konvensinya dulu? Kalau misalnya ada pohon tumbang, itu apa yang harus diucapkan? Karena kalimat tayyibah sudah sedemikian terdegradasi dalam masyarakat kita, kalau suatu ketika ada rumah kebakaran lalu kita bilang alhamdulilah, ya dikepruki wong. Itu yang salah bukan alhamdulillah-nya, tapi degradasi yang dilakukan oleh cara berpikir manusia terhadap kata-kata itu. Padahal tidak ada yang tidak memenuhi syarat untuk dikasih ucapan kalimat tayyibah.”

“Kamu manusia, harus berangkat dari fakultas-fakultas ini menuju universitas. Sekarang kan tidak ada universitas. Yang ada adalah kumpulan fakultas-fakultas. Yang ada kan sarjana fakultas. Jadi universitas itu penipuan. Yang ada adalah paguyuban fakultas-fakultas.”

“Yang ditanyakan Tedjo adalah secara kebudayaan rakyat kita sudah sampai universitas, tiba-tiba kita menjadi orang modern balik menjadi fakultas lagi. Kalau gini alhamdulillah kalau gini subhanallah.”

“Misal dulu ada golnya David Villa, penyiar pertandingannya orang Arab, ada kejadian di mana kipernya maju hampir ke depan gawang lawan, sama David Villa direbut bolanya, maju dikit, dilambungkan menuju gawang kiper yang sudah lari tadi. Ini kiper sipat kuping mlayu mbalik sampai gawangnya, dan betul pada langkah terakhir dia bisa menepis bolanya. Penyiarnya teriak-teriak ‘Masya Allah! Allahu akbar! Masya Allah Allahu Akbar!’”

“Kenapa Masya Allah? Karena sesungguhnya hal itu tidak mampu dilakukan manusia. Karena Allah menghendaki, maka jadi mampu. Jadi masya Allah diucapkan atas sesuatu yang seharusnya tidak terjadi tapi bisa terjadi. Tapi kalau sesuatu yang memang mesti terjadi dan benar-benar terjadi, lalu kamu terharu atas itu, maka Subhanallah. Itu ada posisinya sendiri-sendiri, tapi daripada susah-susah, sebut apa saja, itu sudah bener.”

“Yang dimaksud Tedjo, masyarakat kita dulu sudah universitas, tidak primordial, sudah bukan firqah-firqah, sudah bukan syu’ub wa qobail. Di atasnya kan insan, manusia. Anda mempersatukan diri dengan siapapun saja, maka menjadi manusia. Nanti manusia diganggu lagi oleh gender, misalnya. Pokoknya kalau perwakilan wanita harus 30% segala macem. Kalau memang niat, ya wanita diberi kesempatan yang sama, bukan minta jatah sekian persen. Maka saya tak pernah ikut ideologi gender, karena saya tidak pernah urusan wanita kecuali dengan istri saya. Selebihnya kan manusia.”

“Di atasnya ada Abdullah, memposisikan diri terhadap Allah. Anda bersama dengan Allah. Lalu di atasnya kita menjadi khalifatullah. Anda ditugasi Allah, Anda karyawannya Allah, sudah digaji, bayar pajak dikit kepada Allah karena sudah digaji luar biasa banyak.”

“Kemarin ibunya Mas Nevi kan meninggal dunia. Situasinya memang cenderung seperti itu, tapi saya guyon. Waktu memberi sambutan saya guyon dan orang-orang tertawa. Lho gimana sih, wong Beliau suci, murni, perintis, jujur, dan Beliau masuk surga?”

“Orang-orang bertanya kok bisa yakin. Lho mosok aku terus dikongkon ngomong ‘Iki mlebu neroko’, ngono? Atau ‘Ya, mungkin dia masuk neraka ya’ gitu? Memang nggak ada yang bisa kita pastikan. Saya husnudzon dan saya tidak menemukan faktor-faktor pada ibunya Mas Nevi yang kira-kira bisa membuatnya masuk neraka.”

“Aku husnudzon, dan punya keyakinan tentang yang dimaksud surga itu kayak gimana, neraka itu kayak gimana. Siapa yang harus masuk, siapa yang tidak. Lho ini keyakinan, jadi jangan amin. Nek amin lak ijek mugo-mugo. Kalau kita nggak pernah punya keyakinan tentang kebaikan, terus gimana? Hatiku beneran kok, ikhlas kok. Ini bukan sombong. Yakin kok sombong. Wong saiki ki gak nduwe keyakinan tentang kebaikan.”

“Mas Beben, saya mau tanya, mungkin Mas Beben punya wawasan jazz secara musik dengan 7, trus jazz dalam arti karakter. Dan lalu ternyata masyarakat jazz lebih luas daripada masyarakat musik jazz. Ini kan yang kita temukan di KC.”

“Ini yang saya ceritakan adalah fakta dari sesuatu yang saya amati,” jawab Mas Beben, “Kenapa 7? Satu oktaf terdiri dari 7 note. Kebetulan Allah memberikan tanda-tanda. Kalau di musik, scale itu menunjukkan abjad, interval atau jarak antarnot itu menujukkan suku kata, dan chord (tiga nada yang dibunyikan sekaligus) itu merupakan kata. Lagu secara keseluruhan merupakan satu karangan.”

“Ada sebuah buku berjudul Jazz for Rock Guitarist, itu isinya pendalaman tentang chord, karena memang ciri khas jazz salah satunya adalah penggunaan chord yang banyak – tapi bukan untuk pamer. Ada hal-hal yang kadang-kadang bisa dimasukkan, tapi karena kurang pengetahuan maka dia tidak dimasukkan. Dan kita bayangkan, otang yang memilii perbendaharaan kata yang sedikit, akan terbatas untuk menyampaikan pikirannya. Orang jazz bilang, banyakin chord, mungkin kamu bisa bicara lebih banyak.”

“Cak Nun adalah orang yang perbendaharaan katanya luar biasa, maka tulisannya luar biasa. Maka Cak Nun adalah seorang mahajazz. Selain perbendaharaan kata yang banyak, Beliau juga tahu persis cara menempatkannya, bagaimana timing­-nya.”

Bumi dan planetnya diukur menurut jarak tertentu yang kalau diubah sedikit saja akan menyebabkan kekacauan. Ini tanda-tanda dari Allah. Phytagoras, ahli Matematika, Kosmologi, dan bisa bermain musik, menemukan hal ini secara lengkap. Bahwa jarak dari satu planet ke planet lain merupakan interval. Ketika belajar filsafat dan mentok, Phytagoras pergi ke Mesir. Di sana dia menemukan 4 nada suci. Waktu itu ada alat musik namanya lyra, menggambarkan 4 unsur alam semesta. Karena penasaran, dibawalah alat musik itu ke Yunani. Phytagoras mencoba menambahkan 4 nada lagi, tapi ternyata kacau. Dengan ilmu Kosmologi Kuno, dia mengetahui bahwa ada 7 planet selain Bumi di dalam tata surya. Dia hitung menggunakan monochord, sampai mendapatkan apa yang kini kita kenal dengan 1, 1 ½, dan seterusnya. Phytagoras membagi satu oktaf menjadi delapan. Ada tujuh not. Delapan itu dari Do ke Do lagi.

Phytagoras menemukan bumi berputar pada porosnya mengeluarkan bunyi, tapi pada waktu itu belum diketahui jelas. Planet Bumi berputar, sebagaimana Saturnus, Uranus, berputar mengeluarkan bunyi. Tahun 1619 ketika Keppler menemukan bahwa Bumi berputar dengan mengeluarkan bunyi mi, fa, mi. Penemuannya lebih detil dari apa yang ditemukan pendahulunya.

Menurut kepercayaannya, suatu ketika bumi dan benda-benda langit pernah mengalami harmoni sempurna, bunyinya doremifasolasido, yaitu ketika terjadi Big Bang, penciptaan alam semesta.

Buku itu Harmoni Alam Semesta dibukukan tahun 1619, bersamaan dengan pertama kali orang kulit hitam Afrika didatangkan sebagai budak di Amerika. Kalau orang hitam tak pernah datang ke Amerika, musik akan lurus-lurus saja. Itu dari desa Swahili.

“Lalu ada 7 warna (modes) dalam major scale. Ada 7 warna dalam harmonic minor, ada 7 warna dalam melodic minor. Kalau seni rupa menggambarkan dengan warna : sedih, sedih banget. Kalau baru belajar musik akan diberi gambaran, ini biru. Di musikpun ada biru muda, biru tua.”

Seven modes in major scale itu adalah sebagai berikut : ionian, dorian, phrygian, lydian, mixolydian, aeolian, locrian.

“Dari 7 ini dibagi lagi menjadi 7 lagi, ada tujuh tingkat. Ini gunanya untuk apa? Kalau Beethoven mengatakan bahwa belajar musik itu untuk menghancurkannya, orang jazz bilang belajar musik untuk bermain-main. Panjang ceritanya, tapi yang pasti Phytagoras-lah yang membagi satu oktaf menjadi tujuh. Bukan tidak mungkin dia – dan juga penemu-penemu lain – melihat informasi itu di dalam Alquran.”[3]

Sumber : Kenduricinta.com
Admin Pada Tuesday, April 16, 2013 Komentar
Subscribe to: Posts (Atom)
  • Artikel Terbaru
  • Arsip Blog

Artikel Terbaru

Arsip Blog

  • October (1)
  • June (14)
  • May (18)
  • April (2)
  • February (1)
  • January (1)
  • January (1)
  • November (1)
  • August (2)
  • July (2)
  • June (3)
  • May (13)
  • April (26)
  • March (30)
  • February (43)
  • January (50)
  • December (4)

Resensi Buku

Kategori

Anekdot Berita Pendidikan Cerpen Download Esai Guru Menulis Inspirasi Kolom Kolom Cak Nun Kolom Jamaah Maiyah Literasi News Opini Pendataan Pendidikan Puisi Regulasi Reportase Maiyah Resensi Buku Sertifikasi Guru Tentang Maiyah Tips & Trik
Pejalan Sunyi

Followers

Pejalansunyi.id berusaha berbagi informasi yang bermanfaat. Jika ada ide, kritik, atau saran, silahkan hubungi kami dengan kontak berikut. Salam!

Name Email Address important Content important

Reportase Maiyah

Contact Form

Name

Email *

Message *

Artikel Random

Memuat...
Copyright © Pejalan Sunyi
Template by Arlina Design