Lanjutan dari MAIYAH HONGKONG: Bikin Meja, Bukan Pidato Tentang Gergaji
DALAM kesempatan itu juga mereka ngobrol urusan sedekah, soal Dompet Dhuafa atau badan lain yang menghimpun sedekah dari orang-orang untuk disalurkan kepada yang berhak menerima.
“Logikanya di sini TKW bekerja, tapi mereka (Dompet Dhuafa) tinggal di tempat yang lebih enak daripada yang memberi sedekah di sini,” kata Mbak Via.
“Itu dari uangmu bekerja setengah mati. Bukannya kita tidak mau sedekah, tapi orang sedekah itu kan ada kualitasnya, ada mutunya. Kamu ngasih 1 juta kepada orang yang punya uang 10 juta, ya nggak ada gunanya. Tapi kamu ngasih sepuluh ribu saja kepada orang yang pas nggak bisa makan, itu manfaatnya ribuan kali lipat. Nah kamu bisa menemukan ketepatan seperti itu.”
“Kalau kamu serahkan kepada mereka, siapa yang menjamin kualitas sedekahmu? Siapa yang menjamin bahwa uangmu akan disampaikan kepada 8 asnaf? Jadi kalau misalnya saya diberi hak untuk menentukan apakah harus ngasih sedekah ke Dompet Dhuafa atau tidak, saya bilang: Jangan. Wis kalian mau wakaf sama siapa, orang yang kamu percaya di kampungmu. Kalau kamu kasih tanah atau bangun masjid untuk PKS, nanti malah direbut sama LDII, sama Persis – nah malah jadi bahan pertengkaran. Kalau kamu belum menemukan 8 asnaf yang tepat menurut hitunganmu sendiri, kamu simpan dulu uangnya. Bikin 2 rekening, satu untuk menghimpun rencana infaq, satu untuk keluarga atau pribadi.”
Mbak Via menceritakan mekanisme yang dijalankan salah satu ustadz yang cukup terkenal dengan metode sedekah-nya. Kalau ingin naik haji nggak punya duit, disuruh menyerahkan yang mereka punyai, nanti diganti berlipat-lipat. Itu langsung mengisi formulir. Ada yang menyerahkan kunci mobil juga.
“Itu kan saking gobloknya orang Indonesia. Gitu itu kan orang nggak punya harga diri. Masak saya kasih nasihat ke Anda, kalau di Indonesia itu banyak orang miskin, terus Anda ngasih uang ke saya untuk saya kasih ke mereka. Saru toh. Selama ini kan saya selalu mempertemukan orang yang butuh kepada orang yang bisa memenuhi. Itu berlaku di segala bidang, apa itu urusan orang kecil, apa itu soal kerjaan, soal aset, soal apa saja – dan saya tidak pernah mau terlibat dalam transaksi. Ini saya cuma mempertemukan urusan kalian, setelah itu kalian bersyukur, berterima kasih, terus nraktir saya, wis ra popolah nraktir wae, tapi dengan rasa syukur. Dan saya tidak mau meremehkan Tuhan. Tuhan pasti kasih rizqi saya wong saya berbuat baik kok. Saya tidak akan moroti perbuatan baik itu untuk kepentingan ekonomi.Masak perbuatan baik saya sendiri tak poroti, tak cari duitnya sendiri, iku kan ngisin-isini.”
Mbak Ning berkomentar, “Dadi kuwi wong pinter sing kepinterane untuk minteri wong bodho.”
“Nah, kuwi kunci yo Dik, kowe entuk dadi wong pinter ning ra entuk minteri. Kowe entuk dadi wong ayu ning ra entuk kemayu. Kowe iso dadi kuat ning ojo nguati wong. Kowe entuk dadi wong gedhe, mung ora entuk nggedheni wong. Kuwi kunci.”
“Kalau saya digedheni sopo-sopo, sopo wae tak lawan. Pak Harto kuwi wong gedhe, tapi ra usah nggedheni aku. Ngko kowe nek nggedheni aku, tak duduhke nek aku yo gedhe. Wong aku ra tau nggedheni sopo-sopo. Kalau menjalankan kebiasaan orang besar,kan harusnya aku nggak di sini, di sekretariat ini. Tahun 1987 jadi menteri, tahun 1998 jadi presiden, itu kalau saya mau. Nek aku gelem ngono-ngono iku yo iso wae.”
“Saya ke sini ini karena kasih sayang, aku nduwe anak sak mono kae rek, nyambut gawe temenan ning luar negeri, ndhek negarane dhewe dianggep TKW, dianggap orang rendah. TKW ini padahal orang yang berani hidup, tidak merepoti APBN, tidak nuntut pemerintah untuk ngasih kerjaan, dan tidak marah lagi sama pemerintah.”
Problematika Para TKI/TKW
“Tapi kami di sini juga sering demo, Cak. Suatu contoh untuk masalah KTKLN (Kartu Tanda Kerja Luar Negeri), terus juga dulu waktu ada diskriminasi di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta.”
“Itu karena ingin moroti kalian. Jadi ditampung, iwak lemu-lemu mengko diperes, iku lak bajingan. Sekarang masih ada? Kalian itu dengan menteri sama haknya, dengan presiden sama haknya, urusan passportnya sah apa tidak, titik itu saja. Memenuhi aturan ketenagakerjaan atau tidak, itu thok kok. Kok pakai dibedakan kalau TKW.”
“Seperti saya kan diwajibkan bikin KTKLN. Waktu saya pulang dulu katanya wajib, tapi saya tanpa KTKLN kok bisa masuk. Ini berarti peraturannya kan belum jalan. Kalau memang kayak Hongkong, kalau memang iya ya iya, kalau memang tidak, semuanya tidak kan begitu. Saya dulu aman-aman saja, terus ada teman yang tidak bisa terbang. Ada yang dari Surabaya tidak bisa terbang. Dua minggu yang lalu saya dari Indonesia, sengaja saya nggak bikin KTKLN, di check in sama Garuda, giliran masuk ke Imigrasi nggak bisa karena harus ada Kartu Kerja Luar Negeri. Akhirnya suruh bikin kan, saya oke, karena disitu ada fasilitas bikin KTKLN. Katanya langsung jadi di airport, saya kesitu, kantor tutup. Ada pegawainya katanya disuruh bikin entah dimana, kantor mana. Berarti kan harus besok, padahal saat itu kita harus terbang, pegawainya cuma ngasih kertas berisi alamat kantor di mana kami bisa ngurus. Dan jawabnya, ‘Sekarang sudah malam, saya mau tidur’.”
“Itu kantor KTKLN dibuat untuk apa? Akhirnya saya masuk ke bagian Imigrasi, saya check in, saya lapor, mohon maaf karena di bandara sini tidak menyediakan fasilitas KTKLN yang sesuai dengan diberitakan di Hongkong bahwa di bandara ada pembuatan KTKLN. Ternyata kan tidak bisa, dan kalau saya terlambat terbang apakah mereka mau tanggung jawab? Akhirnya saya dibawa ke kantor, saya mohon maaf karena memang belum bikin.”
“Waktu pulang saya sempit dan beritanya gratis bikin KTKLN. Kenyataannya, teman-teman saya survey, ada yang habis 600 ribu, 300 ribu. Sudah perjalanan jauh, libur cuma sebentar, 2 hari, untuk bikin KTKLN saja sudah 2 hari, 1 hari nunggu seharian, kan sia-sia waktu, akhirnya saya bilang, oke sekarang di Hongkong ada fasilitas bikin KTKLN, kalau memang ada seorang TKW yang belum bikin KTKLN dengan tujuannya Hongkong, mohon diberitahukan di Hongkong itu bisa bikin KTKLN, saya di-stempel Mbak.”
“Terus dia bilang, oke ini saya kasih kalau Anda pulang lagi ke Indonesia berangkat harus punya KTKLN. Setelah sampai sini saya bicara sama anak-anak, coba ini diperhatikan untuk masalah KTKLN, kalau sudah masuk ke kantor Imigrasi, berarti pemerintah sudah serius dan kita wajib mentaati. Kalau dulu kan di bagian check in, Imigrasi nggak peduli ada KTKLN atau tidak, tidak pernah ditanyakan. Nah kalau sekarang ditanyakan berarti peraturannya sudah bener-bener berlaku. Kalau dulu kan waktu check in, ada yang ditanyakan, ada yang tidak. Dulu pernah teman tak suruh lawan juga ke pegawai check in-nya kalau sampeyan bisa kasih uang 1 juta bisa masuk lho, bilang begitu, lalu saya bilang oke saya bisa kasih 1 juta tapi keluarkan KTKLN, kan nggak bisa. Lah kalau memang saya bisa kasih uang 1 juta bisa masuk, kenapa saya harus kasih. Saya nggak kasih pun berarti bisa masuk, nggak ada KTKLN toh.”
“Kalau sekarang, untuk yang baru-baru, biasanya dari PT-nya sudah ada KTKLN. Yang ingin kita usulkan itu, KTKLN tidak hanya untuk masa 2 tahun. Masak setiap 2 tahun bikin, harus bayar lagi. Kalau memang kerja di sini dan masih kerja di Hongkong, berarti dia sudah punya asuransi, karena persyaratannya itu katanya alasannya karena asuransi. Kalau bikin di Indonesia itu memang beli 170.000 yang untuk 1 tahun, 350.000 yang untuk 2 tahun, nahkalau untuk yang masih kerja di Hongkong, itu kan berarti pemerintah Hongkong majikannya yang sudah nanggung asuransinya.”
“Kemarin ada kejadian anak Banyuwangi, transit Jakarta, lalu Hongkong. Di Jakarta, KTKLN-nya habis masa berlakunya, nggak bisa masuk. Yang kita bingung, untuk apa sih kantor pembikinan KTKLN di bandara berapa meter itu lokasinya, berapa duit sewanya, kenapa nggak bisa kasih fasilitas, tahu penerbangan ke luar negeri tidak hanya siang saja, malam juga ada penerbangan, berarti harus buka 24 jam dan siap untuk membikin KTKLN. Itu malah dikasih alamat saja karena sudah malam dan petugasnya mau tidur. Mereka tutup pintu. Dulu waktu kejadian di Terminal 3 juga begitu. Harus lewat terminal 3. Yang kasihan itu yang dari Arab, yang tidak tahu dunia luar. Saya sendiri menilai, kalau memang di Hongkong itu enak karena undang-undangnya dari Indonesia, itu salah. Justru dari pemerintah Hongkong-nya sendiri yang bagus, yang menjadikan kita nyaman disini, karena kalau memang pemerintah Indonesia-nya yang bagus, harusnya seluruhnya yang ada TKW/TKI harus bagus. Di sini aturannya seimbang, kalau kita mutus kerja secara langsung pun, kita bayar majikan 1 bulan, begitupun majikan kalau mutus kerja secara langsung pun, dia harus bayar kita tunai 1 bulan.”
Mbak Ning bercerita panjang lebar mengenai contoh-contoh riil persoalan yang dihadapi para TKI.
“Di Indonesia, setiap yang ingin jadi pemerintah itu ingin merampok – dari presiden sampai bupati. Pikirane mung pengen ngrampok, piye carane korupsi-korupsi. Terus rakyat kalau ada rampok, kan bisanya ngemis. Sekarang pengemis kan njaluk-njaluk nganggo proposal, njaluksumbangan, pesantren kabeh njaluk sumbangan. Apa yang ingin dipelajari oleh pengemis, kepengin ikut merampok. Jadi rakyat sekarang itu cita-citanya bagaimana cara untuk bisa ikut merampok. Maka dari itu, kita harus melindungi betul keluarga kita, harus kita bangun sebagai manusia.”
“Saran saya, Anda mau pengajian apa saja, mau Az-Zahra, mau apa saja, nggak ada masalah, bagus semua. Saya mendukung semuanya. Cuma saya mewanti-wanti : kalian ini tenaga kerja,ngerti kalau kalian ini majikan sementara ustadz yang kalian datangkan – kalau dia pasang tarif – berarti dia buruh. Buruh harus manut. Carane manut : ayo digawe apik, iku jamaahmu dijak runding, kita sekarang punya masalah apa, dirumuskan bersama. misalnya ada 10 poin atau 20. Kita undang orang Indonesia yang bisa njawab itu – terserah mau ustadz, mau ahli psikologi, mau ahli ketenagakerjaan, saya bisa bantu nyariin orang. Jadi yang disebut pengajian itu: kalau ada racun didetoksifikasi, kalau ada sakit disembuhkan, kalau ada beras dijadikan nasi.[]
sumber: www.kenduricinta.com
MAIYAH HONGKONG: Menemukan Ketepatan Bersedekah
4/
5
Oleh
Admin
Untuk menyisipkan kode pendek, gunakan <i rel="code"> ... KODE ... </i>
Untuk menyisipkan kode panjang, gunakan <i rel="pre"> ... KODE ... </i>
Untuk menyisipkan gambar, gunakan <i rel="image"> ... URL GAMBAR ... </i>