Reportase Pengajian Padhangmbulan 19/11/2002
Kehadiran kita di Padhangmbulan seratus persen untuk menambah keakraban kita dengan Allah SWT. Yang disebut keakraban dengan Allah, kalau anda berkenan nanti saya sama Cak Fuad ingin menjelaskan secara ilmu bener-bener, beda antara ilmu dengan ma'rifat.
Semakin kita mengenal nilai-nilai semakin langkah-langkah kita lebih punya makna. Semakin kita tidak mengenal nilai-nilai, maka apapun yang kita lakukan, sebesar apapun, menjadi kurang bermakna. Itu nanti akan kita jelaskan dari sudut ilmu bahasa, ilmu laku sampai praktek-praktek dalam sejarah, kemudian kemungkinan-kemungkinan anda semua untuk menemukan pilihan didalam bidang ilmu dan bidang ma'rifat.
Orang-orang modern hanya mengenal ilmu dan bingung apa sebenarnya ma'rifat, meskipun kata ma'rifat itu dalam bahasa Indonesia disebut pengetahuan. Tetapi pada saat orang modern mengalami kebingungan mengenai ma'rifat, orang-orang Islam sendiri juga bertahayyul-tahayyul tentang ma'rifat. Oleh karena itu nanti akan kita coba urai tentang masalah ini... tetapi acara inti pada malam hari ini adalah pesta dengan Allah, pesta dengan Kanjeng Nabi...
Begitu urai Cak Nun dalam membuka Maiyah Padhang mBulan tanggal 19 November 2002 yang bertepatan dengan tanggal 15 Romadhon 1423 H sebelum memulai dengan pembacaan shalawat dan wirid-wirid sebagaimana biasanya. Mungkin karena terbawa “hawa” ramadhan suasana pada malam itu terasa lebih khusu' dan gayeng daripada biasanya.
Wirid Asmaul Husna
"Anda ingat", kata Cak Nun disela-sela wirid Asmaul Khusna Yaa Rohman Yaa Rohiim, "menurut ilmu bahasa, rohman adalah cinta Allah yang meluas, sedang rohiim cinta Allah yang mendalam. Jadi kalau kita membaca Yaa Rohmaan berarti kita sedang mensyukuri rahmat Allah kepada seluruh alam semesta secara universal, rahmat kepada semua umat manusia termasuk yang kafir, yang munafik, termasuk juga kepada binatang, awan, angin, langit, bumi, kepada seluruhnya. Rohman itu cinta Allah dalam dimensi ruang, sedang rohiim adalah cinta yang khususon, kasih sayang Allah kepada orang-orang yang memenuhi kriteria-kriteria untuk mendapatkan kasih sayang Allah secara khusus. Bedanya, cinta yang rohman adalah cinta yang sangat luas tetapi hanya berlaku di dunia sehingga disebut cinta dalam dimensi ruang. Kalau rohim cinta Allah yang khusus tetapi berlaku sangat panjang, maka disebut cinta dalam dimensi waktu, cinta Allah kepada anda berlaku tidak hanya selama anda hidup, tetapi juga berlaku sampai ke akherat, sampai ke sorga".
"Jadi, jika anda membaca Yaa Rohmaan anda ingat kepada seluruh warga alam semesta, ketika anda membaca Yaa Rohiim anda mengingat nasibmu sendiri di hadapan Allah sampai ke akherat kelak. Ada dialektika atau imbal-imbalan, coba sekarang anda ingat urut-urutan kata Alhamdulillaahi Robbil "aalamiin. Kata alhamdulillah itu segala puji memusat kepada Allah, karena alhamdu hanya lillah. Titik fokusnya hanya Allah, tetapi Allah kemudian melebarkan pusat itu ke al- 'aalamiin. Kalau digambar , alhamdulillah itu memusat, terus ternyata Allah itu bukan hanya Allah di satu titik, tetapi Allah adalah Robbul'aalamiin, pengasuh seluruh alam. Tidak hanya satu alam tetapi al-'aalamiin, bukan al-'alm saja tetapi al-'aalamiin. Ini dialektika namanya, setelah memusat ke satu titik, melebar lagi, setelah itu memusat lagi kemudian melebar lagi. Begitulah kita, kita melihat diri kita terus ingat masyarakat, ingat masyarakat kemudian ingat diri kita. Maka inti ilmunya adalah kalau anda melihat langit, ingatkah engkau kepada Allah? Kalau engkau melihat kambing yang digembalakan sore-sore anda ingat kepada Allah robbanaa maa kholaqta haada batila. Melihat apa saja menemukan Allah padanya".
Sumber : Catatan Rudd Blora
Kehadiran kita di Padhangmbulan seratus persen untuk menambah keakraban kita dengan Allah SWT. Yang disebut keakraban dengan Allah, kalau anda berkenan nanti saya sama Cak Fuad ingin menjelaskan secara ilmu bener-bener, beda antara ilmu dengan ma'rifat.
Semakin kita mengenal nilai-nilai semakin langkah-langkah kita lebih punya makna. Semakin kita tidak mengenal nilai-nilai, maka apapun yang kita lakukan, sebesar apapun, menjadi kurang bermakna. Itu nanti akan kita jelaskan dari sudut ilmu bahasa, ilmu laku sampai praktek-praktek dalam sejarah, kemudian kemungkinan-kemungkinan anda semua untuk menemukan pilihan didalam bidang ilmu dan bidang ma'rifat.
Orang-orang modern hanya mengenal ilmu dan bingung apa sebenarnya ma'rifat, meskipun kata ma'rifat itu dalam bahasa Indonesia disebut pengetahuan. Tetapi pada saat orang modern mengalami kebingungan mengenai ma'rifat, orang-orang Islam sendiri juga bertahayyul-tahayyul tentang ma'rifat. Oleh karena itu nanti akan kita coba urai tentang masalah ini... tetapi acara inti pada malam hari ini adalah pesta dengan Allah, pesta dengan Kanjeng Nabi...
Begitu urai Cak Nun dalam membuka Maiyah Padhang mBulan tanggal 19 November 2002 yang bertepatan dengan tanggal 15 Romadhon 1423 H sebelum memulai dengan pembacaan shalawat dan wirid-wirid sebagaimana biasanya. Mungkin karena terbawa “hawa” ramadhan suasana pada malam itu terasa lebih khusu' dan gayeng daripada biasanya.
Wirid Asmaul Husna
"Anda ingat", kata Cak Nun disela-sela wirid Asmaul Khusna Yaa Rohman Yaa Rohiim, "menurut ilmu bahasa, rohman adalah cinta Allah yang meluas, sedang rohiim cinta Allah yang mendalam. Jadi kalau kita membaca Yaa Rohmaan berarti kita sedang mensyukuri rahmat Allah kepada seluruh alam semesta secara universal, rahmat kepada semua umat manusia termasuk yang kafir, yang munafik, termasuk juga kepada binatang, awan, angin, langit, bumi, kepada seluruhnya. Rohman itu cinta Allah dalam dimensi ruang, sedang rohiim adalah cinta yang khususon, kasih sayang Allah kepada orang-orang yang memenuhi kriteria-kriteria untuk mendapatkan kasih sayang Allah secara khusus. Bedanya, cinta yang rohman adalah cinta yang sangat luas tetapi hanya berlaku di dunia sehingga disebut cinta dalam dimensi ruang. Kalau rohim cinta Allah yang khusus tetapi berlaku sangat panjang, maka disebut cinta dalam dimensi waktu, cinta Allah kepada anda berlaku tidak hanya selama anda hidup, tetapi juga berlaku sampai ke akherat, sampai ke sorga".
"Jadi, jika anda membaca Yaa Rohmaan anda ingat kepada seluruh warga alam semesta, ketika anda membaca Yaa Rohiim anda mengingat nasibmu sendiri di hadapan Allah sampai ke akherat kelak. Ada dialektika atau imbal-imbalan, coba sekarang anda ingat urut-urutan kata Alhamdulillaahi Robbil "aalamiin. Kata alhamdulillah itu segala puji memusat kepada Allah, karena alhamdu hanya lillah. Titik fokusnya hanya Allah, tetapi Allah kemudian melebarkan pusat itu ke al- 'aalamiin. Kalau digambar , alhamdulillah itu memusat, terus ternyata Allah itu bukan hanya Allah di satu titik, tetapi Allah adalah Robbul'aalamiin, pengasuh seluruh alam. Tidak hanya satu alam tetapi al-'aalamiin, bukan al-'alm saja tetapi al-'aalamiin. Ini dialektika namanya, setelah memusat ke satu titik, melebar lagi, setelah itu memusat lagi kemudian melebar lagi. Begitulah kita, kita melihat diri kita terus ingat masyarakat, ingat masyarakat kemudian ingat diri kita. Maka inti ilmunya adalah kalau anda melihat langit, ingatkah engkau kepada Allah? Kalau engkau melihat kambing yang digembalakan sore-sore anda ingat kepada Allah robbanaa maa kholaqta haada batila. Melihat apa saja menemukan Allah padanya".
"Sayyidina Abu Bakar ra. dalam menemukan nilai-nilai, menemukan kebenaran, menemukan Allah beliau membutuhkan proses yang sifatnya kultural, opo anane, alon-alon. Beliau menghayati secara kultural sehingga menemukan Allah didalam perjalanan budayanya. Kalau Sayyidina Umar bin Khattab ra., beliau bukan manusia kultural tetapi manusia radikal. Begitu mau membunuh Rasulullah, di tengah jalan beliau dikasih tahu bahwa adiknya sendiri adalah pengikut Rasulullah maka beliau kembali pulang untuk membunuh adiknya, tetapi begitu sampai di rumah adiknya, mendengar Surat Thoha yang sedang dibaca oleh adiknya, beliau langsung mengambil keputusan untuk masuk Islam. Jadi untuk menemukan Allah beliau mengalami secara radikal. Lain lagi dengan Sayyidina Usman Ibnu Affan ra., metodenya dalam rangka untuk menemukan Allah dengan cara menimbang-nimbang karena beliau adalah seorang pengusaha, seorang konglomerat"."Jadi temen-temen sekalian" lanjut Cak Nun, " dalam mewiridkan Yaa Rohman Yaa Rohiim ini mohon dimasuki penghayatan seperti itu supaya hidupmu dikelilingi dan ditaburi oleh kasih sayang Allah, baik yang bersifat rohman maupun yang bersifat rohiim"(*)
"Puncaknya adalah Sayyidina Ali bin Abi Tholib krw., beliau tidak memakai metode kultural, tidak memakai metode radikal, juga tidak memakai metode keseimbangan, tetapi tanpa metode untuk menemukan Allah. Kalau menemukan daun yang tampak oleh beliau bukan daun tapi yang terasa adalah Allah. Baginya yang ada sesungguhnya hanyalah Allah, daun itu sebenarnya tidak ada tetapi diada-adakan. Engkau tidak ada yang ada hanyalah Allah, engkau hanya semu, hanya sementara, engkau tidak sungguh-sungguh ada, maka Ali menemukan Allah secara langsung tanpa metode".
Sumber : Catatan Rudd Blora
Cinta dalam Dimensi Ruang dan Waktu
4/
5
Oleh
Admin
Untuk menyisipkan kode pendek, gunakan <i rel="code"> ... KODE ... </i>
Untuk menyisipkan kode panjang, gunakan <i rel="pre"> ... KODE ... </i>
Untuk menyisipkan gambar, gunakan <i rel="image"> ... URL GAMBAR ... </i>