• Home
  • About
  • Hubungi Kami
  • Privacy Policy
  • Disclaimer
Menu

Pejalan Sunyi

iklan banner
  • Home
  • Daftar Isi
  • News
  • Inspirasi
  • Seputar Guru
    • Regulasi Pendidikan
    • Perangkat Pembelajaran
    • Media Pembelajaran
    • Guru Menulis
    • Sertifikasi Guru
    • Pendataan Pendidikan
  • Tips & Trik
  • Budaya
    • Opini
    • Esai
    • Resensi Buku
    • Cerpen
    • Puisi
    • Anekdot
  • Maiyah
    • Tentang Maiyah
    • Kolom Mbah Nun
    • Kolom Jamaah Maiyah
    • Reportase Maiyah
  • Literasi
  • Download
  • Kirim Artikel

Artikel Populer

  • Perkiraan Turunnya Lailatul Qadar Berdasar Pengalaman Para Ulama Tashawuf
  • Muhammad Ai(nun) Nadjib, Pengayom Rakyat Tertindas
  • Catatan Dari Patangpuluhan

Inspirasi

Pengunjung

Free counters!
top personal sites
top personal sites
Home / Archived For March 2013

Sunday, March 31, 2013

Lengser : Reformasi Yang Dicuri

Lengser : Reformasi Yang Dicuri

Kolom Jamaah Maiyah
Pembuka.
Mei, sebelas tahun lalu. Keputusan Presiden Soeharto untuk mengundurkan diri dari jabatannya tetap saja mengejutkan berbagai pihak. Seorang ‘raja’ yang berkuasa selama 32 tahun --sangat perkasa-- tiba-tiba memilih, dengan terpaksa, menjadi rakyat biasa. Lebih mengagetkan lagi, di depan kamera TV, yang disaksikan jutaan rakyat Indonesia, menyatakan dalam bahasa ngoko jawatimuran berucap: “Ora dadi presiden ora patheken.” Ternyata kata-kata itu yang ngajari Emha Ainun Nadjib. Emha sendiri kaget, “kok bisa-bisanya saya ngajarin Presiden.”

Mei 1998, adalah peristiwa teramat penting bagi bangsa Indonesia. Sebuah catatan sejarah tertorehkan. Puncak dari rentetan peristiwa demi peristiwa. Beberapa bulan sebelumnya, masyarakat dan mahasiswa di seluruh negeri telah menebarkan kritikan-kritikan tajam terhadap pemerintahan Soeharto yang sekian lama menerapkan kebijakan represif dan diktator. Berbagai elemen masyarakat seolah bersatu; mahasiswa, kaum intelektual, akademisi, seniman, buruh, agamawan; kian berani melontarkan wacana-wacana yang menyerang pemerintah. Disertai dengan merebaknya demonstrasi di berbagai kota; Medan, Bandung, Surabaya, Jogjakarta dan Jakarta. Tema-tema yang diusung bermacam-macam: Turunkan Harga Sembako, Hapuskan SDSB, Ganti Orba, Turunkan Soehato dan Reformasi. Istilah ‘Reformasi’ inilah yang akhirnya menjadi jargon utama.

Saya ingin mengurai beberapa fakta yang kurang mendapat perhatian khalayak. Fakta-fakta yang kurang di blow-up oleh media dan luput dari mripat para ahli sejarah. Sebuah peristiwa sejarah, betapapun kecilnya, bisa jadi tidak menjadi catatan sejarah. Tentu saja tulisan ini hanya salah satu sudut pandang, yang mungkin saja masih belepotan dengan subyektifitas.

Dua bulan sebelumnya, 11 Maret 1998, Soeharto dan BJ Habibie diangkat dan disumpah menjadi Presiden dan Wakil Presiden. 14 Maret 1998 Kabinet Pembangunan VII diumumkan. Masyarakat yang sudah apatis dengan pemerintahan baru justru semakin menunjukkan sikap politiknya. Menolak pemerintahan baru. Reformasi harus diterapkan secara total.

Soeharto bukannya tidak tahu, 15 April 1998, alih-alih memenuhi permintaan rakyat, justru menghimbau kepada para demonstran, terutama mahasiswa untuk mengakhiri demonstrasi dan kembali ke kampus. Bahkan melalui Menteri Dalam Negeri, Hartono dan Menteri Penerangan, Alwi Dachlan, menyatakan: reformasi baru bisa dimulai tahun 2003.

Demonstrasi besar-besaran tak terelakkan lagi. Kerusuhan mulai terjadi di Medan, 5 Mei 1998. Soeharto tetap tidak menggubris, justru berangakt ke Mesir, 9 Mei 1998, untuk menghadiri pertemuan KTT G-15.

Dalam pengajian Padhang Bulan, 11 Mei 1998, Emha mengajak jamaah untuk wiridan atau membaca zikir sebanyak-banyaknya karena besok paginya akan terjadi sesuatu yang menjadi tonggak sejarah bangsa Indonesia.

Benar. 12 Mei 1998, tiba-tiba terjadi penembakan empat mahasiswa di Universitas Tri Sakti Jakarta, yang sedang melakukan demo secara damai di dalam kampus, Satu dua hari berikutnya, para mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta mendatangi Universitas Tri Sakti untuk menyatakan duka cita. Juga diakhiri dengan kerusuhan.

14 Mei 1998, terjadi kerusuhan besar-besaran. Mobil, motor, gedung, POM Bensin dibakar massa. Penjarahan dimana-mana. Pusat perbelanjaan diburu massa, barang-barangnya dirampok dan gedungnya dibakar. Aparat keamanan seolah membiarkan.

Beberapa tokoh; Nurcholish Madjid, Utomo Dananjaya, Emha Ainun Nadjib, Ekky Syahruddin, Fahmi Idris dan beberapa yang lain kemudian mengadakan pertemuan di Hotel Regent, Jakarta, pada 16 Mei 1998. Mereka membuat semacam draf untuk disampaikan kepada Soeharto yang intinya untuk secara legowo mundur dari kursi kepresidenan. Lengser Keprabon, Mandeg Padhito. Draft naskah ini diberi judul Khusnul Khatimah oleh Nurcholish Madjid, karena isinya lebih pada niat, kesadaran dan konteks khusnul khatimah.

Naskah ini kemudian dikonfrensi-perskan pada tanggal 17 Mei 1998 di Hotel Wisata Internasional, Jakarta. Esoknya, 18 Mei 1998, isi dan pokok-pokok pikiran naskah disampaikan Mensesneg Syaadillah Mursyid kepada Soeharto, dan langsung dipelajari. Beberapa jam berikut, Syaadillah dipanggil Soeharto dan menyatakan bersedia mengikuti saran-saran untuk mundur dan meminta untuk bertemu dengan orang-orang yang menyarankan untuk lengser secara khusnul khatimah.

19 Mei 1998 pukul 09.00 Wib, Emha Ainun Nadjib, dengan bersepatu pinjaman, mendatangi Istana Negara bersama dengan delapan orang tokoh lain memenuhi permintaan Soeharto. Mereka adalah: KH Abdurrahman Wahid, KH Ali Yafie, Prof. Malik Fadjar, Yusril Ihza Mahendra, KH Cholil Baidowi, Sumarsono, Achmad Bagdja dan KH Ma'aruf Amin. Tujuan utama pertemuan ini adalah merundingkan bagaimana prosedur turun jabatan yang terbaik untuk seluruh pihak dari bangsa Indonesia. Cara konstutusional, arif dan tidak menimbulkan gejolak dan memperparah kondisi sosial masyarakat yang sedang rentan.

Dalam pertemuan selama 2.5 jam itu, Ali Yafie yang mengawali pembicaraan bahwa Pak Harto harus mundur. Kemudian diikuti oleh Emha, Nurcholish Madjid (Cak Nur), Yusril Ihza Mahendra dan Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Kata-kata yang meluncur dari mulut Gus Dur justru mengagetkan orang-orang yang hadir, tidak garang seperti biasanya: “Selama ini saya bayangkan Pak Harto itu monster, ternyata pagi ini saya temukan Pak Harto ini manusia.”

Tiga gagasan yang diajukan kepada Pak Harto adalah: Soeharto turun, MPR-DPR bubar dan dibentuk Komite Reformasi. Komite Reformasi memegang kekuasaan sementara dan segera mengangkat Pejabat Kepala Negara Sementara, kala itu tidak lain dan tak ada orang lain kecuali Amien Rais.

Nurcholish Madjid menyarankan dengan tegas agar Pak Harto sendirilah yang memimpin reformasi, dengan asumsi agar proses peralihan kekuasaan diminimalisir tingkat konflik sosialnya. Saran agar Pak Harto memimpin reformasi harus difahami dalam konteks khusnul khatimah. Justru orang yang banyak melakukan kesalahan-kesalahan di masa lalu yang harus bertanggungjawab mereformasi. Memulai reformasi dari dalam diri sendiri, memperbaikinya dan mempertanggungjawabkan kesalahan-kesalahannya serta membayarkan sesuatu yang harus dibayar, mengembalikan sesuatu yang harus dikembalikan, sesuai hukum positif (hukum agama dan perundang-undangan yang berlaku).

Komite Reformasi ini semacam MPR Sementara yang bertugas selama enam bulan dengan agenda mengubah Undang-undang Partai Politik dan Pemilu serta mempersiapkan dan menyelenggarkan Pemilu. Komite ini terdiri orang-orang yang berkompeten, dan dikenal sebagai reformis progresif. Mereka antara lain: Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarno Putri, Kardinal J Darmaatmadja, Amien Rais, Abdul Qadir Djaelani, Adnan Buyung Nasution, YB Mangunwijaya, Kwik Gian Gie, Ali Sadikin, Daniel Sparingga, Muladi, Ismail Suny, I Ketut Puja, Eggi Sudjana, Soelarso Sopater, Adi Sasono, Affan Gaffar, Arbi Sanit, Ahmad Tahir, Ahmad Tirtosudiro, Ahmad Bagdja, Akbar Tanjung, Albert Hasibuan, Anwar Harjono, Anas Urbaningrum, AM Fatwa, Abdul Malik Fadjar, Harun Al Rasyid, Hartono Mardjono, Ismael Hassan, Joewono Soedarsono, Soedharmono, Suhardiman, Wiranto, Yusril Ihza Mahendra, Rektor UI, Rektor UGM, Rektor Undip, Rektor Unair, Rektor Unpad, Rektor IPB, Rektor UI, Rektor IAIN Syarif Hidayatullah, bahkan tambahan dari unsur Ormas dan LSM.

Emha dan Cak Nur di Istana Negara, setengah jam sebelum pertemuan sembilan orang dengan Pak Harto, bersepakat dan berjabat tangan, bersumpah tidak akan ikut dalam Komite Reformasi dan kekuasaan pasca Komite Reformasi membentuk pemerintahan baru. Hal ini semata-mata untuk memberi contoh kepada masyarakat bahwa yang dilakukan bukanlah bertujuan kekuasaan. Cak Nur tetap keukeuh, konsisten, meskipun Pak Harto memohon-mohonnya untuk ikut bergabung.

Amien Rais marah besar terhadap Cak Nur. Pada 20 Mei 1998 sebelum konfrensi pers Cak Nur dituding-tuding oleh Amien Rais soal Komite Reformasi yang digagasnya. Amien beranggapan bahwa Komite Reformasi sebagai strategi licik dari Pak Harto yang tetap ingin berkuasa. Cak Nur hanya tersenyum.

Namun Komite Reformasi ini kemudian disalahpahami oleh kebanyakan kaum reformis. Ada anggapan sembilan tokoh yang bertemu Pak Harto menginginkan kekuasaan. Disamping itu, kebanyakan pihak tidak bersepakat bahwa Pak Harto ada di dalam Komite Reformasi.

Malam. Jalan Indramayu No. 14 Jakarta, 20 Mei 1998. Cak Nur berucap: “Kekuasaan Habibie harus kita beri isian cek, tidak boleh menulis sendiri isi ceknya. Bukan cek kosong!”

23.00 Wib. Emha menghubungi beberapa sahabatnya untuk mengontak wartawan lokal maupun asing. Konfrensi pers segera dilaksanakan. Mereka sudah siap dengan tugas masing-masing. Utomo Dananjaya akan membuka acara. Emha yang menjelaskan secara lisan tentang akan lengser-nya Pak Harto besok 21 Mei 1998. Cak Nur akan membacakan statemen yang telah rapi diketik Emha:

“Kami adalah pribadi-pribadi warga negara yang merasa ikut terpanggil memenuhi kewajiban bersama menyangga keutuhan Bangsa dan Negara, dengan ini menyatakan:

1. Sesudah BJ Habibie dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan UUD 1945, menyatakan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Bapak Soeharto atas sikap belau yang arif bijaksana dan penuh kebesaran jiwa memenuhi keinginan masyarakat luas untuk berhenti sebagai Presiden Republik Indonesia dalam rangka Reformasi.

2. Kami bersepakat bahwa Presiden BJ Habibie memimpin pemerintahan transisi sampai dengan Sidang Umum MPR baru dalam waktu 6 bulan.

3. Presiden harus segera menyusun Kabinet Reformasi yang sepenuhnya mencerminkan pluralitas masyarakat Indonesia, dan yang terdiri dari orang-orang yang bersih dari kolusi, korupsi, kroniisme dan nepotisme.

4. Pemerintah harus secepat mungkin melahirkan paket UU Politik, UU Anti Monopoli, UU Anti Korupsi serta UU Pers; sesuai dengan ide dan aspirasi Reformasi.

5. Pemerintah harus menyelenggarakan Pemilu dan Sidang Umum MPR dalam 6 (enam) bulan berdasarkan paket Pemilu yang baru.

6. Pemerintah harus dengan sungguh-sungguh dan secara efektif melaksanakan pemberantasan korupsi, kolusi, kroniisme dan nepotisme.

Jakarta, 21 Mei 1998, pukul 00.30 Wib
Tertanda:

Nurcholish Madjid
Emha Ainun Nadjib
A Malik Fadjar
Utomo Danandjaya
S Drajat

Secara tiba-tiba, menjelang konfrensi pers Amien Rais datang. Mereka saling berbasa-basi dan berjabat tangan. Cak Nur sempat ngobrol beberapa saat dengan Amien Rais. Yang lain menunggu di ruang lain. Kemudian apa yang terjadi di luar skenario. Cak Nur masuk langsung membacakan pernyataan tanpa acara dibuka oleh Utomo Danandjaya dan penjelasan lisan latar belakang dari pernyataan tersebut oleh Emha sebagaimana yang telah disepakati dari awal. Dalam pembacaan pernyataan di depan para wartawan lokal dan asing, ada beberapa kesalahan diucapkan oleh Cak Nur, sehingga harus re-take. Semua berdebar menunggu. Di akhir pembacaan Cak Nur mengucap:

Jakarta, 21 Mei 1998, pukul 00.30 Wib
Tertanda:

Nurcholish Madjid
Amien Rais

Menjelang Penutup.
Inilah sejarah. Sejarah bisa menjadi hitam atau putih. Bisa juga menjadi abu-abu. Kekuasaan dan kebesaran adalah impian. Apapun jalannya harus digapainya. Kejujuran dan kerendahhatian hanya ada dalam kitab-kitab suci. Wallahu a’lam.

Penutup.

Sumber:
- Catatan lepas Emha Ainun Nadjib, 2,5 Jam Bersama Soeharto
- Emha Ainun Nadjib, Ikrar Khusnul Khatimah
- Beberapa Media
- Pergaulan dengan Emha

Catatan: Munzir
FB Komunitas Kenduri Cinta
Admin Pada Sunday, March 31, 2013 Komentar

Thursday, March 28, 2013

"Metode Penelitian" itu Bernama An-Nur 35

"Metode Penelitian" itu Bernama An-Nur 35

Kolom Jamaah Maiyah
DI Maiyahan Mocopat Syafaat 17 Maret 2013 yang lalu saya mendapatkan bahan baru dari Cak Nun, yakni ketika beliau mengatakan bahwa Surat An Nur ayat 35 merupakan sebuah “metode penelitian“ yang canggih. Saya tentu saja bengong, kaget dan bercampur penasaran. Meski sudah doktor dan insya Allah hampir profesor, otak saya ternyata masih bundel, sehingga tidak pernah berfikir sejauh ini. Jika benar (dan kita harus yakin benar) apa yang dikatakan Cak Nun, barangkali ini satu “lompatan ilmiah” yang belum dilakukan oleh orang yang mengaku ilmuwan di mananpun di dunia ini.

Apa yang dikemukakan Cak Nun tersebut membuktikan bahwa Qur’an merupakan gudangnya ilmu pengetahuan. Sayang sampai saat ini orang hanya membacanya saja dalam arti literer, sehingga yang didapatkan „hanyalah“ kesadaran religus atau kepuasan spiritual, namun kurang mendapatkan informasi intelektual (yang nantinya juga akan berpuncak kepada spiritual).

Dalam dunia ilmiah, saat ini setidaknya ada dua metode penelitian yang sangat populer, yang umumnya juga sering dipertentangkan penggunaannya, dan bukan disandingkan. Metode itu ialah metode penelitian kualitatif dan metode penelitian kuantitatif. Metode penelitian kualitatif-naturalistik memiliki karakter : 1). Bertujuan memperoleh gambaran yang lebih mendalam tentang suatu fenomena; 2). Bertujuan untuk memahami makna dari suatu fenomena; 3). Memandang fenomena secara utuh dan holistik; 4). Desain penelitian bersifat emergensi, artinya terbuka untuk disempurnakan.

Metode kualitatif memulai dengan definisi dan konsep yang umum, melakukan pengamatan dengan lensa yang lebar, mencari pola-pola antarhubungan dan antarkonsep yang sebelumnya tidak ditentukan. Untuk mencapai tujuan penelitian kualitatif seperti ini, langkah yang diambil adalah : (l) membangun model teori melalui pengembangan unsur teori dan unsur kajian yang telah ada, (2) mengumpulkan data melalui informan sesuai dengan data yang dibutuhkan, (3) menetapkan peneliti sendiri sebagai instrumen utama penelitian, (4) melakukan analisis data secara kualitatif, yang dilakukan baik ketika berada di lapangan maupun setelah pekerjaan lapangan selesai.

Sedangkan yang disebut metode penelitian kuantitatif adalah penelitian yang menggunakan logika positivistik dan menghindari hal-hal yang bersifat subyektif. Untuk itu, proses penelitiannya mengikuti prosedur yang telah direncanakan, karena tujuan dari penelitian kuantitatif adalah untuk menyusun ilmu nomotetik yaitu ilmu yang berupaya membuat hukum-hukum dari generalisasinya. Jadi subyek yang diteliti, data yang dikumpulkan, dan sumber data yang dibutuhkan, serta alat pengumpul data yang dipakai, harus sesuai dengan apa yang telah direncanakan sebelumnya. Dalam hal ini pengumpulan data dilakukan melalui pengukuran dengan menggunakan alat yang obyektif dan baku, melibatkan penghitungan angka atau kuantifikasi data.

Karenanya dapat dipahami jika peneliti menempatkan diri secara terpisah dengan obyek penelitian, dalam arti dirinya tidak terlibat secara emosional dengan subyek penelitian. Analisis data dilakukan setelah semua data terkumpul, dan dalam analisis data, peneliti dituntut memahami teknik-teknik statistik. Hasil akhir dari penelitian kuantitatif adalah generalisasi dan prediksi, lepas dari konteks waktu dan situasi.

Metode lain yang populer adalah grounded research diperkenalkan oleh Glaserdan Strauss (1967). Dalam metode ini berlawanan sama sekali dengan pendekatan klasikal, karena pada pendekatan klasikal, penelitian menggunakan logika deduksi-hipotesis-verifikatif atau disebut juga dengan penelitian verifikatif. Umumnya penelitian ex post facto, beranjak dari teori kemudian dijabarkan menjadi hipotesa-hipotesa sesuai dengan masalah yang ingin dipecahkan, lalu diadakan verifikasi untuk menguji kebenaran hipotesa.

Namun grounded research bertolak dari level fakta (empirik), dan dari fakta (empirik) tanpa teori bergerak menuju level konseptual. Pada pendekatan ini, dari data suatu konsep, hipotesa dan teori dibangun. Pada penelitian Grounded, peneliti langsung terjun ke lapangan tanpa membawa rancangan konseptual, teori dan hipotesis tertentu. Bahkan secara provokatif sering dikatakan agar peneliti ketika terjun ke lapangan dengan “kepala kosong” untuk menyingkirkan sikap, pandangan, keberpihakkan terhadap teori atau mazhab ilmu tertentu, yang dikhawatirkan menjadi bahaya besar bagi penyusunan teori, dan sepenuhnya berpedoman kepada apa yang ditemukannya di lapangan

Walaupun barangkali peneliti memiliki desain atau perencanaan penelitian hingga tuntas, namun kesemuanya itu bersifat fleksibel, bahkan boleh jadi tidak dipakai sama sekali dalam proses penelitian sehingga tidak terjebak pada kecenderungan studi verifikatif yang memaksakan level empirikal menyesuaikan diri dengan level konseptual teoritikal, dengan demikian, apa yang ditemukan berupa konsep, proposisi, dan teori, benar-benar berdasarkan data yang dikembangkan secara induktif.

Lalu Bagaimana An Nur 35 ?

Difirmankan dalam Surat An Nur 35 :



Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya-Nya adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Mahamengetahui segala sesuatu. (QS. 24:35)

Tentu banyak tafsir mengenai apa itu cahaya. Menurut Cak Nun, Surat An Nur 35 ini merupakan satu “metode penelitian” yang ditawarkan Allah kepada manusia secara luar biasa. Metode ini tentu saja mengatasi berbagai metode penelitian yang ditawarkan manusia sebagaimana saya sebutkan sebelumnya. Dalam An Nur 35 tersebut jelas Allah adalah cahaya itu sendiri, dan manusia diperintahkan untuk mencarinya! Bukankah proses mencari adalah “ruh” utama sebuah penelitian? Tentu surat an Nur 35 lebih lengkap lagi dibanding metode kualitatif-kuantitatif dan grounded di atas, karena pencarian yang dimaksud di surat ini sampai kepada puncak tertinggi, yakni Allah.

Sebaliknya metode penelitian yang ditawarkan manusia hanya sampai pada tingkat fenomena atau gejala alam dan sosial, yang hanya merupakan bagian kecil dari kehadiran Allah. Istilah nuurun ala nur sungguh luar biasa. Cahaya yang berlapis-lapis, dan manusia diperintahkan menuju cahaya ! Karena cahaya berlapis-lapis, berarti tidak ada kata berkesudahan. Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya-Nya.” boleh jadi orang yang dikehendakiNya, untuk diresapkan keimanan dan al-Qur-an ke dalam dadanya. Ini hak prerogratif Allah, dan manusia harus mencarinya, atau menawarkan diri kepada Allah agar dipilih untuk diberi cahayaNya.

Perumpamaan ini adalah satu kerja besar mencari dan mencari. Kerja besar itu diantaranya meningkatkan daya kompatibilitas kita agar dapat menyesuaikan diri dengan “chip” yang diberikan Allah sehingga kerja “komputer” di badan dan jiwa kita sesuai dengan kehendakNya. Proses mempersiapkan diri ini adalah proses yang tak berkesudahan sampai optimal program “komputer” di badan dan jiwa kita, agar selalu up to date, tidak letoy apalagi hang! Istilah zujajah (tabung kaca) bisa jadi itu akal pikiran dan sebagainya sebagai alat untuk mengolah itu semua.

Firman Allah: “Perumpamaan cahaya-Nya,” ada dua pendapat berkaitan dengan dhamir (kata ganti orang ketiga) dalam ayat ini, yakni Dhamir tersebut kembali kepada Allah, atau perumpamaan petunjuk-Nya dalam hati seorang Mukmin seperti misykaah (lubang yang tak tembus) atau ada yang memaknai jasad manusia. Allah juga menyamakan kemurnian hati seorang Mukmin dengan lentera dari kaca yang tipis dan mengkilat, menyamakan hidayah al-Qur-an dan syari’at yang dimintanya dengan minyak zaitun yang bagus lagi jernih, bercahaya dan tegak, tidak kotor dan tidak bengkok.

Kalau Cak Nun mengatakan mishbaah itu qolbu, maka ia memiliki kompatibilitas yang tinggi sehingga tidak memiliki batas-batas. Karenanya qolbu harus ditempatkan dalam zujajah (tabung kaca) justru agar dapat “mengatur’ kompatibilitasnya. Boleh jadi qolbu ini ada beberapa tingkatannya. Pertama, qalbun ajrad (hati yang polos tak bernoda) di dalamnya seperti ada pelita yang bersinar. Kedua, qalbun aghlaf (hati yang tertutup) yang terikat tutupnya. Ketiga, qalbun mankuus (hati yang terbalik). Keempat, qalbun mushfah (hati yang terlapis). Adapun qalbun ajrad adalah hati seorang Mukmin, pelita dalam hatinya adalah cahaya, qalbun aghlaf adalah hati orang kafir, qalbun mankuus adalah hati orang munafik, yang mengetahui kemudian mengingkari. Qalbun mushfah adalah hati yang di dalamnya bercampur iman dan nifak, iman yang ada di dalamnya seperti tanaman yang disirami air yang segar dan nifak yang ada di dalamnya seperti bisul yang disirami darah dan nanah, mana dari dua unsur di atas yang lebih dominan, maka itulah yang akan menguasai hatinya.

Kalau Allah berfirman “Pelita itu di dalam kaca,” cahaya tersebut memancar dalam kaca yang bening, maka maksudnya adalah perumpamaan hati seorang Mukmin, (Dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara,” Karena bintang apabila dilontarkan akan lebih bercahaya daripada kondisi-kondisi lainnya. Berbeda dengan cahaya matahari, bulan, bintang atau lampu, yang baru menampakkan benda-benda yang ia tuju, sebaliknya cahaya Allah adalah abadi dan akan menuntun manusia sampai menuju kebahagiaan sejati di akherat nanti.

Firman Allah: “Yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya,” yaitu berasal dari minyak zaitun, pohon yang penuh berkah, yakni pohon zaitun, Yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya),” tempat tumbuhnya bukan di sebelah timur hingga tidak terkena sinar matahari di awal siang dan bukan pula di sebelah barat hingga tertutupi bayangan sebelum matahari terbenam, namun letaknya di tengah, terus disinari matahari sejak pagi sampai sore. Sehingga minyak yang dihasilkannya jernih, sedang dan bercahaya (Tafsir Ibnu Katsir).

Tafsirnya barangkali seorang Mukmin yang terpelihara dari fitnah-fitnah. Adakalanya memang ia tertimpa fitnah, namun Allah meneguhkannya, ia selalu berada dalam empat keadaan berikut: Jika berkata ia jujur, jika menghukum ia berlaku adil, jika diberi cobaan ia bersabar dan jika diberi, ia bersyukur. Firman Allah: “(Yaitu), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Firman ini juga menunjukkan kekuasaan bahwa Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki,” Allah membimbing kepada hidayah bagi siapa yang Dia kehendaki. Selanjutnya pohon zaitun yang tidak tumbuh di Barat atau Timur juga menunjukkan ajaran Islam yang moderat, demokratis, dan di tengah-tengah, atau Rasululloh SAW mengatakan yang sedang-sedang saja.

Betapa dahsyatnya surat An Nur 35 ini karena menegaskan manusia untuk menuju cahaya. Ini berarti proses yang maha panjang, tidak berkesudahan, dan berarti pula manusia disuruh selalu berpikir, meneliti, berdiskusi, mempertanyakan kembali, tanpa putus-putusnya. Proses ini boleh jadi dapat dilalui dengan berbagai ”metode”, syariah, sahadah, mekanisme tauhid dan seterusnya untuk menuju cahaya Allah. Sudah pasti ”metode” untuk sampai pada tataran ini sangat canggih, melebihi metode penelitian ciptaan manusia.

Jadi ibadah mahdoh dan sebagainya, hanyalah ”metode” dan bukan ”tujuan”. Untuk menuju cahaya Allah, Rosululloh SAW mengajarkan ”metode riset aksi (action research)” di Madinah, yakni untuk memajukan kesejahteraan dan peradaban. Perubahan ekonomi, sosial, budaya, teknologi, dst, hanya dapat diperoleh dari ”riset aksi” yang metodenya ada di Surat An Nur 35 tersebut. Orang yang sampai kepada cahaya Allah barangkali tidak dapat diukur atau dilihat secara pasti, namun setidaknya dapat dilihat dari output sosial-nya. Jadi jangan dibalik, dilihat input mahdoh-nya.

Ruar biasa!

Saratri Wilonoyudho
www.caknun.com
Admin Pada Thursday, March 28, 2013 Komentar

Monday, March 25, 2013

Peringatan 45 Tahun Persada Studi Klub (PSK), Bersiap Terbitkan Majalah Sastra "Sabana"

Reportase Maiyah
45 tahun PSK Yogja
PADA tahun 1968, Jogja mempunyai kelompok sastra yang telah melahirkan penyair  besar seperti Emha Ainun Nadjib, Ebiet G. Ade, Linus Suryadi A. G., Landung R. Simatupang, dll. Mereka tergabung dalam Persada Studi Klub (PSK), yang biasa berkumpul di kawasan Malioboro, di gedung Senisono, selatan Kantor Pos Besar.

Kelompok ini dipimpin oleh penyair Umbu Landu Paranggi. Tujuan utama dari kelompok ini adalah untuk mewujudkan asah, asih, asuh di dalam dunia sastra. Mereka belajar berproses menciptakan karya sastra, pembacaan karya-karya mereka, diskusi. Mereka juga hadir dalam salah satu rubrik dalam mingguan Pelopor Jogja.

Kelompok ini tidak lama eksis karena persoalan banyak dari karya mereka yang dianggap menentang pemerintahan Orde Baru. Memang, saat itu kebebasan berekspresi sudah mulai dibatasi. Kira-kira sekitar tahun 1978 dengan anggota sekitar 1200-an orang, kelompok ini bubar.

Jumat (15/3) malam, bertempat di EAN Rumah Budaya, Kadipiro, kelompok PSK kembali berkumpul untuk memperingati 45 tahun keberadaan mereka. Sastrawan-sastrawan tersebut saat ini telah memasuki usia senja dan tidak sedikit pula yang telah mendahului untuk berpulang, seperti Budi Ismanto, yang mempunyai gagasan untuk mengadakan reuni ini, dan Ragil Suwarno Pragolapati.

Acara pada Jum’at malam itu diisi dengan banyak pembacaan puisi dari anggota PSK, seperti karya Linus Suryadi AG yang berjudul Gerhana Bulan, karya Suwarno Progolapati yang berjudul Yogya Selamat Pagi, karya Umbu Landu Paranggi yang berjudul Denpasar Selatan dari Sebuah Lorong, dll.

45 Tahun PSK Yogja
Puisi-puisi tersebut dibacakan oleh para penyair muda Ada pula yang berkenan untuk membacakan puisinya sendiri. Seperti Mustofa W. Hasyim, yang membacakan puisinya yang berjudul Berita yang Menyakitkan di Pagi Hari.

Salah satu penggalan puisinya seperti ini, “Kamu menanam pohon tidak mengajak tanah. Kamu menanam pohon tidak mengajak air. Kamu menanam pohon tidak mengajak musim. Kamu menanam pohon tidak mengajak pohon. Kamu hanya menanam dirimu sendiri.”

Selain pembacaan puisi, ada pula pembacaan cerpen karya Arwan Tuti Artha yang berjudul Main Catur. Untung Basuki membawakan musikalisasi puisi dengan membawakan karya dari Slamet Riyadi Sabrawi yang berjudul Perhelatan Pagi, puisi dari Iman Budi Santoso yang berjudul Kemerdekaan Aqua dan Coca-cola serta Bunga-bunga puisi ciptaannya.

Banyak pula cerita tentang sejarah berdiri dan masa-masa jaya PSK di dunia sastra. Pada saat itu, yang benar-benar terjun untuk mendokumentasikannya hanyalah Suwarno Pragolapati (alm.) dan dokumentsi tersebut saat ini dapat dilihat oleh siapa saja di lantai 2 EAN Rumah Budaya.

Sebagai acara puncak, penyair Iman Budi Santoso menjelaskan rencana kedepan PSK yang ingin merintis penerbitan majalah sastra. Hal tersebut menjadi kerinduan teman-teman PSK karena hingga saat ini majalah sastra dikuasai oleh Jakarta, padahal, banyak sekali sastrawan besar Indonesia yang lahir dari Jogja.

Selain itu, majalah sastra yang akan bernama Sabana tersebut, akan memberikan ruang pada komunitas-komunitas sastra yang tersebar di seluruh Indonesia. Mereka sering kali terpinggirkan oleh pusat-pusat sastra Indonesia, seperti Balai Bahasa, Horison, dll.

Menurut Iman Budi Santosa, komunitas-komunitas tersebut yang menjadi penyangga utama kehidupan sastra Indonesia. Rencananya, Sabana akan terbit perdana pada bulan Mei tahun ini.[]
Penulis : Sabbatiansyah Aji
Sumber : Jogjanews.com

Admin Pada Monday, March 25, 2013 Komentar

Pelatihan Kurikulum 2013 untuk Guru PAI

Berita Pendidikan
Kurikulum 2013
BERSUMBER dari situs Pendis Kemenag, Kementrian Agama akan melatih 46.405 guru Pendidikan Agama Islam pada sekolah, baik guru PAI SD, SMP, SMA dan SMK tentang Kurikulum 2013. Hal ini dilakukan untuk mendukung suksesnya pelaksanaan Kurikulum PAI 2013 di sekolah yang akan diberlakukan pada tahun pembelajaran 2013/2014.
"Saat ini kita sedang mematangkan persiapan untuk melatih para guru pendidikan agama Islam pada sekolah, baik dari segi anggaran, materi pelatihan maupun model pelatihannya", ungkap Amin Haedari, Direktur Pendidikan Agama Islam di Jakarta.

Seperti diketahui, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan saat ini sedang mematangkan rencana perubahan Kurikulum 2006 menjadi Kurikulum 2013. Rencananya Kurikulum 2013 akan dilaksanakan pada tahun ajaran 2013/2014 untuk Kelas 1 dan 4 tingkat SD, Kelas 7 tingkat SMP dan Kelas 10 tingkat SMA dan SMK.

"Kita sudah kordinasi dengan Kemendikbud, bahwa untuk Sosialisasi kurikulum 2013 mata pelajaran Pendidikan Agama akan dilaksanakan oleh Kementerian Agama", kata Direktur PAIS beberapa waKtu yang lalu.

Sesuai dengan rencana yang dibuat oleh Direktorat PAIS, tahun 2013 ini diharapkan Sosialisasi Kurikulum 2013 akan diikuti oleh 46.405 guru PAI pada sekolah, dengan rincian sebanyak 22.135 guru PAI SD, 12.135 guru PAI SMP dan 12.135 untuk guru PAI SMA dan SMK. Jumlah tersebut baru sekitar 20-an persen dari jumlah guru PAI yang ada sebanyak 200.254 orang.

"Tahun 2013 ini Kementerian Agama baru bisa melatih sebanyak 23 persen dari total guru PAI secara nasional. Itupun sudah menghabiskan dana sekitar 232 Milyar karena setiap peserta dialokasikan sebesar Rp. 5 juta rupiah", tambah Amin Haedari.

Ia juga menambahkan, bahwa kegiatan Pelatihan tersebut akan dilakukan dalam beberapa tahap. Tahap Pertama akan dilakukan untuk para Kepala Bidang PAIS di tingkat Popinsi dan Kepala Seksi PAIS di tingkat Kabupaten Kota. Setelah itu akan dilakukan Pelatihan untuk Pelatih (Training of Trainers) atau Master Teacher masing-masing tingkat sebanyak 135 orang, yang terdiri dari para guru PAI terbaik dari tiap Propinsi yang masing-masing akan dilaksanakan selama 5 hari. Baru setelah itu akan dilakukan pelatihan dan pendampingan untuk para guru PAI di Kabupaten/Kota masing-masing selama 5 hari.
"Kita berharap dengan adanya Sosialisasi, Pelatihan dan Pendampingan Pelaksanaan Kurikulum 2013 ini para pejabat yang membina PAI pada Sekolah dan guru PAI pada sekolah dapat melaksanakan kurikulum 2013 dengan baik karena sudah mempunyai persiapan dan bekal yang cukup," katanya mengakhiri pembicaraan.[]
Admin Pada Monday, March 25, 2013 Komentar

Friday, March 22, 2013

Betulkah Belajar bagi Anak Lebih Penting Daripada Bermain?

Guru Menulis
pentingnya bermain bagi anak
SEORANG Ibu berkata kepada putranya yang sedang asyik bermain mobil-mobilan, “Ariefff, kok masih bermain sih, Mama kan sudah bilang dari tadi, kamu sekarang harus belajar. Minggu depan sudah semester. Arif juga belum mengerjakan PR, sebentar lagi kan arif harus berangkat les aritmatika."

Si Arief pun menyahut, “Aaaah Mama, nanti dulu deh, Arief kan mainnya baru sebentar banget, belum selesai nih Ma. Ini kan ambulans, ambulansnya lagi antar Lala ke rumah sakit, nggak boleh berhenti di jalan harus cepat sampai, kalau brenti-brenti kan kasian Lalanya, nanti nggak cepat sembuh. Brem brem brem brem breemmmmmmmmm................”

***

Sepenggal dialog diatas menunjukkan betapa anak-anak sangat senang bermain. Anak-anak sangat menikmati permainan sehingga tidak jarang mereka lupa makan, lupa belajar, bahkan tidak mau melakukan aktivitas lainnya jika sedang asyik bermain. Orangtua pun harus tarik urat dahulu jika menyuruh anaknya berhenti bermain dan mau mengerjakan pekerjaan rumah (pr) atau belajar. Hal ini seringkali menyebabkan orangtua menganggap bahwa anaknya malas belajar dan senangnya cuma bermain saja. Benarkah anak-anak kita lebih banyak menghabiskan waktu untuk bermain daripada belajar?

Jika melihat secara lebih cermat dan memperbandingkannya dengan anak-anak pada masa sebelumnya (era 1970 - 1980an),  anak-anak sekarang justru lebih banyak menghabiskan waktunya untuk belajar daripada bermain. Beberapa kritikan para ahli pendidikan tentang kurangnya waktu bagi anak untuk bersosialisasi dan mengembangkan hobby atau bakatnya (termasuk bermain) sudah sering kali terdengar, namun kenyataan yang terjadi hampir sebagian besar waktu anak terpakai untuk kegiatan-kegiatan belajar demi mengejar prestasi akademik di sekolah.

Bahkan kenyataan hari ini adalah sekolah-sekolah untuk anak-anak bahkan sudah dimulai dari anak umur 1,5 tahun (walaupun sekolah usia ini tentunya belum mulai belajar). Banyak TK yang menekankan kurikulumnya untuk mengajar anak membaca, menulis dan berhitung, bukan lagi sekedar bermain-main. Anak-anak SD bersekolah dengan waktu sekolah yang lebih panjang. Pulang sekolah anak masih harus mengikuti bermacam-macam les, misalnya kumon, sempoa, menggambar, balet, piano, komputer, dan lain-lain. Selain untuk sekolah dan les, anak-anak juga masih perlu waktu untuk mengerjakan PR, mandi, makan dan istirahat (tidur). Jika melihat kenyataan ini, kapan waktu anak-anak untuk bermain? Apakah anak-anak memang malas belajar atau mereka memang tidak cukup waktu untuk bermain?
Memang, orang tua seringkali ambisius terhadap anak-anaknya. Mereka ingin anaknya sepintar dan sepandai mungkin, sehingga harus mengikutkan anak pada berbagai macam les untuk menambah pengetahuan dan ketrampilan. Hal tersebut memang tidak salah, namun kebutuhan anak untuk bermain mestinya tidak diabaikan. Bermain bukan hal yang tidak bermanfaat bagi anak, karena bermain adalah hal yang penting bagi perkembangan fisik dan mental anak.
Bermain

Papalia (1995), seorang ahli perkembangan manusia dalam bukunya Human Development, mengatakan bahwa anak berkembang dengan cara bermain. Dunia anak-anak adalah dunia bermain. Dengan bermain anak-anak menggunakan otot tubuhnya, menstimulasi indra-indra tubuhnya, mengeksplorasi dunia sekitarnya, menemukan seperti apa lingkungan yang ia tinggali dan menemukan seperti apa diri mereka sendiri. Dengan bermain, anak-anak menemukan dan mempelajari hal-hal atau keahlian baru dan belajar (learn) kapan harus menggunakan keahlian tersebut, serta memuaskan apa yang menjadi kebutuhannya (need). Melalui bermain, fisik anak akan terlatih, kemampuan kognitif dan kemampuan berinteraksi dengan orang lain akan berkembang.

Bermain tentunya merupakan hal yang berbeda dengan belajar dan bekerja. Menurut Hughes (1999), seorang ahli perkembangan anak dalam bukunya Children, Play, and Development, mengatakan harus ada 5 (lima) unsur dalam suatu kegiatan yang disebut bermain. Kelima unsur tersebut adalah:
  1. Tujuan bermain adalah permainan itu sendiri dan si pelaku mendapat kepuasan karena melakukannya (tanpa target), bukan untuk misalnya mendapatkan uang.
  2. Dipilih secara bebas. Permainan dipilih sendiri, dilakukan atas kehendak sendiri dan tidak ada yang menyuruh ataupun memaksa.
  3. Menyenangkan dan dinikmati.
  4. Ada unsur kayalan dalam kegiatannya.
  5. Dilakukan secara aktif dan sadar.
Di luar pendapat Hughes, ada ahli-ahli yang mendefinisikan bermain sebagai apapun kegiatan anak yang dirasakan olehnya menyenangkan dan dinikmati (pleasurable and enjoyable). Bermain dapat menggunakan alat (mainan) ataupun tidak. Hanya sekedar berlari-lari keliling di dalam ruangan, kalau kegiatan tersebut dirasakan menyenangkan oleh anak, maka kegiatan itupun sudah dapat disebut bermain.

Manfaat Bermain
Mengingat demikian pentingnya bermain, orang tua mungkin berpikir hal-hal tersebut di atas bisa didapatkan anak dengan cara belajar (study). Justru dengan belajar anak bisa pintar, sedangkan jika bermain terus-terusan anak tidak bisa pintar. Pendapat ini memang ada benarnya, terutama jika yang dimaksud kepintaran hanya berhubungan dengan kemampuan akademik seperti membaca, menulis dan berhitung.

Namun yang harus menjadi kesadaran, bahwa dalam kehidupan sehari-hari, kepintaran bukan hanya sekedar membaca, menulis dan berhitung. Kemampuan akademis bukan satu-satunya hal yang penting dan dibutuhkan. Ada hal lain yang penting dan dibutuhkan, misalnya kemampuan anak untuk berkomunikasi, memahami cara pandang orang lain dan bernegosiasi dengan orang. Hal-hal tersebut tidak bisa didapatkan hanya dengan belajar. Perasaan senang, menikmati, bebas memilih dan lepas dari segala beban karena tidak punya target, juga tidak bisa didapatkan dari kegiatan belajar.

Ketika bermain, anak berimajinasi dan mengeluarkan ide-ide yang tersimpan di dalam dirinya. Anak mengekspresikan pengetahuan yang dia miliki tentang dunia, sekaligus bisa mendapatkan pengetahuan baru. Semua itu dilakukan dengan cara yang menggembirakan hatinya. Tidak hanya pengetahuan tentang dunia yang ada dalam pikiran anak yang terekspresikan lewat bermain, tapi juga hal-hal yang ia rasakan, ketakutan-ketakutan dan kegembiraannya. Orang tua akan dapat semakin mengenal anak dengan mengamati ketika anak bermain. Bahkan lewat permainan (terutama bermain pura-pura/role-playing) orang tua juga dapat menemukan kesan-kesan dan harapan anak terhadap orang tuanya dan keluarganya. Bermain pura-pura menggambarkan pemahamannya tentang dunia dimana ia berada.

Kreativitas anak juga semakin berkembang lewat permainan, karena ide-ide original-lah yang keluar dari pikiran anak-anak, walaupun kadang-kadang terasa abstrak bagi orang tua. Mengingat bahwa tidak hanya orang tua yang mengalami stres, anak-anak juga bisa. Stres pada anak dapat disebabkan oleh beban pelajaran sekolah dan rutinitas harian yang membosankan. Bermain dapat membantu anak untuk lepas dari stres dalam kehidupan sehari-hari.

Apa yang Sebaiknya Dilakukan Orangtua ?
Apakah anak perlu bermain? Tentu saja sudah jelas jawabannya ya. Mungkin selama ini yang dikawatirkan orang tua adalah jika anak terlalu banyak bermain, maka ia menjadi enggan atau bahkan tidak mau belajar. Kembali kepada ilustrasi awal, yang perlu dipastikan adalah apakah anak masih punya waktu untuk bermain, setelah kegiatan belajar yang padat. Kalau memang sebenarnya anak punya waktu bermain, lalu berlanjut terus hingga tidak mau belajar, maka masalahnya adalah bagaimana kita memotivasi anak agar mau belajar.

Beberapa hal yang sebaiknya dilakukan oleh orang tua untuk membimbing anaknya dalam bermain sehingga benar-benar berguna bagi anak tersebut, diantaranya adalah sebagai berikut:
  1. Pastikan dalam jadwal kesibukan anak sehari-hari, masih terdapat waktu luang yang cukup untuk anak bermain.
  2. Sesekali ikut bermain bersama anak, pahami dirinya, kegembiraan, ketakutan dan kebutuhannya. Siapa tahu setelah itu tidak lagi menjadi orang tua yang terlalu ambisius.
  3. Mendukung kreativitas permainanan anak, sejauh apa yang diperbuat anak dalam permainan bukanlah perbuatan yang kurang ajar, tidak merugikan, tidak menyakiti dan tidak membahayakan diri sendiri dan orang lain.
  4. Membimbing dan mengawasi anak dalam bermain, tapi tidak over-protective. Anak mungkin tidak tahu kalau apa yang dilakukannya dalam permainan adalah perbuatan yang salah, karena itu mereka perlu dibimbing. Tapi jangan bersikap over-protective sampai menghalangi kebebasannya. Misalnya, kalau anak bermain lari-larian dan pernah terjatuh adalah wajar, jadi tidak perlu melarang anak bermain lari-lari karena takut anak jatuh. Tapi kalau anak mengebut ketika bermain sepeda, tentunya perlu dilarang karena berbahaya.
Sekalipun dunia bermain adalah dunia anak-anak, tapi anak membutuhkan peran orang tua untuk dapat berada dalam dunianya itu secara aman dan nyaman. Yang perlu dilakukan bukan anak harus memasuki dunia orang tua, tapi orang tualah yang harus masuk pada dunia anak. Ketika anak menaiki kursi, bagi dunia orang tua mungkin tidak sopan dan kurang ajar. Tapi tahukah kita, bahwa anak sesungguhnya sedang berimajinasi dalam dunianya bahwa ia sedang naik pesawat terbang, atau semacamnya.

Dengan bermain, tidak hanya anak merasa senang dan bahagia ketika melakukannya, tapi dengan bimbingan yang tepat dari orang tua, potensi diri anak juga dapat berkembang, anak dapat menjadi pintar lewat sarana permainan. Anak senang dan orang tua pun tentunya akan bahagia. (jp)

dibahasakan kembali dari tulisan Martina Rini S. Tasmin, SPsi.
Admin Pada Friday, March 22, 2013 Komentar

Wednesday, March 20, 2013

Demokrasi Otentik

Kolom Cak Nun
DEMOKRASI otentik adalah rakyat memilih pemimpinnya tanpa perwakilan. Menggunakan sejumlah perangkat komunikasi, mengajukannya langsung kepada KPU. Tentu harus jelas database penduduk, dikontrol setiap huruf dan angkanya, sehingga tidak terjadi manipulasi dan overlapping.

Setiap warga negara bebas mengajukan nama capres serta level-level pemimpin di bawahnya. Usah menunggu lima tahun sekali. Kapan saja tinggal kirim. KPU yang menentukan dateline suatu periode pemilihan. Kalau sudah matang tradisi otentisitas pemilihan seperti ini, warga negara bisa kirim juga nama pilihan menteri-menteri mereka.

Bisa jadi muncul 100.000 capres, 1 juta calon menteri, dan ranking I bisa saja kuotanya di bawah 20%. Dalam kasus ini, dimungkinkan penyelenggaraan babak final dengan cara coblosan di TPS. Kalau capres terpilih hanya didukung oleh jumlah yang tidak mencukupi logika kepemimpinan nasional, itu berarti hati dan pikiran rakyat memang belum siap atau tidak cocok dengan formula negara kesatuan.

Media massa dipersilakan, dengan latar belakang peta modal dan rekayasa politik: bermain dan menggiring opini ke publik siapa tokoh yang pantas dan yang tak layak. Kalau hasilnya terbukti rakyat tidak memiliki filter dan independensi berpikir tentang calon pemimpin: itu artinya rakyat belum siap bernegara.

***

Parpol dan DPR di mana? Kasus pilgub DKI menjelaskan bahwa rakyat memilih tidak berdasarkan atau melalui logika aspirasi dan ideologi parpol. Dimensi parpol dan perwakilan sudah tidak riil dalam kesadaran politik rakyat. Bahkan, ketika dulu rakyat benar atau keliru mencoblos SBY, sebenarnya secara substansial itu bukan peristiwa politik dan kenegaraan, meskipun secara “teater” memang mereka berduyun-duyun ke TPS.
“Coblosan” itu pekerjaan rutin lima tahun sekali. Itu toleransi budaya. Dipertimbangkan tidak lebih serius dibandingkan ketika akan mandi atau masak untuk makan siang. Apalagi kalau ada pembagian uang Rp 50.000: itu adalah peristiwa rezeki Rp 50.000. Tidak harus ada hubungan dengan kepentingan nasional, kedaulatan rakyat, atau tanggung jawab kenegaraan.

Rakyat Indonesia sangat mandiri. Kalau ada negara dan pemerintah, mereka menampungnya. Sabar mengakomodasikan perilakunya, seburuk apa pun. Selebihnya, mereka cari nafkah sendiri. Bikin putaran-putaran perekonomian sendiri. Rakyat menolong perusahaan-perusahaan besar dengan menyiapkan warung-warung kecil untuk makan karyawan mereka. Pertolongan terbesar rakyat Indonesia kepada negara dan pemerintahnya adalah kesetiaan membayar pajak, tanpa menuntut pemenuhan kewajiban negara dan pemerintah kepada mereka.

”Orang bijak bayar pajak”. Tepat sekali. Kalau rakyat mengandalkan rasionalitas bernegara, mereka pasti cenderung malas atau bahkan menolak bayar pajak. Dengan kadar pemenuhan kewajiban negara dan pemerintah atas rakyat yang sangat minimal, hanya kebijakan dan kearifan hati rakyat yang luar biasa yang memungkinkan mereka ikhlas membayar pajak.

***

Parpol-parpol berhasil menyelenggarakan retakan sosial, menyempurnakan pecah belah rakyat oleh ketidakdewasaan beragama, makin meningkatnya jumlah aliran, mazhab, golongan, geng, klub. Indonesia juga makin hangat oleh tawuran antarpelajar, mahasiswa, kampung, suku. Tawuran beda-beda modusnya, formulanya, aneka ragam kualitasnya. Ada tawuran fisik, tawuran kepentingan golongan, tawuran paham dan tafsir, tawuran eksistensi, tawuran untuk saling menegasikan dan meniadakan yang lain.

Yang tenang-tenang hanya FPI. Mereka arif untuk mengambil jarak dari keributan masyarakat dan substansi kebrutalan negara. Di usia tua sekarang ini, saya juga sedang ditawari untuk masuk menjadi anggota FPI, Front Pemancing Indonesia.

Parpol-parpol pasti tidak tawuran dengan adu celurit, tetapi nafsunya besar untuk saling memusnahkan. Bahkan bukan hanya antarparpol, antarkelompok atau individu di dalam parpol pun diam-diam tawuran, kalau perlu pakai santet. Lahir kutu-kutu loncat, bunglon, ”pagi tempe sore kedele”. Bahkan islah dan tabayyun antara Nak Imin dan almarhum Paklik Dur baru akan diselenggarakan kelak di antara gerbang surga dan neraka.

***

Andaikan parpol punya anggota pasti, bukan konstituen, mungkin lebih sederhana masalahnya. Pemimpin yang terpilih langsung diketahui dari siapa yang diajukan parpol yang anggotanya terbanyak, tak perlu bikin “turnamen” lagi. Dananya bisa dipakai untuk penggandaan rel kereta api di seluruh Jawa, pengadaan transportasi kereta api di pulau-pulau lain, memperbanyak jalan tol, pelebaran jalan, UKM, atau langsung saja duit itu dikendurikan untuk rakyat.

Tapi mana bisa. Kan, harus ubah undang-undang. Sedangkan yang berhak ubah undang-undang justru “terdakwa” utama dalam kasus penyakit kanker kenegaraan ini. Jadi, sekarang rakyat berhadapan dengan pertanyaan: percaya atau tidak kepada wakil-wakil mereka? Atau: rakyat perlu wakil atau tidak? Atau: hitung kembali bagaimana menentukan wakil. Jawaban rakyat mungkin begini: ”Silakan saja. Hidup kami tidak bergantung pada itu semua.”

Muhammad Ainun Nadjib
Admin Pada Wednesday, March 20, 2013 Komentar

Rekomendasi ITB: Tunda Kurikulum 2013

Berita Pendidikan
PEMERINTAH diminta menunda pemberlakuan Kurikulum 2013 karena belum disosialisasikan secara luas serta berbagai kesalahan substantif yang harus segera diperbaiki. Penundaan itu merupakan langkah realistis demi kebaikan pendidikan generasi penerus bangsa.

Rekomendasi itu disampikan Majelis Guru Besar (MGB) Institut Teknologi Bandung (ITB) dalam diskusi terbuka yang digelar Rabu (13/3). Diskusi dihadiri, antara lain, Ketua MGB ITB Harijono Tjokronegoro, guru besar emeritus Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Jakarta Henry Alex Rudolf Tilaar, Guru Besar Ilmu Matematika ITB Iwan Pranoto, serta Guru Besar ITB Imam Buchori Zainuddin.

Diskusi itu menghasilkan rekomendasi yang menyetujui perlunya mengganti kurikulum, tetapi harus dilakukan dengan perancangan yang cermat dan dituntun oleh kaidah ilmiah.

Masukan yang mereka berikan untuk Kurikulum 2013 seperti perlunya menggunakan tata bahasa yang baik, bisa mengungkapkan gagasan dengan lugas dan sederhana, menunjukkan keterkaitan dasar filosofis dengan pelaksanaan pada tataran teknis, serta mencantumkan sikap dan nilai luhur kemanusiaan demi menghadapi tantangan masa depan. Menurut Harijono, usulan ini akan diajukan dalam rapat pleno majelis guru besar ITB.

Dinilai terburu-buru

Anggota Komisi X DPR, Rohmani, yang hadir dalam diskusi, mengatakan, pemberlakuan Kurikulum 2013 oleh pemerintah terbilang terburu-buru dan dipaksakan. Komisi X baru mendapat kabar mengenai Kurikulum 2013 menjelang akhir 2012, tapi baru mendapatkan dokumennya awal Maret 2013. Alokasi anggaran yang diajukan pun melonjak dari Rp 684 miliar menjadi Rp 2,4 triliun.

Rohmani khawatir, skema persetujuan di akhir masa pembahasan ini bisa mengulangi kasus korupsi di Hambalang. ”Fraksi Keadilan Sejahtera tengah mengupayakan agar partai bisa mengambil sikap untuk meminta penundaan pelaksanaan Kurikulum 2013,” ujar Rohmani.

Guru Besar ITB Bambang Hidayat menyebut pemerintah tidak pernah menyosialisasikan Kurikulum 2013 sebelumnya. Karena itu, dikhawatirkan pergantian kurikulum ini hanya proyek.

Tidak terkait

Imam Buchori menilai, redaksional Kurikulum 2013 menggunakan bahasa yang indah dan ideal, tapi tidak memiliki keterkaitan satu sama lain.

Tilaar memberi contoh Finlandia yang sukses dalam melakukan revolusi sistem pendidikan, yang dipersiapkan 40 tahun sebelumnya. Finlandia mengubah sistem pendidikan dengan memulainya dari lembaga pelatihan guru agar guru bisa mendidik murid dengan baik.

Iwan Pranoto menilai begitu banyak kata patuh pada Kurikulum 2013. Ini tidak dijumpai bila dibandingkan dengan kurikulum negara lain, seperti Qatar dan Australia. Padahal, kurikulum adalah dokumen mengenai proyeksi manusia sebuah negara pada masa mendatang.

Sumber : Kompas
Admin Pada Wednesday, March 20, 2013 Komentar

Mimpi Menciptakan Soeharto Baru

Esai

SUARA langgam Jawa mengalun kencang dari sepiker di sebuah rumah di Dusun Kemusuk Lor, Desa Argomulyo, Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa YogyaKarta (DIY). Para perempuan berkebaya dan lelaki berbaju batik lantas berduyun-duyun melintas memasuki halaman dari gerbang berhias janur kuning. Mereka semua adalah tamu Probosutedjo, adik mendiang mantan Presiden Soeharto.

Senin 11 Maret 2013 itu, para tamu yang jumlahnya 300 orang lebih itu datang untuk ikut berbahagia atas pernikahan putri sulung Probo, Dinarti Pertiwi dengan Taufiq Andre. Hari itu, Probo tidak sekadar menggelar pesta per- nikahan putrinya. Namun juga mengajak para tamu untuk beromantika dengan Soeharto. Probo menunjukkan kepada para tamunya bahwa proyek yang ia impikan bertahun-tahun sudah hampir rampung.

Proyek itu adalah pembangunan monumen tetenger (tempat peringatan kelahiran) Soeharto. Probo melakukan soft launching monumen ini pada Jumat 1 Maret 2013 lalu. Monumen ini dibangun di rumah tempat Soeharto dilahirkan, di Kemusuk. Di kompleks monumen ini, ada dua bangunan rumah bernama Notosudiro (kakek buyut Soeharto) seluas 250 meter persegi dan Atmosudiro (kakek Soeharto) seluas 465 meter persegi, serta pendopo joglo seluas 600 meter persegi dengan 36 pilar. Nah, Probo menggelar pesta di kompleks monumen tersebut. Waktu digelarnya pesta pun dipilih bertepatan dengan tanggal keluarnya Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar).

Maka selain pesta pernikahan, ratusan tamu itu pun dibuat terkagum-kagum dengan proyek megah Probo yang menghabiskan dana miliaran rupiah itu. Begitu memasuki gerbang, para tamu mendapat penghormatan dari Soeharto yang berdiri gagah. Tentunya penghormatan bukan diberikan Soeharto sebenarnya, karena mantan presiden ini sudah me- ninggal pada 27 Januari 2008. Yang memberi penghormatan adalah patung pria yang berjuluk jenderal yang tersenyum itu.

Patung sang jenderal berdiri tegap dengan baju kebesaran militer. Tangan kanannya menghormat, sementara tangan kirinya mengapit tongkat komando. Patung yang terbuat dari perunggu dengan ukuran 3,5 meter itu berteduh di bawah tenda yang menutup lahan seluas 3.800 meter persegi.

Monumen Soeharto ini rupanya lebih menyita perhatian para tamu dibandingkan helatan pernikahan putri Probo sendiri. Para tamu berduyun-duyun melihat isi tetenger alias Monumen Soeharto. Tetenger ini bukan hanya menampilkan penanda kelahiran Soeharto. Probo menggaet arsitek, ahli sejarah, tim ahli teknologi multimedia dan pematung untuk mengisi kompleks tetenger dengan sejarah perjalanan hidup Soeharto.

Patung Soeharto menghormat yang ada di gerbang itu merupakan karya pematung kondang Suhartono. Selain Suhartono, Probo juga menggaet sang maestro pematung Edhi Sunarso. Rumah asli kelahiran Soeharto sendiri sudah roboh. Rumah yang berdekatan dengan senthong tengen (kamar di sisi kanan) kompleks tetenger ini hanya menyisakan fondasi. Fondasi ini dipertahankan untuk menunjukkan wujud asli rumah kelahiran Soeharto yang sederhana.

Rumah Atmosudiro, kakek Soeharto, dan joglo diisi dengan diorama multimedia perjalanan hidup Soeharto. Sedang rumah Notosudiro menjadi tempat tinggal utama. Di rumah Notosudiro ini diletakkan patung perunggu Soeharto setinggi 3 meter karya Edhi, serta patung Soeharto separuh badan karya Suhartono.

Sebenarnya diorama ini belum selesai penggarapannya. Rencananya, diorama juga akan memanfaatkan bagian luar seperti joglo dan taman. Sebab, semua catatan diorama perjalanan hidup Soeharto tidak muat jika dimasukkan dalam bangunan Atmosudiro yang berukuran 250 meter persegi itu. Kekurangan masih ada di beberapa titik, misalnya keterangan sejarah dalam diorama multimedia belum lengkap dan runutan waktu belum sesuai.

Materi diorama sendiri dipersiapkan oleh mantan Kepala Badan Arsip Nasional, Djoko Utomo. Materi keseluruhan kini masih dirangkai. Djoko membutuhkan waktu demi akurasi runutan waktu. Diorama akan sempurna pada 8 Juni 2013, saat launching resmi untuk memperingati kelahiran Soeharto. “Ini belum selesai. Tetapi khusus untuk pernikahan supaya masyarakat sudah mulai menyaksikan,” kata ketua tim arsitek, Iman N. Djatiatmaja.

Jadi para tamu Probo baru mendapatkan suguhan yang ‘masih’ ala kadarnya. Namun demikian, ternyata para tamu sudah dibuat menganggut-anggut kagum. Mereka terpana melihat museum dinamis perjalanan hidup presiden yang pernah berkuasa selama 32 tahun itu.

***
MEMBANGUN memorial Soeharto merupakan ambisi terbesar Probo. Ia membiayai sendiri pembangunan monumen tetenger tanpa bantuan dari anak-anak Soeharto. “Kalau biaya pembangunannya dilakukan setahap demi setahap. Jadi saya pesan (patung Soeharto) ke Pak Suhartono sejak 2011, baru lainnya menyusul,” jelas Probo.

Keinginan Probo untuk membuat memorial ini mempertemukannya dengan mantan Kepala Arsip Nasional Djoko Utomo. Djoko dan sebuah tim kecil lantas merancang pembuatan seri memorial untuk Soeharto. Tim ini juga melakukan studi banding bersama Probo ke Malaysia dan Singapura.

Monumen ini hanya satu dari rangkaian Memorial Soeharto. Probo berencana membangun seri Memorial Soeharto, yakni di Kemusuk, Hotel Tugu Yogyakarta dan Jalan Cendana Jakarta. Tiga bangunan memorial ini terintegrasi dengan Museum Purna Bhakti Pertiwi di Taman Mini Indonesia Indah (TMII).

Pembangunan Pusat Kajian Soeharto di Hotel Tugu memanfaatkan lahan milik Probo. Hotel Tugu dan lahan 1 hektare di sekitarnya merupakan lahan milik Probo dan sisanya milik Pemerintah Provinsi DIY. Bangunan ini berada di kawasan Malioboro, tepat di depan Stasiun Tugu Yogyakarta. Sedangkan Soeharto Memorial House di Jalan Cendana, Jakarta rencananya akan memanfaatkan rumah nomor 6 dan 8. Rumah ini merupakan bagian ruang dan kamar tamu. Sedangkan rumah nomor 10 tetap akan menjadi rumah utama untuk tinggal keluarga.

“Tetapi ini masih dalam tahap pembicaraan, karena harus ada persetujuan dari anak-anak Pak Harto sendiri,” jelas Djoko.

Memorial Soeharto bagi Probo sangat penting untuk dibangun, sebab ia merasa Soeharto kurang mendapat tempat dalam ingatan sejarah Indonesia. Apalagi reformasi 1998 menempatkan Soeharto dalam posisi terpojok. Sang kakak yang sangat dihormatinya itu lebih banyak dihujat daripada dipuji sebagai mantan presiden. Maka Probo ingin mendirikan memorial khusus untuk Soeharto, yang memberi perspektif berbeda dari sosok Soeharto yang dipaksa turun dari jabatan presiden karena kasus pelanggaran HAM dan dugaan korupsi. “Ya sebenarnya kalau di negara lain itu semua dibikin diorama, untuk menjelaskan bagaimana perjuangan seorang pemimpin negara. Kan setelah apa itu banyak yang menuduh Pak Harto korupsi,” jelasnya.

Probo ingin orang-orang yang datang ke monumen ataupun Soeharto Center memahami jasa besar mantan presiden itu dalam bidang pembangunan dan menjadikannya sebagai suri teladan. Meski penuh kontroversi terkait pelanggaran HAM dan kasus korupsi, bagi Probo, jasa Soeharto melebihi jasa pahlawan nasional.

“Biar bisa mempelajari. Kalau dengan sungguh- sungguh, nanti bisa jadi maju,” kata Probo.

Maftuh Basyuni, mantan Kepala Biro Protokol era Soeharto yang juga menjabat Menteri Agama mendukung Probo. Ia juga berpendapat Soeharto memiliki jasa besar bagi bangsa ini.

“Lalu (monumen dan Soeharto Center) kan difungsikan pemuda-pemudi di sana, diharapkan nanti ada kegiatan-kegiatannya itu menciptakan Soeharto-soeharto baru,” kata Maftuh kepada majalah detik.

Tentu saja keinginan Probo dan Maftuh ini mendapat kritik keras para aktivis 1998, pegiat HAM dan aktivis antikorupsi. Pemerintah diminta tidak membiarkan pembangunan Memorial Soeharto tanpa diimbangi dengan data-data kesalahan mantan presiden itu dalam bidang HAM dan korupsi. (ARY/IYe)

Sumber : Majalah Detik EDISI 68  18 - 24 maret 2013
Reporter: Aryo Bhawono dan Irwan Nugroho, Illustrasi: Kiagoes
Admin Pada Wednesday, March 20, 2013 Komentar

Dibalik Secangkir Kopi

Opini
Dibalik secangkir kopi
WAKE up and smell your coffee! Ya, secangkir kopi memang menjadi langganan banyak orang di pagi hari, sebelum sibuk beraktivitas di kantor. Konon, si hitam ini bisa membuat ber- semangat.

Arya misalnya, karyawan swasta yang tinggal di Jakarta Selatan ini nyaris tak pernah ketinggalan menyeduh kopi favoritnya. Lelaki 31 tahun itu me- nikmati kopi begitu bangun, sebelum mandi.

Lain lagi dengan Vitri, lantaran jam masuk kerja- nya yang pagi-pagi benar, gadis 29 tahun itu lebih suka menikmati kopi dalam gelas antipanas saat perjalanan menuju kantor.

“Jadi biasanya aku minum waktu di mobil, biar nggak mengantuk juga di jalan,” ujar Vitri tersenyum.

Arya dan Vitri adalah dua orang yang boleh dibi- lang ‘addict’ dengan kopi. Dalam sehari, mereka bisa meminum lebih dari dua cangkir kopi hitam. Bahkan Arya lebih parah, bisa empat cangkir! Keduanya juga mengaku pilih-pilih kopi. Mereka lebih suka kopi asli daripada kopi instan yang dijual dalam kemasan kecil-kecil. “Jadi biasanya saya beli biji kopi terus digiling,” kata Arya.

Arya menyukai kopi, baik dari luar maupun dalam negeri. Namun saat ini, pria berkacamata ini sedang suka kopi bali kintamani yang rasanya ada asam-asamnya. Kalau Vitri, dari dulu menyukai kopi asli Indonesia. Dia biasa membeli biji kopi asli Indonesia dari sejumlah coffee shop di Jakarta yang memang menyediakan kopi khusus dari Indonesia. Beberapa tempat yang menjual kopi Indonesia antara lain Anomali Coffee, Bakoel Koffie, dan Warung Kopi Phoenam. Coffee shop terakhir malah sudah ada sejak 67 tahun yang lalu.

Plus Minus kopi
Tak dapat disangkal, kafein yang terdapat dalam kopi memiliki sifat meracuni tubuh. Inilah yang sering membuat penikmat kopi bimbang dan tak jarang memilih menjauhi minuman itu. Padahal sebenarnya, jika dikonsumsi dalam takaran pas, kafein dalam kopi bisa meningkatkan kewaspadaan, bahkan mencegah penyakit kronis jantung dan stroke.

Kopi juga mengandung antioksidan dan Senyawa lain yang dapat mencegah beberapa jenis kanker dan penyakit serius lainnya, seperti dilansir thedailymeal beberapa waktu lalu.
Sedikitnya kopi bisa mencegah 10 penyakit yakni kanker kulit, kanker payudara, diabetes, alzheimer, kanker usus, kanker prostat, kanker endometrium, kanker hati, kanker mulut, dan depresi.
Penelitian di John Hopkins School of dicine di Baltimore dan Harvard mendukung pengalaman subjektif seseorang seperti tentang efek kafein. Studi itu menunjukkan kafein bisa meningkatkan memori dan penalaran logis.

Studi atas 4.197 perempuan dan 2.820 laki-laki di Prancis menunjukkan, meminum setidaknya tiga cangkir kopi sehari dapat menghambat penurunan fungsi kognitif otak akibat penuaan hingga 33 persen.

Namun hal itu hanya terjadi pada perempuan, sementara pada laki-laki tidak. Hal ini mungkin terjadi karena perempuan lebih peka terhadap kafein. Untuk mendapatkan khasiat kopi, diperlukan konsumsi yang ‘bijak’. Takaran yang masuk ke tubuh harus pas karena jika tidak, kopi justru dapat membawa efek buruk.
Para ahli berpendapat, mengonsumsi kopi organik atau kopi arabika dari Jawa dapat membawa manfaat positif. Dalam setiap delapan ons kopi arabika mengandung protein lebih tinggi dari kopi biasa. Selain itu, kopi arabika juga mengandung kafein lebih rendah, tapi mengandung zat antioksidan 40 persen lebih tinggi dibanding kopi jenis lain. Namun tetap saja, tidak boleh dikonsumsi berlebihan.
Perlu diketahui, satu cangkir kopi rata-rata mengandung 100-150 miligram kafein. Sementara satu cangkir seukuran espresso mengandung 80-120 miligram kafein. Anggaplah satu cangkir kecil seukuran espresso mengandung 100 miligram kafein, berarti kita boleh meminumnya maksimal tiga cangkir sehari. Itu menjadi takaran aman tanpa pengaruh efek negatif kafein. Namun dengan catatan, Anda tidak banyak mengonsumsi minuman berkarbonasi, makan cokelat dan minum obat sakit kepala di hari yang sama. Dengan kondisi itu, dua cangkir kecil lebih aman.

Kopi juga sebaiknya tidak diminum dalam jumlah besar sekali kesempatan. Orang-orang sering se- ngaja membuat kopi ukuran jumbo dan meminumnya langsung untuk menahan kantuk. Cara ini sebenarnya tidak terlalu efektif, apalagi jika perut kosong, salah-salah, malah jadi kembung. Sebaiknya, minumlah kopi dengan dosis kecil tapi sering. Seperempat cangkir setiap jam.

Setelah minum kopi, cobalah untuk memejamkan mata sekitar 10-20 menit. Selain ‘menunggu’ khasiat kopi, beristirahat juga bisa membuat Anda tetap bugar selama mengerjakan tugas-tugas yang menumpuk.

JIKA BERLEBIHAN

Mabuk Kafein
Istilah medisnya adalah intoksikasi kafeina, semacam ‘mabuk’ kafein. Gejala yang terlihat adalah timbulnya rasa resah, risau, suasana hati tidak menentu, mudah marah, cemas, merasa depresi, sulit konsentrasi, sulit tidur dan sering buang air kecil. Pada kasus serius, bisa membuat kejang otot, pikiran kusut, kepanikan, denyut jantung terganggu dan gejolak psikomotor.
Beresiko Osteoporosis
Jika kafein yang dikonsumsi lebih dari 744 miligram per hari atau setara dengan 7-8 cangkir sehari, berefek meningkatkan kehilangan kalsium dan magnesium dalam urine, sehingga berisiko osteoporosis. Namun studi terbaru menunjukkan hal ini dapat dihindari terutama jika Anda mengimbanginya dengan asupan kalsium yang cukup.
Secangkir Kopi
Denyut Jantung dan Tekanan Darah Meningkat
Bagi yang sensitif terhadap kafein, umumnya denyut jantung dan tekanan darah meningkat setelah mengonsumsi kopi. (KEN/YOG)
Sumber : Majalah Detik

Admin Pada Wednesday, March 20, 2013 Komentar

Tuesday, March 19, 2013

Info Tunjangan Guru Tahun 2013

Berita Pendidikan
Pencairan TPP Guru Sertifikasi 2013
KABAR gembira bagi guru sertifikasi. Untuk mewujudkan pelaksanaan penyaluran dana tunjangan profesional pendidik dan tenaga kependidikan pendidikan pada tahun 2013 supaya tepat waktu, tepat sasaran dan tepat guna, maka penyaluran dana tunjangan guru (non PNS) tahun ini diambil alih kembali oleh Kemendikbud. Dana tunjangan sertifikasi itu tidak lagi didekonsentrasikan, tapi langsung ditransfer ke rekening guru. Sementara pencairan dijadwalkan mulai 9 April hingga 16 April 2013 disalurkan dari pusat ke rekening guru.

Menurut Mentri Pendidikan dan Kebudayaan, selama ini banyak guru mengeluhkan keterlambatan penyaluran tunjangan guru. Baik tunjangan melalui transfer daerah, maupun dana kementrian yang didekonsentrasikan ke pemerintah provinsi. "Ternyata dalam pelaksanaannya sering mengalami keterlambatan, bahkan jumlahnya kurang. Makanya tunjangan ditarik ke pusat dan dibayarkan lewat kementrian. Khusus non PNS mulai dari PAUD sampai Dikmen. Mulai 9 April hingga 16 April 2013 disalurkan dari pusat ke rekening guru," kata Nuh saat Raker di Komisi X DPR, Senayan, Kamis (7/2), Jawa Pos.

Diketahui tunjangan guru non PNS 2013 berjumlah Rp 7,6 triliun tunjangan guru. Mulai tahun ini penyalurannya kembali dialmbil alih Kementrian Dikbud. Tunjangan itu meliputi tunjangan fungsional non PNS, tunjangan profesi, tunjangan khusus bagi guru di daerah terpencil dan tertinggal, dan tunjangan kualifikasi bagi guru yang melanjutkan ke DIV atau S1.

Menurut Nuh, Anggaran tersebut dialokasikan bagi sebanyak 629.044 guru. Jumlahnya meningkat dibandingkan dengan tahun lalu sebanyak 610.685 guru. Dari anggaran tersebut, sebagian anggaran digunakan untuk tunjangan fungsional guru non PNS daerah atau guru swasta dan yang belum mendapatkan tunjangan profesi karena belum sertifikasi.

Sebagai info bahwa yang bertugas menyalurkan dana tunjangan bagi pendidik dan tenaga kependidikan pendidikan menengah adalah Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah Kemdikbud. Berkaitan dengan hal tersebut, beberapa pengertian yang harus dipahami bersama-sama, diantaranya :
1. Tunjangan Profesi adalah tunjangan yang diperuntukkan bagi guru PNS, guru yang diangkat dalam jabatan pengawas dan Guru Bukan PNS yang diangkat oleh pemerintah daerah atau yayasan/masyarakat penyelenggara pendidikan baik yang mengajar di sekolah negeri maupun sekolah swasta; dan sudah memiliki sertifikat pendidik.

2. Subsidi Tunjangan Fungsional adalah tunjangan yang diperuntukkan bagi Guru Bukan PNS pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah atau masyarakat; dan belum mempunyai sertifikat pendidik.

3. Tunjangan khusus adalah tunjangan yang diperuntukkan bagi guru PNS dan Bukan PNS yang bertugas di daerah khusus yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah atau masyarakat; baik yang sudah memiliki sertifikat pendidik maupun yang belum mempunyai sertifikat pendidik.
Admin Pada Tuesday, March 19, 2013 Komentar

Saturday, March 16, 2013

Supremasi Korupsi

Kolom Cak Nun

supremasi korupsi cak nun
ADA beberapa respons manusia ketika orang lain mencuri hartanya, harta bersama, atau harta Negara. Pertama, respons materiil. Eman hartanya hilang. Tak bisa terima. Alasannya, pemilikan atas harta itu sendiri. Kalau yang dicuri itu harta bersama, misalnya harta rakyat atau negara, ketidakterimaan atas pencurian itu didasari oleh menjadi berkurangnya kekayaan negara.

Kedua, respons keadilan. Tak bisa merelakan perampokan itu dengan alasan seharusnya harta dibagi bersama, tidak boleh ada yang enak sendirian. Kaya atau miskin tak masalah, asalkan atas dasar hak bersama.

Ketiga, respons moral. Mencuri itu merusak nilai kemanusiaan dan menghancurkan kehidupan. Setiap manusia memiliki kewajiban yang sama untuk menghindarkan atau menghalangi pencurian, atas harta siapapun, tanpa ada kaitannya dengan kepentingan diri sendiri atas harta. Yang utama diselamatkan adalah ''orang mencuri'', bukan ''harta dicuri''. Para pencuri harus ditolong dan diselamatkan kemanusiaannya, dengan cara ditangkap dan dihukum. Korupsi itu salah, menghukum koruptor itu benar, membiarkan korupsi itu salah-kuadrat.

Keempat, semacam respons sufistik-dialektis, yang berpedoman pada, dan meyakini pandangan Tuhan bahwa setiap kebaikan akan kembali kepada (menjadi manfaat bagi) pelakunya, demikian juga setiap kejahatan akan berbalik (menjadi bencana yang) menimpa penjahatnya. Lebih dari itu, diyakini juga bahwa kejahatan akan berbuah kebaikan pada yang dijahati.

Ada kalimat kun madhluman wa la takun dhaliman, jadilah orang yang dianiaya, jangan menjadi orang yang menganiaya. Lebih beruntung dirampok daripada merampok. Memfitnah itu rugi besar, difitnah itu berkah. Semakin disengsarakan, semakin terjamin kebahagiaan. Setiap kejahatan yang ditimpakan adalah investasi keuntungan bagi yang ditimpa kejahatan.

Respons jenis ini bisa diekstremkan: semakin penipu yang memerintah, semakin cerah masa depan rakyatnya. Semakin banyak koruptor, semakin terjamin rezeki anak cucu. Pilihlah pemimpin negara yang seburuk mungkin. Bangunlah pemerintahan yang sekorup mungkin. Kalau hari ini tingkat budaya korupsi mungkin mencapai 70%, selayaknya ditingkatkan menjadi kalau bisa sampai 95% ke atas.

***

Keenam, saya eufemisasikan: respons pertapa. Jiwa pertapa duduk bersila dalam keheningan individual, tidak bisa disentuh oleh riuh rendah urusan negara dan gegap gempita korupsi. Pertapa duduk hening dalam kekhusyukan jiwanya sendiri. Ia kuat dan tangguh. Tidak terpesona dan tidak tergoda. Tidak tergiur oleh kebaikan dan tidak tertekan oleh kebusukan di luar dirinya. Kasak kusuk tentang orang mencuri, merampok, dan korupsi itu mubazir. Itu semua tidak penting ada atau tiada. Sebab pertapa sangat mandiri dengan konsentrasi mental dan kejiwaannya sendiri.

Saya ''bersangka baik'' mayoritas rakyat kita adalah jenis ini. Para pertapa menenggelamkan diri di ruang pertapaan pekerjaannya masing-masing. Di sawah-sawah, warung-warung, di ruko-ruko, di jalanan. Di ruang gelap egosentrismenya sendiri-sendiri, di kepulan asap khayalannya, imaji-imaji subjektifnya, dalam persangkaan dan anggapan-anggapannya masing-masing. Yang di luar itu -orang lain, masyarakat, Negara, undang-undang, aturan-aturan- tidak penting-penting amat, kecuali ketika kongkret, dan langsung memberinya keuntungan atau kerugian.

Pertapa juga tidak terusik jika orang menyebutnya bodoh, buta sosial, a-politis, mata kuda, tidak punya wawasan, tidak mengerti bahwa ia sedang dizalimi, tidak peduli ada kemaslahatan bersama, atau diklaim apapun berdasarkan nilai atau terminologi yang bagaimanapun.

Keenam, asal-asalan saja kita sebut respons reformasi. Reformasi Indonesia yang bergulir mulai 1998 sedang mengalami evolusi yang mungkin sangat panjang. Tahapnya sekarang, dalam konteks korupsi: ''Kamu jangan korupsi. Maksud saya, jangan hanya kamu yang korupsi. Gantian. Saya juga ingin." Reformasi melapangkan dan melebarkan jalan korupsi, mematangkan orde korup menuju era korupsi absolut. Korupsi adalah hak asasi setiap manusia. Ekspresi kebebasan makhluk hidup. Potensi korupsi sudah tersedia sangat melimpah dalam kebudayaan masyarakat. Spirit korupsi sudah bersemai sejak dari cara berpikir, menyusun niat, melangkah bekerja di bidang apapun.

Hamparan luas dan tekstur demokrasi juga tak bisa menghindar untuk mengandung lobang-lobang yang bisa dimanipulisai pelakunya untuk melakukan korupsi, asalkan tidak ketahuan. Dan supaya kemungkinan ketahuan bisa diminimalisasi, maka korupsi sebaiknya dilakukan secara berjamaah, dengan saf-saf yang rapat, agar tidak bisa diisi oleh setan-setan yang tidak terbuat dari sesama manusia: minal jinnati wan-nas. ''Saya aktivis andalan, sudah puluhan kali demo dan ratusan kali orasi revolusi: awas kalau saya nggak jadi komisaris perusahaan ini atau itu. Minimal jadi staf ahli presiden atau wakil menteri, sekurang-kurangnya direkayasa menang tender proyek-proyek."

"Martabat politik dan nilai dasar perjuangan saya adalah kepiawaian memilih karier, yakni numpang partai politik yang menang." Rakyat menghormatinya, mengaguminya, mengidolakannya, mencium tangannya, mengangkatnya sebagai pejabat sangat tinggi, ternyata maling.

***

Korupsi uang dan harta, korupsi waktu, korupsi identitas, korupsi berupa pemalsuan atau lazim disebut pencitraan, korupsi peluang-peluang, korupsi kedaulatan dan kewenangan, korupsi huruf, kata dan makna, korupsi jebakan pasal undang-undang. Atau korupsi tipu daya konstitusi yang menutup kemungkinan manusia sejati nasionalis sejati menjadi pemimpin. Korupsi tafsir, korupsi informasi, berbagai-bagai jenis dan wilayah korupsi --sudah menjadi habitat primer bangsa kita.

Dan dalam keadaan separah itu, sekarang kita berangkat ke 2014 tetap dengan mempercayai apa-apa dan siapa-siapa yang sudah terbukti sangat merusak untuk tetap dipercaya, serta tetap memakai perangkat-perangkat nilai dan formula yang sudah jelas sangat menghancurkan untuk terus dipakai. Untunglah kita tak henti teriakkan ''supremasi hukum'', sebagai cerminan bahwa yang mengepung kita adalah kenyataan pelanggaran hukum. Dan di antara sekian banyak jenis pelanggaran hukum, yang unggul dan menang adalah "supremasi korupsi".

Kita semua anti-korupsi, meskipun anti-korupsi tidak pasti sama dengan tidak suka korupsi. Kalau kita ketahuan korupsi, ditangkap, diadili, dan dipenjarakan - kita sangat menyesal kenapa kurang rapi mengatur kegemaran utama kita itu sehingga tertangkap.

Korupsi itu cenderung menyenangkan. Sehingga orang yang berani tidak melakukannya, tergolong memiliki derajat kemanusiaan yang tinggi. Di bulan Ramadan aslinya enak tidak berpuasa daripada berpuasa: maka tinggilah derajat orang yang rela berpuasa. Berpuasa adalah ikhlas tidak melakukan sesuatu yang ia sukai, atau rela melakukan yang tidak disukai.

***

Baru hari ini saya menyadari bahwa jaman edan Pujangga Ronggowarsito bukanlah kisah tentang zamannya, melainkan keadaan dua abad sesudah era beliau. ''Amenangi jaman edan, Ewuh aya ing pambudi, Milu edan nora tahan, Yen tan milu anglakoni, Boya kaduman melik, Kaliren wekasanipun...." Dalam ungkapan sehari-hari orang menuturkan ''amenangi jaman edan, yang tidak ikut edan tidak kebagian, dan pasti kelaparan...''

Kalau situasi kehidupan di era Raden Bagus Burham santri Kyai Kasan Besari Ponorogo, 1802-1844, disebut jaman edan: apa sebutan yang sepadan untuk tingkat sangat tinggi keedanan Indonesia 2013? Sayang sekali kalimat ''kalau tidak ikut edan, tidak akan kebagian sehingga menjadi kelaparan'' sangat merasuk dan dipercaya oleh masyarakat. Sehingga ''yang tidak takut tidak kebagian'' jumlahnya sangat minimal. Maka, yang paling realistis menggapai sukses adalah korupsi, baik karena kemelaratan maupun karena keserakahan.

Teknologi peradaban korupsi sejak tahap niat hati, dan cara berpikir otak. Kemudian diaplikasikan pada setiap langkah kaki dan gerak tangan, di wilayah keuangan sampai pun agama dan perhubungan dengan Tuhan. Kosakata paling dasar yang dikorupsi adalah ''akal''. Puluhan kali Tuhan menyindir ''Apakah kalian tidak mengakali? Afala ta'qilun?." Makna mengakali adalah memperlakukan sesuatu dengan kecerdasan dan kreativitas akal, sehingga hutan menjadi sawah dan kebun, tanah menjadi batu-bata, kapas menjadi pakaian, kayu menjadi rumah, logam menjadi pesawat, bunyi menjadi lagu, ketela menjadi kripik, tepung menjadi roti, bayi menjadi manusia dewasa.

Kita korup makna "mengakali" menjadi berarti meliciki, mencurangi, mengelabuhi, menipu-daya. Akal satu-satunya unsur anugerah Allah yang membuat manusia menjadi benar-benar manusia, sudah kita eliminasi substansinya. Maka Tuhan menyebut kita ''ulaika kal-an'am, bal hum adholl': mereka layaknya hewan, bahkan lebih hina dari itu.

Modernisasi kehidupan juga tidak membuat manusia mampu membedakan "uang", "gaji", "pendapatan", "laba" dengan "rezeki". Orang berebut uang, memperjuangkan kenaikan gaji, mengakali peningkatan pendapatan, merundingkan marking-up laba, karena menyangka itu semua sama dan sebangun dengan rezeki. Manusia tidak mendayagunakan ilmunya untuk mengkreatifkan, dan mengeksplorasi kemungkinan sumber-sumber rejeki yang Tuhan sendiri merumuskannya dengan idiom ''min haitsu la yahtasib'': berasal dari mata air yang tak diperhitungkan, yang tak terduga, yang tak hanya terbatas pada lajur-lajur lembar akuntansi.

Seorang Ki Ajar, guru masyarakat, kalau kebun-kebun buahnya panen, mempersilahkan masyarakat dan siapa saja terlebih dahulu mengambilinya, kemudian beliau mengais sisa-sisanya untuk diri dan keluarganya. Sesudah itu ribuan peristiwa ''min haitsu la yahtasib'' membuat Ki Ajar tetap saja merupakan orang terkaya di daerahnya. Seorang maula ditanya oleh malaikat, ''Kenapa kamu tidak ikut berebut harta, karier, jabatan, peluang, asset, akses, sebagaimana semua rekan-rekanmu?" Dijawab, ''Saya tidak tega karena kemungkinan besar saya menang dalam persaingan dan perebutan. Jadi saya memilih jadi pembantu rumah tangga Tuhan saja, terserah beliau menyuruh saya melakukan apa."

Karena orang tidak mau belajar, malas meneliti, tidak tekun berlatih, serta tidak berani ambil risiko mengaplikasikan ''min haitsu la yahtasib'', maka pilihan utama hidupnya ialah menghimpun cara dan strategi untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya, dengan modal sekecil-kecilnya. Bisa dengan menciptakan secara eksklusif ''etika perekonomian dan industri'' yang permisif terhadap substansi etika yang sebenarnya. Bisa dengan manipulasi aturan. Bisa dengan penipuan wacana-wacana dalam retorika keusahaan. Tapi yang paling pragmatis adalah korupsi. Korupsi itu dilakukan diam-diam dan tidak jantan. Levelnya sama dengan pengutil atau pencopet. Kalah terhormat dibandingkan dengan perampok atau penjambret.

Oleh: Emha Ainun Nadjib, Budayawan
Majalah Gatra Edisi 18 / XIX 13 Maret 2013
Admin Pada Saturday, March 16, 2013 Komentar
Subscribe to: Posts (Atom)
  • Artikel Terbaru
  • Arsip Blog

Artikel Terbaru

Arsip Blog

  • October (1)
  • June (14)
  • May (18)
  • April (2)
  • February (1)
  • January (1)
  • January (1)
  • November (1)
  • August (2)
  • July (2)
  • June (3)
  • May (13)
  • April (26)
  • March (30)
  • February (43)
  • January (50)
  • December (4)

Resensi Buku

Kategori

Anekdot Berita Pendidikan Cerpen Download Esai Guru Menulis Inspirasi Kolom Kolom Cak Nun Kolom Jamaah Maiyah Literasi News Opini Pendataan Pendidikan Puisi Regulasi Reportase Maiyah Resensi Buku Sertifikasi Guru Tentang Maiyah Tips & Trik
Pejalan Sunyi

Followers

Pejalansunyi.id berusaha berbagi informasi yang bermanfaat. Jika ada ide, kritik, atau saran, silahkan hubungi kami dengan kontak berikut. Salam!

Name Email Address important Content important

Reportase Maiyah

Contact Form

Name

Email *

Message *

Artikel Random

Memuat...
Copyright © Pejalan Sunyi
Template by Arlina Design