Foto Sampul Fb Kopi Girli, Joni Ariadinata |
SIAPA tak kenal Ahmad Tohari? Seorang novelis, yang gaya hidupnya selalu sederhana, meskipun beliau hidup berkecukupan. Saya selalu memanggilnya dengan panggilan Pak Kiai, karena beliau adalah pendiri sekaligus sesepuh (Kiai Sepuh) pondok pesantren Al-Falah di Jatilawang. Setiap kali saya pulang kampung ke Majalengka melewati jalur Utara, saya selalu mewajibkan diri untuk mampir di kediamannya. Sebab, "Kamu kuwalat kalau tidak mampir," begitu kata beliau berseloroh.
Sudah sejak lama saya penasaran dengan kehidupan novelis/kiai yang unik ini. Beliau, boleh dikatakan, sukses dari berbagai macam sisi. Sukses secara karier (hampir semua novelnya best seller), tulisan-tulisannya baik berupa opini maupun esai terus mengalir dengan ketajaman dan kecerdasan yang tak surut (meskipun usia beliau sudah sepuh), selalu laris diundang ke sana ke mari, dianugerahi harta yang terhitung cukup berlimpah (beliau memiliki sebuah bank dengan aset milyaran), dan semua anak-anak beliau tidak ada satu pun yang gagal (semuanya berpendidikan tinggi, rata-rata kuliah di luar negeri, dan lulus dengan mendapat pekerjaan mapan).
Rahasia apakah yang membuat Kiai Ahmad Tohari begitu mulus dan berhasil dalam segala segi kehidupannya? Inilah pertanyaan yang lama saya pendam, hingga suatu hari ketika mampir di rumah beliau, saya memberanikan diri untuk bertanya.
Sudah sejak lama saya penasaran dengan kehidupan novelis/kiai yang unik ini. Beliau, boleh dikatakan, sukses dari berbagai macam sisi. Sukses secara karier (hampir semua novelnya best seller), tulisan-tulisannya baik berupa opini maupun esai terus mengalir dengan ketajaman dan kecerdasan yang tak surut (meskipun usia beliau sudah sepuh), selalu laris diundang ke sana ke mari, dianugerahi harta yang terhitung cukup berlimpah (beliau memiliki sebuah bank dengan aset milyaran), dan semua anak-anak beliau tidak ada satu pun yang gagal (semuanya berpendidikan tinggi, rata-rata kuliah di luar negeri, dan lulus dengan mendapat pekerjaan mapan).
Rahasia apakah yang membuat Kiai Ahmad Tohari begitu mulus dan berhasil dalam segala segi kehidupannya? Inilah pertanyaan yang lama saya pendam, hingga suatu hari ketika mampir di rumah beliau, saya memberanikan diri untuk bertanya.
"Rahasianya ada pada doa," begitu jawab Pak Kiai Tohari sambil tertawa. "Doa makbul yang tak mungkin ditolak."
"Nah, ini yang ingin saya ketahui. Doa makbul yang tidak mungkin tertolak itu, seperti apa?" saya bertanya dengan sangat penasaran. Saya betul-betul ingin tahu, doa seperti apa yang tidak mungkin tertolak itu.
"Menolong semut," katanya.
Hah? Terus terang saya kaget, "Menolong semut? Menolong semut bagaimana, Pak Kiai? Ah, jangan bergurau. Saya serius lho," saya tertawa sekaligus mengerutkan kening. Memandang wajah Pak Kiai Tohari, dan mencari-cari ketidakseriusan dalam ucapannya. Tapi beliau sungguh-sungguh serius.
"Salah satu doa paling manjur adalah dengan wasilah (perantara). Perantara melalui sebuah perbuatan yang sekilas tampaknya kecil dan sepele, misalnya, menolong semut. Kamu bilang saja pada Tuhan dalam doamu: 'Ya Allah, ketika seekor semut hampir terbakar karena terjebak di dalam kayu perapian saat memasak di dapur, aku serentak menolongnya. Aku keluarkan semut itu, sehingga nyawanya selamat. Atas kebaikan perbuatanku pada seekor semut yang nyaris terbakar, yang juga mereka adalah termasuk mahluqMu, maka aku berdoa padamu.....' Nah, sebutkanlah doamu. Sebut apa saja doamu. Dijamin Tuhan akan mengabulkannya."
Ya ampun. Lama saya tidak memahami "keseriusan" perkataan itu. Saya berpikir keras selama berhari-hari. Benarkah apa yang dikatakan Pak Kiai Tohari? Jadi untuk terkabulnya doa, saya harus mencari-cari seekor semut yang dalam keadaan bahaya, dan kemudian menolongnya? Ah, yang benar saja. Hehe.
Berbulan kemudian, jawaban dari teka-teki itu akhirnya saya dapatkan. Dan sungguh, saya merasa tidak sanggup, ---tepatnya belum sanggup-- melakukannya. Saya benar-benar belum sampai pada lefel kesufian selembut itu. Bisa dibayangkan, jika dengan seekor semut saja peduli, bagaimana dengan mahluq yang ukurannya lebih besar dari semut? Lebih-lebih, dengan manusia?
Hanya seorang Kiai dengan tingkat kesufian yang sudah sangat tinggilah yang bisa melakukannya.
Sangat pantas kalau manusia selembut itu, sepeduli itu, sebesar itu kasih sayangnya, doanya tidak tertolak.
Sungguh saya semakin kagum dan hormat dengan Pak Kiai Ahmad Tohari.***
Sumber : Kopi Girli, Joni Ariadinata
"Nah, ini yang ingin saya ketahui. Doa makbul yang tidak mungkin tertolak itu, seperti apa?" saya bertanya dengan sangat penasaran. Saya betul-betul ingin tahu, doa seperti apa yang tidak mungkin tertolak itu.
"Menolong semut," katanya.
Hah? Terus terang saya kaget, "Menolong semut? Menolong semut bagaimana, Pak Kiai? Ah, jangan bergurau. Saya serius lho," saya tertawa sekaligus mengerutkan kening. Memandang wajah Pak Kiai Tohari, dan mencari-cari ketidakseriusan dalam ucapannya. Tapi beliau sungguh-sungguh serius.
"Salah satu doa paling manjur adalah dengan wasilah (perantara). Perantara melalui sebuah perbuatan yang sekilas tampaknya kecil dan sepele, misalnya, menolong semut. Kamu bilang saja pada Tuhan dalam doamu: 'Ya Allah, ketika seekor semut hampir terbakar karena terjebak di dalam kayu perapian saat memasak di dapur, aku serentak menolongnya. Aku keluarkan semut itu, sehingga nyawanya selamat. Atas kebaikan perbuatanku pada seekor semut yang nyaris terbakar, yang juga mereka adalah termasuk mahluqMu, maka aku berdoa padamu.....' Nah, sebutkanlah doamu. Sebut apa saja doamu. Dijamin Tuhan akan mengabulkannya."
Ya ampun. Lama saya tidak memahami "keseriusan" perkataan itu. Saya berpikir keras selama berhari-hari. Benarkah apa yang dikatakan Pak Kiai Tohari? Jadi untuk terkabulnya doa, saya harus mencari-cari seekor semut yang dalam keadaan bahaya, dan kemudian menolongnya? Ah, yang benar saja. Hehe.
Berbulan kemudian, jawaban dari teka-teki itu akhirnya saya dapatkan. Dan sungguh, saya merasa tidak sanggup, ---tepatnya belum sanggup-- melakukannya. Saya benar-benar belum sampai pada lefel kesufian selembut itu. Bisa dibayangkan, jika dengan seekor semut saja peduli, bagaimana dengan mahluq yang ukurannya lebih besar dari semut? Lebih-lebih, dengan manusia?
Hanya seorang Kiai dengan tingkat kesufian yang sudah sangat tinggilah yang bisa melakukannya.
Sangat pantas kalau manusia selembut itu, sepeduli itu, sebesar itu kasih sayangnya, doanya tidak tertolak.
Sungguh saya semakin kagum dan hormat dengan Pak Kiai Ahmad Tohari.***
Sumber : Kopi Girli, Joni Ariadinata
MENOLONG SEMUT
4/
5
Oleh
Admin
Untuk menyisipkan kode pendek, gunakan <i rel="code"> ... KODE ... </i>
Untuk menyisipkan kode panjang, gunakan <i rel="pre"> ... KODE ... </i>
Untuk menyisipkan gambar, gunakan <i rel="image"> ... URL GAMBAR ... </i>