• Home
  • About
  • Hubungi Kami
  • Privacy Policy
  • Disclaimer
Menu

Pejalan Sunyi

iklan banner
  • Home
  • Daftar Isi
  • News
  • Inspirasi
  • Seputar Guru
    • Regulasi Pendidikan
    • Perangkat Pembelajaran
    • Media Pembelajaran
    • Guru Menulis
    • Sertifikasi Guru
    • Pendataan Pendidikan
  • Tips & Trik
  • Budaya
    • Opini
    • Esai
    • Resensi Buku
    • Cerpen
    • Puisi
    • Anekdot
  • Maiyah
    • Tentang Maiyah
    • Kolom Mbah Nun
    • Kolom Jamaah Maiyah
    • Reportase Maiyah
  • Literasi
  • Download
  • Kirim Artikel

Artikel Populer

  • Kiai Arief Hasan, Cermin Pengilon Dari Beratkulon
  • MENELISIK FUNGSI GADGET DALAM KEGIATAN PEMBELAJARAN
  • Tak Hanya Isi Beha yang Bikin 'Telan Ludah', Omset Jual Beha juga Mampu Membuat Mata Terpana
  • Menjelang Idul Fitri
  • Guru Menulis, Antara Mulia dan Karya
  • Seharusnya Berjudul Celana Dalam
  • JALAN PINTAS

Inspirasi

Pengunjung

Free counters!
top personal sites
top personal sites
Home / Archived For May 2017

Wednesday, May 31, 2017

Kiai Arief Hasan, Cermin Pengilon Dari Beratkulon

Resensi Buku
Jejak Keteladanan Kiai Arief Hasan

KH. Salahuddin Wahid
Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng Jombang

KETIKA dimintai kesediaan memberi kata pengantar buku ini oleh Saiful Amin Ghofur, semula saya bertanya dalam hati: siapakah KH.Arief Hasan itu?

Nama KH. Arief Hasan memang belum begitu akrab di telinga saya. Akan tetapi, setelah berdiskusi sejenak dengan Saiful ketika ia berkunjung ke Tebuireng beberapa waktu lalu, saya baru tahu bahwa KH. Arief Hasan adalah santri al-mukarram KH. Hasyim Asy’ari di Pondok Pesantren Tebuireng pada tahun 1930-an.

Walau tak begitu lama nyantri kepada al-mukarram KH. Hasyim Asy’ari, kira-kira 6 tahun, namun KH. Arief Hasan berhasil mendirikan Pondok Pesantren Roudlotun Nasyi’in di Beratkulon Kemlagi Mojokerto.

Ini sekaligus menjadi bukti keberhasilan al-mukarram KH. Hasyim Asy’ari dalam mendidik santri-santrinya. Karena itulah, saya menyambut positif terbitnya buku ini, sebab telah memperpanjang deretan bukubuku otobiografi para kiai NU yang telah terbit sebelumnya.

Tradisi penulisan semacam ini perlu dibudayakan lebih lanjut dalam dunia pesantren mengingat masih banyak sosok kiai NU yang sudah lama wafat, tetapi belum ada upaya serius untuk membukukannya.

Seperti halnya KH. Arief Hasan ini. Seandainya tidak muncul inisiatif untuk dibukukan, bukan tidak mungkin data, terutama yang diakses dari saksi hidup, akan semakin sulit diperoleh. Belum lagi minimnya data tertulis kian mengindikasikan lemahnya budaya tulis di kalangan pesantren sendiri.

Terlepas dari faktor di atas, saya ingin menggarisbawahi beberapa hal berkenaan dengan sejarah hidup KH. Arief Hasan. Pertama, tentang kepatuhan. Aspek ini amat penting diteladani. Sewaktu KH. Arief Hasan menimba ilmu di Tebuireng, kepatuhan terhadap almukarram KH. Hasyim Asy’ari terlihat sangat menonjol.

Faktor kepatuhan terhadap kiai dalam konteks belajar bisa menjadi salah satu sebab keberhasilan. Demikian pula dalam konteks hidup bermasyarakat, faktor kepatuhan terhadap pemimpin dapat mendorong terciptanya kebahagiaan. Akan tetapi, tentu kepatuhan di sini hanya berlaku dalam hal positif, bukan negatif.

Namun perlu dipahami bahwa hubungan antara santri dengan kiai pada saat ini amat berbeda dengan hubungan KH. Arief Hasan dan al-mukarram KH. Hasyim Asy’ari. Saat itu hubungan tidak bersifat teknis tetapi juga bersifat spiritual. Aspek barokah pada waktu itu amat menonjol. Sebagai contoh, KH. Wahid Hasyim pernah mondok di beberapa pondok pesantren hanya dalam waktu seminggu karena ingin mendapat barokah kiai pengasuh pesantren tempat beliau mondok itu.

Kedua, tentang keuletan. KH. Arief Hasan merupakan tipologi pemimpin yang ulet dan pantang menyerah betapapun rumitnya permasalahan hidup yang sedang dihadapi. Inilah yang perlu direfleksikan di tengah-tengah situasi saat ini yang serba tak menentu, beban hidup yang terasa berat akibat krisis global, sehingga tak jarang membuat orang “gelap mata”. Dengan sikap ulet dan pantang menyerah, niscaya segala persoalan bisa dicari solusinya.

Ketiga, kepedulian terhadap sesama. Sepanjang hidupnya, KH. Arief Hasan telah menunjukkan budi pekerti luhur di atas aras peduli terhadap sesama. Sejak nyantri di Tebuireng, KH. Arief Hasan tertempa dengan sikap empati terhadap sesama santri. Sikap ini terus terbawa sehingga hampir seluruh waktunya dipergunakan merealisasikan kepedulian itu. Anakanak yatim disantuni. Masyarakat pun diayomi.

Sikap peduli terhadap sesama ini sudah selayaknya terpatri erat di hati dan dipraktikkan. Di sekeliling kita masih banyak orang-orang yang tertindas dalam berbagai aspeknya, baik sosial, politik, hak asasi, pendidikan maupun ekonomi. Ketertindasan yang bisa jadi akibat kebijakan yang tidak memihak, atau karena faktor kurang beruntung belaka. Mereka butuh “uluran tangan” kita. Sebab, jika bukan kita, lantas siapa lagi yang akan peduli?

Keempat, tentang kebijaksanaan. Sikap bijaksana yang diteladankan KH. Arief Hasan merambah dalam berbagai bidang kehidupan: berkeluarga, bermasyarakat, bahkan berorganisasi. Kebijaksanaan ini pula yang membuatnya begitu dekat dengan berbagai lapisan masyarakat. Dari kebijaksanaan KH. Arief Hasan, kita bisa belajar untuk selalu berhati-hati ketika menempatkan diri dalam kancah pergaulan, senantiasa berbuat dengan penuh perhitungan, dan terus membuka diri terhadap beragam kritik konstruktif demi kematangan berpikir dan kedewasaan bertindak. Dengan cara ini, kita dapat menghayati hidup dengan tulus dan damai.

Selain keempat faktor di atas, kita akan menemukan banyak sekali hal positif setelah membaca halaman demi halaman buku ini. Saiful Amin Ghofur telah merentangkan jembatan yang menghubungkan kita dengan kehidupan KH. Arief Hasan. Sehingga, tidak berlebihan bila sosok KH. Arief Hasan yang direkam buku ini laksana cermin: cermin pangilon dari Beratkulon. ℘
Admin Pada Wednesday, May 31, 2017 Komentar

Monday, May 29, 2017

Membaca dalam Kepungan Lapar dan Dahaga

Opini
'Lelah', Foto Lukisan Gus Mus diambil dari gusmus.net

KABARNYA, salah satu permasalahan akut yang dihadapi bangsa ini adalah rendahnya minat baca. Berbagai data literasi disodorkan dari tahun ke tahun. Misalnya hasil penelitian yang dilakukan International Association for The Evolution of Education Achievement (IEA) Tahun 1992 meletakkan indonesia sebagai negara dengan peringkat ke 28 dari 32 negara dalam hal kemampuan membaca anak usia didik. Sementara peringkat pertama justru diraih Finlandia diikuti Amerika dan beberapa negara di Eropa.

Sekian tahun berjalan, data tentang literasi tak juga mengalami perkembangan. Kata UNESCO tahun 2012, hanya satu dari seribu orang Indonesia yang memiliki minat baca. Data lainnya, studi yang dilakukan oleh Programme for International Study Assessment (PISA) tahun 2009 juga meletakkan Indonesia pada peringkat ke-57 dengan skor 396. PISA 2012 menempati peringkat 64 dari 65 negara. Dan PISA 2015, Indonesia berada di urutan 69 dari 76 negara, masih kalah dengan vietnam yang bertengger pada posisi ke-12.

Ironis memang, ditengah membengkaknya jumlah penduduk muslim di negara yang berpenduduk sekitar dua ratus lima juta jiwa ini, prestasi membaca justru berada pada urutan juru kunci. Padahal, islam sebagai ajaran yang kaffah terbukti meletakan urusan baca membaca menjadi skala prioritas. Bukankah ayat yang pertama kali diturunkan Allah SWT pada Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril adalah Al Alaq 1 – 5 yang nota bene adalah perintah untuk membaca? 

Memang membaca tak melulu hanya berkutat soal teks. Ada membaca lainnya berupa membaca kontekstual, membaca tanda-tanda, membaca alam semesta, dan sebagainya. Tapi setidaknya, membaca (teks) adalah salah-satu proses melakukan serangkaian penjelajahan intelektual yang tak boleh diabaikan begitu saja. 

Ramadlan, Bulan Baca Tulis Al Quran

Adalah menarik merenungkan kembali wahyu pertama yang diturunkan Allah SWT pada Muhammad SAW beberapa abad silam. Bukan sebuah kebetulan jika Allah SWT meletakkan perintah membaca mendahului firman-firman-Nya yang lain. Sebab, membaca bukan hanya sebuah proses penjelajahan intelektual yang muaranya pengetahuan. Lebih dari itu, membaca adalah sikap manusia memanusiakan dirinya sendiri.

Dengan membaca, manusia akan mengerti kedudukannya sebagai seorang makhluk: tentang dari mana dia berasal, untuk apa dia hidup, serta akan dibawa kemana hidupnya kelak ketika harus menghadap kembali kepada pencipta-Nya.

Pertanyaan yang kemudian mengemuka, obyek apakah yang harus dibaca? Haruskah sebuah buku? Ataukah kitab-kitab samawi yang diturunkan pada para rasul? Ataukah obyek-obyek yang lain?

Al Alaq ayat pertama barangkali bisa dijadikan acuan. Allah memerintahkan membaca kepada Muhammad (dan juga umat islam secara mondial) dengan bahasanya: Iqra’. Tapi amar itu sendiri tak disertai dengan maf’ul bih (obyek yang harus dibaca). Ini menunjukkan, membaca bisa dimaknai secara lebih luas dengan tak hanya melulu menjelajahi isi buku atau kitab.

Membaca adalah aktifitas manusia meneliti setiap detak peristiwa yang berjalin-kelindan dalam kehidupan untuk dipungut hikmahnya. Membaca bisa pula diartikan menelusuri dan memahami setiap ‘fasilitas’ yang telah disediakan Allah SWT berupa Qur’an, Alam Semesta, dan kehidupan manusia sendiri. Kesimpulannya jelas, membaca dalam konteks ini bukan hanya asyik masyuk bercengkarama dengan ayat-ayat qauliyah. Namun tak kalah pentingnya adalah mencerna setiap ayat kauniyah yang berkelibat dalam ruang kehidupan.

Dalam kerangka itu, prosesi iqro’ tetap harus berada dalam koridor bismi rabbikalladzi khalaq. Artinya, kesadaran membaca, yang bermuara pada maqam intelektualitas tak boleh dilepaskan dari kesadaran ketuhanan, yang berpuncak pada spiritualitas. Sedalam apapun manusia mengarungi samudra intelektualitas, ia tetap harus berada dalam perahu spiritualitas. Ketika manusia mengabaikan rumusan ini, yang terjadi bukan hanya kekeringan ruhaniah maupun kedahagaan spiritualitas. Bahkan pada skala yang jauh, manusia akan tercerabut dari akar hidupnya. Ia akan mengalamai keterasingan sedemikian rupa dengan dirinya sendiri. Kehadirannya bukan hanya niscaya, bahkan telah menjangkiti kehidupan para pelakunya pada kurun waktu terakhir.

Dalam bukunya yang berumbul Nasionalisme Muhammad: Islam Menyongsong Masa Depan (Sipress : 1995), Emha Ainun Nadjib menuturkan, bahwa salah satu sebab kemunduran umat islam adalah ketertinggalan kaum santri dalam hal Iqra’. Menurut budayawan yang merupakan bapak dari vokalis Letto ini, justru pelaku era modern yang diwakili oleh dunia barat dan sekitarnya telah menang dalam ber-iqra’, meskipun pada saat yang sama, mereka ternyata gagal dalam ber-bismi rabb.

Maka, ilmu pengetahuan yang telah diraih dunia barat menjadi gersang dan tak berakar. Ilmu pengetahuan itu sendiri bahkan miskin nilai spiritualitas, tak ber-ma’rifat ilallah, tekhnologi dan industrinya tidak menjadi hasanah fiddunnyah wal akhirah, negaranya tak menjadi baldah thayyibah warabbun ghafur, dan kehidupannya dipenuhi polusi fisik, psikologis, kultural dan spiritual, karena memang tidak berorientasi dengan metabolisme alam (sunnatullah) yang bebas polusi atau residu.

Alhasil, Ramadlan sebagai bulan diturunkannya Al Qur’an adalah momentum yang tepat untuk menggelorakan semangat dan minat membaca. Bukankah ditengah kepungan lapar dan dahaga, membaca lebih bermakna dilakukan daripada memelototkan mata pada acara televisi yang sesungguhnya meletakkan islam hanya pada dataran formalitas?

Maka, sebuah tawaran yang boleh untuk tidak dilakukan: Hiasilah lapar puasamu dengan membaca, niscaya kau akan menjadi seorang manusia. Bagaimana menurut anda?***
Admin Pada Monday, May 29, 2017 Komentar

Sunday, May 28, 2017

Undangan Mengikuti Kegiatan Pelatihan Penulisan Soal Untuk Guru SD, SMP, SMA/SMK

Berita Pendidikan

News - Pekerjaan guru memang bukan hanya melakukan pembelajaran. Tapi kegiatan merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi, dan melakukan tindak lanjut adalah satu paket kegiatan pembelajaran yang harus dilakukan oleh seorang guru. Kaitannya dengan evaluasi, guru harus memiliki kemampuan membuat alat penilaian sehingga evaluasi yang dilakukan oleh guru betul-betul valid dan sesuai dengan yang diharapkan.

Berhubungan dengan itulah, dalam rangka penjaminan mutu pendidikan, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Pusat Penilaian Pendidikan (Puspendik) akan mengadakan kegiatan Pelatihan Penulisan Soal bagi Guru SD, SMP, SMA/SMK Tahun 2017 untuk Mata Pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, dan IPA. Tujuan dari kegiatan tersebut adalah untuk menghasilkan penulis soal berkualitas. 

Sesuai dengan yang diinformasikan oleh Puspendik di laman siap.puspendik.kemdikbud.go.id bahwa kegiatan pelatihan ini direncanakan akan dilaksanakan selama 4 (empat) hari pada pertengahan bulan Juli 2017 di wilayah Solo, Purwokerto, Yogyakarta, Pangkal Pinang, Batam, Balikpapan, Samarinda, dan Bandung. 

Adapun kriteria penulis soal yang bisa mendaftar adalah sebagai berikut:
  1. Guru SD, SMP, SMA, dan SMK berusia maksimal 45 tahun.
  2. Berpengalaman mengajar minimal 5 (lima) tahun.
  3. Minimal lulusan S1 (Strata 1) atau D-IV (Diploma IV) dari jurusan yang sesuai dengan bidang studi yang diampu.
  4. Tidak mengajar dan berafiliasi dengan Bimbingan Belajar (Bimbel) dan Penerbit Buku Soal.
  5. Dapat mengoperasikan MS-Office (MS-Word, MS-Excel, dll).
  6. Berkomitmen menulis soal berkualitas untuk peningkatan mutu pendidikan dan menjaga kerahasiaan soal beserta seluruh perangkat terkait upaya mencapai penilaian yang berkualitas dengan melampirkan Surat Pernyataan Kesanggupan dan Pakta Integritas.
  7. Melampirkan Surat Ijin dan Penugasan dari Kepala Sekolah untuk mengikuti Pelatihan.
Fasilitas yang disediakan oleh Puspendik selama pelatihan adalah Transport Lokal, Akomodasi, dan Uang Harian Fullboard sesuai ketentuan.

Jika Anda berminat mendaftar, silahkan melakukan pendaftaran peserta secara online melalui laman http://siap.puspendik.kemdikbud.go.id/register, atau KLIK DISINI untuk melakukan pendaftaran. Isilah kolom dengan benar sesuai gambar diatas!(*)
Admin Pada Sunday, May 28, 2017 Komentar

Saturday, May 27, 2017

#64TahunCakNun, Imam Bangsa

Inspirasi Kolom Jamaah Maiyah
Ulang Tahun Cak Nun
“Ndhek dunyo iki alah mek sedhiluk rek, berjuang terus ndak masalah. Aku sampek tuwek ngene ki, gak leren. Bismillah yo, sampeyan kudu gembira. Hidup gembira. Ojo tertekan oleh apapun, sebab sing ngisi ati sampeyan Gusti Allah, Gusti Allah, Gusti Allah. Ngkok sampeyan ono tekanan opo wae, tetep isoh tangi meneh, tetep isoh bangun meneh .” (Cak Nun)

Masih teringat jelas kelebat bayangmu sebelum meninggalkan Frankfurt Airport. Pesan di penghujung Desember 2016 itu cukup menghujam. “Iki (kondisi Indonesia) wes ga ono sek isoh ngatasi maneh.” Sampai pada 10 Februari 2017, Pandawayudha terbit di Harian Kompas (versi asli di web CakNun.com). Puncak dari 9 tulisan lain yang terbit berurutan untuk memperingatkan Indonesia. Setelah pasca Reformasi 1998 memilih menyepi “meninggalkan pesta” dari TV Nasional dan Koran Nasional untuk menemani orang--orang yang terpinggirkan dan terasingkan zaman. Serta 23 Mei lalu, untuk pertama kalinya setelah sekian tahun lamanya meninggalkan Media TV Nasional. Beliau kerso diwawancarai kembali dan ditampilkan rekaman videonya dalam program Indonesia Lawyer Club (ILC) di TV One, setelah lebih dari 3 Tahun Pak Karni Ilyas membujuk Beliau.

Cak Nun pernah ditawari menjadi Menteri pada era 80-an, tapi Beliau menolak. Pun juga, ditawari menjadi Presiden, Beliau menolak. Beliau lebih memilih mengisi siang-malamnya berkeliling dari satu alun-alun, ke pelosok, lebih dari 40 tahun nggedhein hati rakyat. Ditengah segala kebijakan yang banyak tak berpihak pada rakyat, sang pemilik kedaulatan di Tanah Air.

Maka, ditengah Rimba Indonesia atau bahkan dunia semoga, saya, kami, dan kita semua bisa terus berjalan ing margi kaleresan. Cak Nun pernah menyampaikan, Guru itu bukan orang yang mengajarimu, tapi orang yang kepadanya engkau belajar. Dan sampai detik ini saya teramat bersyukur Indonesia memiliki sosok seperti Beliau. Sosokmu belum tentu ada 100 tahun lagi. Sebagai murid semoga bisa berjuang seteguh Bambang Ekalaya pada Resi Drona, meskipun tidak seheroiknya, semoga bisa kecipratan barokahnya.

Tak pernah saya jumpai ada sosok yang bisa bergaul dengan elit pemerintahan sekelas Menteri namun juga sangat bersahabat dengan Pak Gendong, Pak Becak di waktu yang sama, selain Cak Nun. Berkeliling Inggris, Belanda, Vatikan menjadi Duta menampilkan Wajah Islam Rahmatan lil ‘alamin, selain Cak Nun dan Kiai Kanjeng (Nama Gamelan). Sepak terjang Cak Nun dan Kiai Kanjeng-nya dipelajari Profesor-Profesor Amerika, Australia, Inggris, Mesir namun disia-siakan di negeri sendiri. Anda tahu Cat Steven? Yang mualaf dan mengubah namanya menjadi Yusuf Islam. Beliau kembali bernyanyi setelah bertemu Cak Nun dan Kiai Kanjeng di Inggris tahun 2000-an lalu.

Beberapa hari lalu saya mencoba menulis setiap hari meskipun hari aktif kerja, dan itu sangatlah tidak mudah. Tapi Cak Nun, mengisi pengajian dari habis isya sampai hampir shubuh, menulis setiap hari, tidur hanya beberapa jam. MasyaAllah, teramat jarang saya menjumpai sosok dengan Energi Badar seperti Beliau.

Di era ini, tidaklah mudah menemui Sosok Manusia Junjungan seperti Kanjeng Nabi Muhammad Saw. Begitu santun akhlaknya. Terus menyuapi si pengemis buta, meski setiap hari dihinanya. Beliau meninggalkan popularitas demi bisa mendamaikan semuanya. Seringkali menjadi sasaran uji coba pembunuhan namun Beliau tetap memaafkannya. Mempersaudarakan Kaum Anshor (Tuan Rumah) dan Muhajirin (Pendatang). Rela berlapar, mengganjal perutnya dengan batu, menginfakkan hartanya dan bergaya hidup sederhana.

Meski susah menemukan sosok pejuang di segala lini seperti Kanjeng Nabi Muhammad Saw, dengan segenap kedaulatan saya, saya memilih Imam yang begitu cintanya Gondelan Klambinipun Kanjeng Nabi, yakni Muhammad Ainun Nadjib (Cak Nun). Esensi Makmum ialah bisa mencontoh gerakan, daya juang Sang Imam. Semoga diberi kesanggupan berjuang seperti Beliau. Alles gute zum Geburtstag, Maulana Muhammad Ainun Nadjib.

Zwiefalten, Germany 1 Ramadlan 1438/27 Mei 2017 

*)Tulisan NaWa di kompasiana.com. Perempuan dengan nama asli Nafisatul Wakhidah sedang terdampar di Forensic Psychiatrie, Zwiefalten, Baden Wurttemberg, Germany. Satu dari sekian juta anak cucumu yang terdampar di Bumi-Nya.
“Ndhek dunyo iki alah mek sedhiluk rek, berjuang terus ndak masalah. Aku sampek tuwek ngene ki, gak leren. Bismillah yo, sampeyan kudu gembira. Hidup gembira. Ojo tertekan oleh apapun, sebab sing ngisi ati sampeyan Gusti Allah, Gusti Allah, Gusti Allah. Ngkok sampeyan ono tekanan opo wae, tetep isoh tangi meneh, tetep isoh bangun meneh.” (Cak Nun) Masih teringat jelas kelebat bayangmu sebelum meninggalkan Frankfurt Airport. Pesan di penghujung Desember 2016 itu cukup menghujam. “Iki (kondisi Indonesia) wes ga ono sek isoh ngatasi maneh.” Sampai pada 10 Februari 2017, Pandawayudha terbit di Harian Kompas (versi asli di web CakNun.com). Puncak dari 9 tulisan lain yang terbit berurutan untuk memperingatkan Indonesia. Setelah pasca Reformasi 1998 memilih menyepi “meninggalkan pesta” dari TV Nasional dan Koran Nasional untuk menemani orang-orang yang terpinggirkan dan terasingkan zaman. Serta 23 Mei lalu, untuk pertama kalinya setelah sekian tahun lamanya meninggalkan Media TV Nasional. Beliau kerso diwawancarai kembali dan ditampilkan rekaman videonya dalam program Indonesia Lawyer Club (ILC) di TV One, setelah lebih dari 3 Tahun Pak Karni Ilyas membujuk Beliau. Cak Nun pernah ditawari menjadi Menteri pada era 80-an, tapi Beliau menolak. Pun juga, ditawari menjadi Presiden, Beliau menolak. Beliau lebih memilih mengisi siang-malamnya berkeliling dari satu alun-alun, ke pelosok, lebih dari 40 tahun nggedhein hati rakyat. Ditengah segala kebijakan yang banyak tak berpihak pada rakyat, sang pemilik kedaulatan di Tanah Air. Maka, ditengah Rimba Indonesia atau bahkan dunia semoga, saya, kami, dan kita semua bisa terus berjalan ing margi kaleresan. Cak Nun pernah menyampaikan, Guru itu bukan orang yang mengajarimu, tapi orang yang kepadanya engkau belajar. Dan sampai detik ini saya teramat bersyukur Indonesia memiliki sosok seperti Beliau. Sosokmu belum tentu ada 100 tahun lagi. Sebagai murid semoga bisa berjuang seteguh Bambang Ekalaya pada Resi Drona, meskipun tidak seheroiknya, semoga bisa kecipratan barokahnya. Tak pernah saya jumpai ada sosok yang bisa bergaul dengan elit pemerintahan sekelas Menteri namun juga sangat bersahabat dengan Pak Gendong, Pak Becak di waktu yang sama, selain Cak Nun. Berkeliling Inggris, Belanda, Vatikan menjadi Duta menampilkan Wajah Islam Rahmatan lil ‘alamin, selain Cak Nun dan Kiai Kanjeng (Nama Gamelan). Sepak terjang Cak Nun dan Kiai Kanjeng-nya dipelajari Profesor-Profesor Amerika, Australia, Inggris, Mesir namun disia-siakan di negeri sendiri. Anda tahu Cat Steven? Yang mualaf dan mengubah namanya menjadi Yusuf Islam. Beliau kembali bernyanyi setelah bertemu Cak Nun dan Kiai Kanjeng di Inggris tahun 2000-an lalu. Beberapa hari lalu saya mencoba menulis setiap hari meskipun hari aktif kerja, dan itu sangatlah tidak mudah. Tapi Cak Nun, mengisi pengajian dari habis isya sampai hampir shubuh, menulis setiap hari, tidur hanya beberapa jam. MasyaAllah, teramat jarang saya menjumpai sosok dengan Energi Badar seperti Beliau. Di era ini, tidaklah mudah menemui Sosok Manusia Junjungan seperti Kanjeng Nabi Muhammad Saw. Begitu santun akhlaknya. Terus menyuapi si pengemis buta, meski setiap hari dihinanya. Beliau meninggalkan popularitas demi bisa mendamaikan semuanya. Seringkali menjadi sasaran uji coba pembunuhan namun Beliau tetap memaafkannya. Mempersaudarakan Kaum Anshor (Tuan Rumah) dan Muhajirin (Pendatang). Rela berlapar, mengganjal perutnya dengan batu, menginfakkan hartanya dan bergaya hidup sederhana. Meski susah menemukan sosok pejuang di segala lini seperti Kanjeng Nabi Muhammad Saw, dengan segenap kedaulatan saya, saya memilih Imam yang begitu cintanya Gondelan Klambinipun Kanjeng Nabi, yakni Muhammad Ainun Nadjib (Cak Nun). Esensi Makmum ialah bisa mencontoh gerakan, daya juang Sang Imam. Semoga diberi kesanggupan berjuang seperti Beliau. Alles gute zum Geburtstag, Maulana Muhammad Ainun Nadjib. Zwiefalten, Germany 1 Ramadlan 1438/27 Mei 2017 Nafisatul Wakhidah Satu dari sekian juta anak cucumu yang terdampar di Bumi-Nya.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/beusefullife/64tahuncaknun-imam-bangsa_59286ea9d593734275ab4566
“Ndhek dunyo iki alah mek sedhiluk rek, berjuang terus ndak masalah. Aku sampek tuwek ngene ki, gak leren. Bismillah yo, sampeyan kudu gembira. Hidup gembira. Ojo tertekan oleh apapun, sebab sing ngisi ati sampeyan Gusti Allah, Gusti Allah, Gusti Allah. Ngkok sampeyan ono tekanan opo wae, tetep isoh tangi meneh, tetep isoh bangun meneh.” (Cak Nun) Masih teringat jelas kelebat bayangmu sebelum meninggalkan Frankfurt Airport. Pesan di penghujung Desember 2016 itu cukup menghujam. “Iki (kondisi Indonesia) wes ga ono sek isoh ngatasi maneh.” Sampai pada 10 Februari 2017, Pandawayudha terbit di Harian Kompas (versi asli di web CakNun.com). Puncak dari 9 tulisan lain yang terbit berurutan untuk memperingatkan Indonesia. Setelah pasca Reformasi 1998 memilih menyepi “meninggalkan pesta” dari TV Nasional dan Koran Nasional untuk menemani orang-orang yang terpinggirkan dan terasingkan zaman. Serta 23 Mei lalu, untuk pertama kalinya setelah sekian tahun lamanya meninggalkan Media TV Nasional. Beliau kerso diwawancarai kembali dan ditampilkan rekaman videonya dalam program Indonesia Lawyer Club (ILC) di TV One, setelah lebih dari 3 Tahun Pak Karni Ilyas membujuk Beliau. Cak Nun pernah ditawari menjadi Menteri pada era 80-an, tapi Beliau menolak. Pun juga, ditawari menjadi Presiden, Beliau menolak. Beliau lebih memilih mengisi siang-malamnya berkeliling dari satu alun-alun, ke pelosok, lebih dari 40 tahun nggedhein hati rakyat. Ditengah segala kebijakan yang banyak tak berpihak pada rakyat, sang pemilik kedaulatan di Tanah Air. Maka, ditengah Rimba Indonesia atau bahkan dunia semoga, saya, kami, dan kita semua bisa terus berjalan ing margi kaleresan. Cak Nun pernah menyampaikan, Guru itu bukan orang yang mengajarimu, tapi orang yang kepadanya engkau belajar. Dan sampai detik ini saya teramat bersyukur Indonesia memiliki sosok seperti Beliau. Sosokmu belum tentu ada 100 tahun lagi. Sebagai murid semoga bisa berjuang seteguh Bambang Ekalaya pada Resi Drona, meskipun tidak seheroiknya, semoga bisa kecipratan barokahnya. Tak pernah saya jumpai ada sosok yang bisa bergaul dengan elit pemerintahan sekelas Menteri namun juga sangat bersahabat dengan Pak Gendong, Pak Becak di waktu yang sama, selain Cak Nun. Berkeliling Inggris, Belanda, Vatikan menjadi Duta menampilkan Wajah Islam Rahmatan lil ‘alamin, selain Cak Nun dan Kiai Kanjeng (Nama Gamelan). Sepak terjang Cak Nun dan Kiai Kanjeng-nya dipelajari Profesor-Profesor Amerika, Australia, Inggris, Mesir namun disia-siakan di negeri sendiri. Anda tahu Cat Steven? Yang mualaf dan mengubah namanya menjadi Yusuf Islam. Beliau kembali bernyanyi setelah bertemu Cak Nun dan Kiai Kanjeng di Inggris tahun 2000-an lalu. Beberapa hari lalu saya mencoba menulis setiap hari meskipun hari aktif kerja, dan itu sangatlah tidak mudah. Tapi Cak Nun, mengisi pengajian dari habis isya sampai hampir shubuh, menulis setiap hari, tidur hanya beberapa jam. MasyaAllah, teramat jarang saya menjumpai sosok dengan Energi Badar seperti Beliau. Di era ini, tidaklah mudah menemui Sosok Manusia Junjungan seperti Kanjeng Nabi Muhammad Saw. Begitu santun akhlaknya. Terus menyuapi si pengemis buta, meski setiap hari dihinanya. Beliau meninggalkan popularitas demi bisa mendamaikan semuanya. Seringkali menjadi sasaran uji coba pembunuhan namun Beliau tetap memaafkannya. Mempersaudarakan Kaum Anshor (Tuan Rumah) dan Muhajirin (Pendatang). Rela berlapar, mengganjal perutnya dengan batu, menginfakkan hartanya dan bergaya hidup sederhana. Meski susah menemukan sosok pejuang di segala lini seperti Kanjeng Nabi Muhammad Saw, dengan segenap kedaulatan saya, saya memilih Imam yang begitu cintanya Gondelan Klambinipun Kanjeng Nabi, yakni Muhammad Ainun Nadjib (Cak Nun). Esensi Makmum ialah bisa mencontoh gerakan, daya juang Sang Imam. Semoga diberi kesanggupan berjuang seperti Beliau. Alles gute zum Geburtstag, Maulana Muhammad Ainun Nadjib. Zwiefalten, Germany 1 Ramadlan 1438/27 Mei 2017 Nafisatul Wakhidah Satu dari sekian juta anak cucumu yang terdampar di Bumi-Nya.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/beusefullife/64tahuncaknun-imam-bangsa_59286ea9d593734275ab4566
Admin Pada Saturday, May 27, 2017 Komentar

Tata Cara Mengikuti Lomba Jurnalistik Kemdikbud 2017

Guru Menulis Literasi
Banner Lomba Jurnalistik 2017
pejalansunyi.id | Untuk mengikuti Lomba Jurnalistik Kemdikbud 2017 dengan Tema Penguatan Peran Keluarga dalam Pendidikan Anak, tata cara yang dilakukan adalah dengan melakukan prosedur sebagai berikut:

Pertama, peserta mengirimkan tulisan yang telah dimuat di media cetak maupun online dengan 4 ketentuan sebagai berikut:
  1. Scan/foto tulisan yang dimuat di media (file harus terbaca dengan jelas) dan/atau berupa kliping tulisan. Sertakan pula tulisan dalam format word yang dikirim melalui alamat surat elektronik: lombajurnalistik.keluarga@kemdikbud.go.id.
  2. Cantumkan nama media, tanggal pemuatan, dan halaman saat tulisan dimuat di media.
  3. Lengkapi identitas pengirim yaitu nama, alamat, surat elektronik/email, dan nomor telpon yang dapat dihubungi
  4. Salinan/scan kartu identitas (KTP/SIM) harus terbaca dengan jelas, khusus jurnalis melengkapi kartu Pers.
Kedua, tulisan diterima Panitia paling lambat tanggal 21 Juli 2017 melalui alamat surat elektronik: lombajurnalistik.keluarga@kemdikbud.go.id atau kliping tulisan ke Panitia Lomba Jurnalistik, Subdit Kemitraan, Direktorat Pendidikan Keluarga, Gedung C lantai 13, Jln Jenderal Sudirman, Senayan, Jakarta kode pos 10270.

Ketiga, cantumkan kategori tulisan dengan huruf kapital dalam subjek surat elektronik atau amplop surat, diikuti nama lengkap – nama media yang memuat tulisan – tanggal tulisan dimuat. “BERITA Arif Budiman TEMPO 3 Maret 2017”

Keempat, bagi peserta yang mengirim softcopy tulisan melalui surat elektronik, apabila terpilih sebagai pemenang, wajib menunjukkan tulisan asli yang telah dimuat di media.

Kelima, pemenang akan diumumkan pada acara Apresiasi Pendidikan Keluarga di minggu pertama bulan Agustus 2017, dan dapat dilihat melalui laman sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id.(*)
Admin Pada Saturday, May 27, 2017 Komentar

Ikuti Lomba Jurnalistik Kemdikbud Berhadiah 226 Juta Rupiah

Literasi
Lomba Jurnalistik Kemdikbud 2017
pejalansunyi.id | Tahun 2017, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melalui Direktorat Jenderal Jenderal PAUD dan Pendidikan Masyarakat, Direktorat Pendidikan Keluarga, mengadakan Lomba Jurnalistik berhadiah total Rp 226 juta. Tema yang dilombakan adalah ‘Penguatan Peran Keluarga dalam Pendidikan Anak’. Pelaksanaan Lomba dimaksudkan untuk memberikan ruang keterlibatan masyarakat dalam memberikan gagasan inspiratif tentang penguatan pendidikan keluarga.
Lomba Jurnalistik ini dibuka untuk masyarakat umum dengan 3 (tiga) kategori, berupa feature, opini, dan berita. Hanya saja, lomba ini tidak boleh diikuti oleh PNS Kemendikbud. 

Untuk dapat mengikuti lomba, ada beberapa ketentuan umum yang harus diikuti oleh para peserta, di antaranya adalah tulisan asli (bukan plagiat), aktual, bernilai, inovatif, dan bermanfaat. Yang paling penting, tulisan yang akan dikutsertakan dalam lomba, belum pernah atau sedang diikutsertakan dalam lomba atau kompetisi media jurnalistik lain.

Ketentuan selanjutnya, tulisan yang dilombakan harus sudah diterbitkan di media massa, baik media cetak (koran, tabloid, majalah), ataupun media online (portal berita yang direkomendasikan oleh dewan pers) dalam periode 6 Februari sampai dengan 19 Juli 2017. Khusus untuk feature, panjang tulisan maksimal adalah 1.200 kata.

Untuk hadiah, panitia telah menyiapkan uang tunai dengan total hadiah 226 juta rupiah untuk tiga kategori yang diperlombakan. Untuk kategori Feature dan Opini, hadiah masing-masing adalah Rp. 15 juta untuk Pemenang I, Rp. 12 Juta untuk pemenang II, serta Rp. 10 juta untuk pemenang II. Untuk 10 pemenang harapan, disediakan Rp. 5 juta untuk 2 kategori itu.

Sedangkan untuk kategori Berita, hadiah yang disiapkan adalah Rp 10 juta untuk Pemenang I, Rp 8 juta untuk pemenang II, Rp 6 juta untuk pemenang III, serta 7 pemenang harapan yang masing-masing mendapatkan Rp 4 juta. 

Yang menarik, setiap peserta dapat mengirimkan tulisan sebanyak-banyaknya tanpa dipungut biaya sepeserpun, sehingga memberikan peluang lebih.

Untuk bisa mengikuti lomba, terdapat 5 prosedur penting yang harus diperhatikan bagi peserta. Untuk mengetahui prosedur itu, Silahkan baca PROSEDUR LOMBA JURNALISTIK. (*)
Admin Pada Saturday, May 27, 2017 Komentar

Thursday, May 25, 2017

Tak Hanya Isi Beha yang Bikin 'Telan Ludah', Omset Jual Beha juga Mampu Membuat Mata Terpana

Inspirasi
Agung BH

NAMA aslinya Agung Prasetyo, lebih dikenal dengan sebutan Agung BH (Buste Houder). Ia adalah seorang pengusaha pakaian dalam wanita yang sukses. Seantero Solo, terutama Pasar Klewer, pasti tak asing dengan namanya. Ia memiliki 16 kios dengan jumlah karyawan lebih dari 130 orang. Omsetnya pernah mencapai angka 7 miliar rupiah. Kios Agung saat ini menjadi sasaran utama bagi mereka yang ingin berbelanja BH dan pakaian dalam, skala grosir maupun eceran.   

Siapa menyangka jika Agung BH awalnya adalah seorang kondektur Bis?

Unik memang jika melihat kisahnya. Bapak 3 anak ini awalnya adalah kondektur bus antar kota. Sebelas tahun menjalani profesi menjadi kondektur dengan PO yang berbeda-beda mulai dari Mulya Indah, Karya Jaya, Sumber Kencono, Mandala, Langsung Jaya, Panorama Indah, Jaya Utama, dan lain sebagainya. Dia bahkan masih hafal nama-nama bus beserta jurusannya.
gung Prasetyo sudah bertransformasi menjadi Agung BH yang hingga saat ini menjadi brand-nya. 13 kios di pasar Klewer, dan di luar Solo ada 3 toko adalah asset kerja kerasnya saat ini. Dalam sebulan omsetnya pernah mencapai 7 miliar rupiah. 16 kios menjadi asetnya dan menjadi sasaran utama bagi mereka yang hendak berbelanja BH dan pakaian dalam sekala eceran maupun grosir.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/dhave/agung-bh-transformasi-mantan-kondektur-menjadi-wali-kotang_56526b59377b618919bd144f

Lantas, bagaimana ceritanya Agung bisa bertransformasi menjadi seorang pengusaha pakaian dalam wanita?

Menjadi kondektur sebenarnya bukan pilihan hidup seorang Agung Prasetyo, hanya karena memang tidak ada pilihan lain. Tak jarang ketika menjalankan tugas, dia harus berjejal berdesakan untuk sekedar menarik karcis. Saat itulah dia merasakan betapa sesaknya kehidupan yang membuat jengah hidupnya. Menjadi kondektur, istilah Agung "Yen Mangan Kaya Ratu, Yen Turu Kaya Asu (jika makan seperti raja, harus enak dan bergizi. Jika tidur dimanapun tempat laksana anjing)". Ia kemudian bertekad mengubah nasib, sampai kemudian beralih tugas menjabat sebagai Wali Kota(ng).

Cerita dimulai ketika pikiran Agung menerawang memikirkan perjalanan hidupnya. Tiba-tiba saja pandangan matanya tertuju pada jemuran pakaian entah milik siapa. Kebanyakan jemuran itu berupa Beha dan Celana Dalam. Dengan begitu saja ia bertanya pada sang istri, berapa banyak wanita ganti pakaian dalam dalam sehari. Sang istri dengan tentu saja mengernyitkan kening menjawab, "dua".

Inspirasi pun muncul.
Jika seorang perempuan berganti pakaian dalam dua kali  sehari berupa kutang dan celana dalam, maka dalam seminggu harus memiliki 14 pasang. Jika dalam satu keluarga ada bapak, ibu dan katakanlah dua anak laki-laki dan perempuan, maka 24 pasang kutang dan celana dalam harus dimiliki. Bagaimana jika satu RT, satu kampung, satu kecamatan, kabupaten.....?
 
Wali Kotang
Pikiran itulah yang mengubah dan membuatnya berhenti menjadi kondektur bus. Pada tahun 2009, genap 11 tahun menjadi kondektur, dia memilih pensiun. Agung kemudian memutuskan menjual seekor sapinya dan laku 1,6 juta. Modal awal itu digunakannya untuk dagangan. Dengan tekad membuncah, ia lantas berbelanja pakaian dalam di Pasar Tanah Abang Jakarta, sebelum kemudian kembali ke solo untuk menjajakan barang dagangannya.Awal berjualan BH bukan perkara gampang. Ia harus melalui jalan terjal penuh semak berduri sebelum sukses menjemputnya. Tercatat dia pernah berjualan di pasar Wonogiri, Sukoharjo, Klewer, dan lain-lain. Ujung-ujungnya nyaris sama, tak satu pun dagangannya ada yang laku. Hingga rasa frustasi sempat menghampirinya diam-diam.

Namun untunglah, sebelas tahun hidup di jalanan tentu menempa mental Agung menjadi manusia yang tangguh dan tak gampang putus di tengah jalan. Sembari kembali menjadi penarik bus, dia juga fokus pada jualan BHnya. Lambat namun pasti, Agung menemukan ritme bagaimana bisa mencuri hati para pembelinya, sebelum dia menawarkan dagangannya.

Alhasil, dalam beberapa tahun Agung sudah merajai pasaran pakaian dalam. Ia tak hanya menjual pakaian dalam, tapi juga memiliki tempat produksi dengan Agung BH sebagai brandnya. Agung kini telah memiliki 13 kios di pasar Klewer, dan di luar Solo ada 3 toko. Semua itu adalah hasil kerja kerasnya. 16 kios itu menjadi asetnya dan menjadi sasaran utama bagi mereka yang hendak berbelanja BH dan pakaian dalam sekala eceran maupun grosir.

Dari berjualan BH, Agung BH kini sudah terkenal di seantero Solo Raya dan menjadi ikonnya pasar terbesar di Surakarta yakni pasar Klewer. Pria yang asli Mantingan Kabupaten Magetan ini sudah mengecap manisnya kerja keras. Saat ini hanya ingin menelan kepahitannya agar tidak terlena dengan arti sebuah kesuksesan. 130 karyawannya digembleng agar menjadi Agung-agung BH selanjutnya, tentu saja dengan kerja keras dan tak kenal menyerah.

Agung BH menjadi sosok fenomenal di tanah air karena keunikannya saat membanting stir dari kondektur menjadi ahli pakaian dalam. Sebuah kerja keras yang berbuah kesuksesan. Liku-liku jalan terjal penuh semak berduri berhasil dia lewati. Saat ini, tak hanya isi BH saja yang membikin orang terkadang  'telan ludah', kesuksesan finansial dari bisnis jual BH juga membuat mata orang terpana dengan omset yang dihasilkannya. (*) 

*)dibahasakan kembali dari tulisan dhave di kompasiana.com
Admin Pada Thursday, May 25, 2017 Komentar

Kisah Khamim, Pemuda Asal Pekalongan Yang Naik Haji Dengan Jalan Kaki

Inspirasi News
Jalan Kaki Naik Haji
pejalansunyi.id | NAIK haji dengan jalan kaki. Siapapun yang mendengar berita itu, pasti mengernyitkan kening, tak percaya, atau setidaknya bertanya-tanya apakah berita itu benar-benar terjadi ditengah simpang-siur berita hoax yang kerap menyelimuti dunia pemberitaan kita. 

Apalagi jika yang berangkat haji itu secara geografis, jaraknya beribu-ribu kilometer. Mungkinkah ditempuh dengan berjalan kaki, apalagi dilakukan dengan kondisi fisik berpuasa?

Adalah Khamim. pemuda asal Pekalongan Jawa Tengah dengan nama lengkap Mochammad Khamim Setiawan. Ditengah daftar tunggu haji yang semakin panjang dari tahun ke tahun, anak muda 28 tahun itu memutuskan melakukan perjalanan ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji dengan berjalan kaki. 

Pekalongan Mekkah bukan jarak yang dekat. Jarak sejauh 9.000 km diperkirakan memakan waktu selama hampir satu tahun. Dengan keyakinan penuh kepada Sang Pencipta, Khamim memulai perjalanan tersebut pada 28 Agustus 2016 dengan hanya membawa beberapa kaos, dua celana dan dua pasang sepatu, kaos kaki, baju dalam, tenda dan sleeping bag, lampu senter, smartphone, dan GPS.

Dengan bekal seadanya, khamim membawa identitas kebangsaan berupa bendera merah putih dan menggunakan kaos bertuliskan, "Saya sedang melakukan perjalanan ke Mekkah dengan berjalan kaki". Konon, Khamim telah mengorbankan banyak hal demi mewujudkan misinya ini. Lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang ini meninggalkan pekerjaannya dan memulai perjalanan hanya dengan sedikit uang di sakunya.

Pada awal perjalanannya, Mochammad Khamim Setiawan menghabiskan dua minggu di hutan yang terletak di Provinsi Banten untuk melatih fisiknya. Ia juga menjalani beberapa minggu dengan beribadah tanpa henti di masjid.

Dalam melakukan perjalanan ke Mekkah, Khamim melampauinya dengan kondisi fisik berpuasa. Sebab itulah, ia lebih banyak melakukan perjalanan saat malam hari menempuh jarak 50 km tiap harinya ketika dalam kondisi prima. Selebihnya, saat kondisi tubuh sedah lelah dan tidak fit, ia hanya mampu menempuh jarak 10-15 km. Meski demikian, berkat tekad kuatnya, Mochammad Khamim Setiawan hanya mengalami sakit dua kali yaitu saat di India dan Malaysia.

Banyak kisah menarik yang ditemui selama dalam perjalanan. Misalnya, meski tak membawa bekal finansial yang memadai, Khamim tak pernah kekurangan bekal untuk sekedar menyambung hidup. Ia kerap bertemu dengan orang yang memberi makanan dan kebutuhan lain secara cuma-cuma. Khamim bahkan diterima di kuil Buddha saat berada di Thailand. Di tempat itu, kebetulan ia bertemu dengan seseorang berkebangsaan Irlandia beragama Kristen yang sedang bersepeda di Yangon, Myanmar.

Kisah menarik lain adalah ketika melewati hutan di Malaysia. Ada tiga ular berbisa yang ditemuinya sepanjang perjalanan. Ia bersyukur perlindungan Tuhan masih menaunginya. Ular-ular tersebut tak mampu mengganggunya, justru jatuh dan mati secara tiba-tiba. Selain itu, meski berjalan kaki seorang diri menerobos rimba raya yang masih asing, Khamim mengaku tak pernah bertemu perampok atau penjahat sepanjang perjalanannya.

Selama melakukan perjalanan, Mochammad Khamim Setiawan tak pernah mengkonsumsi asupan suplemen untuk energinya. Ia  hanya menyantap makanan halal, serta meminum air yang telah dicampur dengan madu untuk menjaga daya tahan tubuh dalam melawan cuaca ekstrim.

Saat ini, Mochammad Khamim Setiawan masih dalam perjalanan. Jika sesuai rencana, Mochammad Khamim Setiawan akan tiba di Kota Suci Mekkah sebelum 30 Agustus tahun ini. Semoga niatnya terlaksana dan Tuhan selalu melindunginya.(ES)
Admin Pada Thursday, May 25, 2017 Komentar

Sunday, May 21, 2017

Selamat Datang Ramadan

Opini
Selamat Datang Ramadhan
TERSEBUTLAH seorang lelaki bernama Muhammad. Dia menghabiskan sebagian hidupnya dengan meninggalkan perintah Tuhan berupa shalat lima waktu. Ketika Ramadhan tiba, si Muhammad ini melakukan penghormatan dengan berpakaian dan mengenakan wewangian, sebelum kemudian melaksanakan shalat dan menebus semua shalat yang pernah ditinggalkan. Ketika ditanya tentang aktifitas itu, dengan mantap si Muhammad menjawab, “Ini adalah bulan taubat, rahmat, dan barakah. Barangkali Tuhan berkenan merelakanku dengan keutamaan Ramadhan”. 

Alhasil, ketika Muhammad wafat, seseorang menjumpainya dalam mimpi. Muhammad pun ditanya, ”Apa yang telah diperbuat oleh Tuhan atasmu, wahai Muhammad?” Si Muhammad dengan hati riang menjawab, ”Tuhan telah berkenan mengampuni segala dosa-dosaku, tersebab penghormatanku dalam menyambut Ramadhan.”

***
Sepenggal kisah diatas saya ceritakan untuk menyambut datangnya Ramadhan. Saya nukilkan dari kitab klasik, yang hampir seluruh pesantren pernah membacanya. Seperti biasa, menjelang Ramadhan tiba, beragam aktifitas dilakukan manusia untuk menyambut datangnya bulan mulia itu. Ramadhan adalah bulan penuh rahmat dan berkah. Sungguh sayang jika dibiarkan berlalu tanpa aktifitas bermakna bagi kesejahteraan jiwa. Apalagi tanpa upaya menyambut kedatangannya sepenuh makna. Rasul Mulia itu pernah berkata, “Tuhan mengharamkan tubuh seseorang dijilat api neraka, ketika riang hatinya menjelang Ramadhan tiba.”

Barangkali, diilhami ucapan kanjeng nabi itulah, orang-orang begitu antusias menerjemahkan “keriangan” itu dengan caranya masing-masing. Aparat keamanan begitu agresif melakukan razia di tempat-tempat yang ditengarai sebagai pusat maksiat. Ada himbauan khusus agar selama Ramadhan, warung-warung tidak buka siang hari, klub-klub malam dibatasi jam kerjanya, lokalisasi diliburkan, dan sebagainya. Bagi aparat keamanan, menjelang Ramadhan penyakit masyarakat harus dibersihkan, agar noda-noda hitam yang melekat tidak mengotori baju Ramadhan yang putih mengkilat.

Sementara keriangan itu diterjemahkan lain lagi oleh pedagang, stasiun televisi, dan pelaku industri hiburan lainnya. Acara-acara televisi tiba-tiba saja menjadi hanya “milik” orang islam. Sementara pedagang sibuk menyiapkan modal tambahan untuk memperbanyak stok dagangan. Bukankah anggaran belanja rumah tangga naik dua kali lipat selama Ramadhan. Belum lagi jika hari raya menjelang, pedagang adalah orang yang paling menuai “berkah” dari datangnya bulan penuh berkah itu.

Atas nama Ramadhan, spanduk bertebaran di mana-mana. Spanduk itu hampir rata-rata menganjurkan untuk menghormati Ramadhan dan orang berpuasa. Seolah-olah Ramadhan adalah bulan yang gila hormat. Seolah-olah orang berpuasa adalah anak kemarin sore yang merengek-rengek minta dikondisikan agar puasanya nyaman dan steril dari gangguan. Itulah barangkali yang menyebabkan Gus Mus begitu suntuk dua tahun silam. Dalam artikelnya menyambut Ramadhan 1429 H, Gus Mus pernah menulis dalam sepenggal kalimatnya, ”Tanpa dihormati, Ramadhan sudah sangat terhormat. Dan ia, tak butuh penghormatan dari siapapun.” (Jawa Pos, 1/9/2008)

Padahal jika mau berpikir jernih, mental orang beriman tidaklah ‘cengeng’. Orang beriman adalah pejuang yang memiliki mental baja sehingga tak gampang merengek dan meminta-minta. Justru ketika berpuasa, dengan lantang seorang mukmin berkata, ”Saya puasa. Kalau ente mau berjualan, berjualanlah sesukamu dengan membuka warungmu lebar-lebar. Bahkan kalau perlu, wahai engkau para pekerja malam! Datanglah padaku lima kali sehari. Tapi jangan kecewa jika keberadaanmu itu sama sekali tak menggangguku, karena aku sedang menjalankan ibadah kepada Tuhanku.”

Begitulah cara orang-orang dalam menyambut Ramadhan. Dan Muhammad dalam sepenggal kisah di atas, adalah “pendosa” yang menyambut datangnya Ramadhan tidak dengan melakukan hal-hal yang berada di luar dirinya. Muhammad melihat ke dalam dirinya sendiri sebelum kemudian melakukan perubahan total sebagai seorang manusia. Ia tanggalkan baju kesalahan untuk digantikan dengan pakaian taubat. Justru ketika ia menghidupkan segala sesuatu yang pernah mati dalam hatinya, keadaan itulah yang menyeretnya pada situasi mendapatkan pengampunan dari Tuhan semesta alam, sebagai pemangku dari seluruh kehidupan.

***
Kehadiran Ramadhan tahun ini masih diwarnai kondisi bangsa yang carut marut oleh tragedi kemanusiaan yang tragis. Berbagai ketimpangan sosial terjadi di mana-mana. Krisis berkepanjangan telah menyeret bangsa ini pada titik nadir. Dari hari ke hari, negara ini semakin terseok dalam lubang hitam yang entah kapan berakhir. Dalam konteks inilah, Ramadhan adalah momentum yang tepat bagi seluruh elemen bangsa untuk melakukan reinstropeksi terhadap pola keberagamaannya dalam konteks yang lebih manusiawi.

Salah satu keutamaan Ramadhan adalah diwajibkannya puasa sebagai upaya agar manusia menjadi bertaqwa (QS. 2:183). Sebagai sebuah ibadah, puasa memang memiliki kelebihan tersendiri jika dibandingkan dengan ibadah lainnya. Disamping mengajarkan kepada pelakunya untuk mampu mengendalikan diri dan memiliki empati terhadap sesama, puasa adalah ibadah rahasia yang hanya diketahui oleh Tuhan dan pelaku puasa. Saking eksklusifnya puasa, Tuhan berfirman dalam sebuah Hadits Qudsi, “Semua amal perbuatan anak adam adalah untuk dirinya sendiri, kecuali puasa. Puasa adalah untukKu, dan Aku sendiri yang akan membalasNya.” Lihatlah betapa romantisnya Tuhan dalam memperlakukan puasa. Dia, yang segala hamparan kehidupan langit dan bumi tergenggam di tanganNya seolah-olah membutuhkan puasa hambanya, sehingga Dia sendiri berjanji yang akan membalasnya.

Puasa memang memiliki fungsi sosial yang jelas dalam kehidupan. Namun dalam prakteknya, dibutuhkan pemahaman yang konkrit agar manusia tidak terjebak pada kesalahan berpikir dengan meletakkan puasa sebagai tujuan. Tak dimungkiri, selama ini dalam memahami keberagamaan, banyak manusia gampang terjebak dengan meletakkan wasilah (alat, sarana) sebagai ghayah (tujuan). Ketika puasa dipahami sebagai ghayah, maka puasa akan berhenti sebagai hanya kegiatan menahan makan dan minum tanpa memiliki efek nyata dalam kehidupan.

Padahal, puasa hanyalah alat. Ia adalah input dari hardware yang bernama manusia. Outputnya adalah pribadi yang bertaqwa. Predikat taqwa bukanlah sesuatu yang digapai dengan menjalankan ibadah puasa sebulan penuh, dengan amalan-amalan sunnah secara formal tanpa ada kaitannya dengan kehidupan. Justru aktualisasi Idul Fitri adalah manusia pasca Ramadhan yang sanggup menjalani kehidupan ini dengan mengaktualisasikan nilai-nilai Ramadhan setahun sesudahnya.

Disinilah, harus ada pemaknaan serius dalam menjalankan ibadah puasa, agar manusia tidak terjebak pada rutinitas budaya setiap kali Ramadhan tiba. Bagaimanapun, puasa itu –sebagaimana arti katanya- adalah kesanggupan untuk menahan diri. Tak hanya dari sesuatu yang membatalkan puasa, tapi juga dari sesuatu yang membuat manusia kehilangan diri dan sisi kemanusiaan. Menahan diri untuk tidak menyakiti orang lain, menahan diri untuk tidak mengambil dan mengurangi hak orang lain, menahan diri untuk tidak merasa benar sendiri, dan lain sebagainya. Bagaimanan dengan puasa yang sudah kita lakukan?

Selamat Menjalankan Ibadah Puasa. (*)
Admin Pada Sunday, May 21, 2017 Komentar

Puasa, Setan, dan Gempa

Kolom Cak Nun
Puasa, Setan, Gempa
PUASA itu melatih "tidak" karena kehidupan sehari-hari kita adalah melampiaskan "ya". Sekurang- kurangnya mengendalikan "ya". Mental manusia lebih berpihak pada pelampiaskan" dibanding "mengendalikan". Padahal, keselamatan peradaban, keindahan kebudayaan,tata kelola manajemen, kepengurusan negara dan kemasyarakatan lebih mengacu pada pengendalian daripada pelampiasan. Bahkan idiom "kemerdekaan" kita selama ini sedemikian tidak terkontrol sehingga identik dengan "pelampiasan".

Maka Ramadan menjadi sangat penting untuk melatih "tidak" itu. Bukan hanya tak makan tak minum tak banyak omong dan lain sebagainya, tapi juga berbagai macam "tidak" yang lain coba dilatihkan selama bulan Ramadan. Termasuk "tidak" ribut, riuh rendah, gebyar-gemebyar, melonjak-lonjak, berjoget-joget. Puasa mungkin juga merupakan perjalanan memasuki kesunyian, menghayatinya, merenunginya, kemudian menemukan nikmatnya.

Dunia dan Indonesia sudah selalu ribut, dan begitu memasuki Ramadan: semakin ribut keadaan. Modal keuangan dan alat perniagaan yang membuat apa saja menjadi komoditas semakin jadi pengeras suara dari keributan itu. Penderitaan diributkan bukan oleh orang-orang yang menderita, tetapi oleh saudagar-saudagar penderitaan yang menjualnya sana sini dengan keributan statement, opini, dan asumsi, sambil menempuh strategi jangan sampai ada solusi. Jakarta ribut ingin menyulap dirinya menjadi Singapura yang metropolitan.

Bagi yang memasuki Ramadan dengan mencoba menyelinap memasuki bilik "swaraning asepi" atau dunia "kasyful hijab",mungkin mereka mulai belajar membuka telinga batin sehingga terdengar suara-suara setan dan Iblis.Kalau suara Allah, para rasul dan nabi, atau auliya-anggaplah kita kurang cukup bersih untuk bersentuhan dengan frekuensi itu. Mendengar suara setan saja alhamdulillah rasanya.

Suara setan beberapa waktu yang lalu yang saya dengar adalah ketika ada pentas monolog teater yang berjudul "Mencari Tuhan". Setan itu dengan beberapa rekannya tertawa terkekeh-kekeh terguncang- guncang bahkan sampai badannya terguling-guling.

Salah satu setan bilang: "Kasihaaan deh lu Tuhan... Ratusan abad Kau ciptakan mereka, memasuki abad ke 21 sejak lahirnya Isa Nabi-Mu, dan entah berapa ratus abad yang lalu kau angkat manusia sebagai khalifah-Mu, mandataris- Mu di bumi sejak Adam yang ilmu ekogenetika manusia sudah membuktikannya bahwa ia manusia pertama: Tiba-tiba hari ini mereka memberi pernyataan bahwa mereka sedang mencari-Mu... Lha selama ini Tuhan ke mana kok sampai dicari-cari oleh mandatarisnya sendiri?

Lha para mandataris yang hebat-hebat itu selama ini ngeloyor ke mana saja kok baru sekarang mencari Tuhan? Lho setelah 100 abad menjadi mandataris kok baru mencari siapa dan di mana Sang Pemberi Mandatnya?..." Komunitas setan belang bangsat itu tertawa terkekeh-kekeh terguncang- guncang sampai basah seluruh badannya oleh lelehan air mata.

Menjelang hari pertama Ramadan ini saya mendengar rombongan setan itu sengaja lewat-lewat di sekitar saya dan ngomong aneh-aneh seperti itu. "Puasa kok suasananya lebih ribut dibanding tidak puasa. Puasa cap apa itu. Wong namanya saja puasa kok ribut. Anggaran belanja makanan minuman keluarga-keluarga kaum pelaku puasa malah lebih meningkat dibanding hari-hari tak puasa. Puasa kok meningkat cengengesannya, ribut jualan kue puasa, jajan puasa, kado puasa, lawakan puasa, ustadz puasa, album puasa, mebel puasa, soto rawon puasa, kolak getuk puasa..."

Dan ketika gempa mengguncang Bengkulu, Jambi, Padang, punggung bawah Pulau Sumatera -kejadian yang dulu diramalkan sudah seharusnya terjadi sekitar setahun lalu- Setan itu langsung nyerocos lagi: "Gempa datang untuk mencoba melawan ributnya suara Ramadan, komoditas Ramadan, industri Ramadan, eksistensi dan vokalisme taushiyah Ramadhan...

Tapi berani taruhan bahwa gempa yang diizinkan Tuhan untuk terjadi di malam pertama memasuki Ramadan itu tak akan mampu mengalahkan riuh rendahnya budaya industri Ramadan!" Setan lain bereaksi: "Bukankah itu mencerminkan suksesnya misi-visi kita kaum setan atas kehidupan manusia?" Setan yang pertama menjawab: "Untuk melakukan keributan-keributan perusak kekhusyukan Ramadan, bulan privatnya Allah itu, umat manusia tidak memerlukan pengaruh atau provokasi kita para setan. Mohon kita akui dengan kebesaran jiwa bahwa kecerdasan manusia untuk mengotori hidupnya sendiri sudah jauh melebihi target maksimal nenek moyang kita para setan dahulu kala untuk merusak hidup manusia."

Setan yang ketiga menimpali: "Manusia itu tolol. Untuk tidak mencuri dan mabuk mereka butuh kitab suci Allah, tak bisa mereka temukan sendiri dengan nurani dan akal sehatnya. Untuk tidak korupsi dan menindas rakyat mereka butuh konstitusi dan hukum formal. Itu pun belum tentu mereka patuhi. Jadi untuk menghancurkan peradaban manusia, sama sekali tidak diperlukan setan dan Iblis. Mereka sudah matang dan dewasa dan canggih menjalankan sistem dan budaya penghancur kehidupan anak cucu mereka sendiri.

Meski Tuhan mengizinkan ada tsunami terjadi dan sepadan dengan tsunami di zaman Nabi Nuh dan Firaun, meskipun gunung-gunung diledakkan, meskipun gempa disebar, meskipun tanah bumi diretak-retakkan: manusia sudah telanjur tidak memiliki alat di dalam diri dan sistem kebersamaannya untuk belajar dari bencana-bencana itu. Setiap bencana hanya melahirkan tiga bersaudara: politisasi bencana, komodifikasi bencana, dan wisata bencana... Mereka sesungguhnya tidak mengerti Ramadan..."

Saya termangu-mangu dan menjadi ragu sendiri: Itu semua kata-kata setan atau malaikat atau isyarat dari Tuhan sendiri?

EMHA AINUN NADJIB
(Puasa, Setan, dan Gempa. Jumat, 14 September 2007)
Admin Pada Sunday, May 21, 2017 Komentar

REKRUITMEN CALON PENGAWAS PAI TAHUN 2017

Berita Pendidikan Regulasi
Rekruitmen Pengawas PAI 2017
Pejalansunyi.id | SEBUAH informasi tentang Rekruitmen Calon Pengawas PAI Tahun 2017 datang dari Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur. Melalui Bidang Pendidikan Agama Islam, Kanwil Kemenag Prop. Jawa Timur akan melakukan rekruitmen Calon Pengawas Tahun 2017. Adapun MEKANISME PELAKSANAAN REKRUITMEN, baik yang sudah atau belum memiliki sertifikat pengawas adalah sebagai berikut:

Bagi yang belum memiliki sertifikat pengawas, terlebih dahulu diadakan penjaringan calon oleh Kemenag Kab/Kota dengan mengumpulkan berkas yang dikirim ke PANITIA REKRUITMEN CALON PENGAWAS PAI TAHUN 2017 Bidang Pendidikan Agama Islam  Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur Jl. Raya Bandara Juanda No. 26 Sidoarjo.

Setelah berkas dikirim, calon peserta yang memenuhi syarat administrasi akan diundang ke propinsi untuk mengikuti uji kompetensi yang meliputi tes tulis, wawancara, dan presentasi Karya Tulis Ilmiah di depan dewan juri/penilai, dan kemudian akan ditetapkan calon yang berhak ke tahap selanjutnya yaitu Diklat Calon Pengawas PAI. Jika lulus pendidikan dan pelatihan calon pengawas, ia kemudian mengikuti tahap rekuitmen/seleksi seperti calon yang SUDAH Memiliki Sertifikat Calon Pengawas.

Sedangkan bagi yang sudah memiliki Sertifikat Pengawas, mekanismenya adalah sebagai berikut:

1. Calon mengajukan permohonan tertulis kepada Kepala Kantor Wilayah Kementerian Provinsi melalui Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota sesuai dengan formasi (Pengawas PAI TK, SD/SDLB, SMP/SMPLB, SMA/SMALB & SMK;
2. Diusulkan oleh Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota yang dilengakapi dengan persyaratan:
a.  Foto Copy SK Pertama dan Terkahir;
b. Foto Copy Ijazah Terakhir yang telah dilegalisasi;
c. Foto Copi Sertifikat Pendidik yang telah dilegalisasi;
d. Foto Copy Sertifikat Diklat Calon Pengawas PAI;
e. Foto Copy DP-3 untuk 2 tahun terakhir yang telah dilegalisasi;
f. Foto Copy Kartu Pegawai yang telah dilegalisasi;
g. Asli/fotocopy Berita Acara Keputusan Rapat Baperjakat
h. Rekomendasi dari Kepala Sekolah/Madrasah calon;
i. Rekomendasi dari Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota atas pertimbangan dan saran Kelompok Kerja Pengawas PAI;
3.  Khusus bagi Guru PAI/Kepala Sekolah yang berasal dari Guru PAI yang diangkat oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan diusulkan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten/Kota kepada Bupati/Wali Kota dengan mendapat persetujuan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Provinsi (persyaratan dan ketentuan berlaku).
4. Persyaratan Calon Pengawas PAI
a. masih berstatus sebagai Guru dan memiliki sertifikat pendidik dengan pengalaman mengajar paling sedikit 8 (delapan) tahun atau Guru yang diberi tugas tarnbahan sebagai kepala sekolah/madrasah paling sedikit 4 (empat) tahun sesuai dengan satuan pendidikannya masing-masing;
b. berijazah paling rendah Sarjana (S1)/Diploma IV bidang Pendidikan dan untuk Pengawas PAI SMP/SMPLB, SMA/SMALB & SMK diutamakan berijazah S-2;
c. memiliki keterampilan dan keahlian yang sesuai dengan bidang pengawasan;
d. memiliki pangkat paling rendah Penata, golongan ruang IIIc;
e. usia paling tinggi 55 (lima puluh lima) tahun;
f. lulus seleksi calon Pengawas Sekolah;
g. telah mengikuti pendidikan dan pelatihan fungsional calon Pengawas PAI dan memperoleh STTPP; dan
h. setiap unsur Penilaian Prestasi Kinerja (PPK) dan/atau Pelaksanaan Pekerjaan dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) paling rendah bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir. Keterangan Lengkap Silahkan UNDUH Juknis Rekruitmen Calon Pengawas PAI 2017 DISINI
Admin Pada Sunday, May 21, 2017 Komentar

Saturday, May 20, 2017

Dilaporkan Kepala Sekolah, Pegawai Honorer Dipenjara Akibat UU ITE

Berita Pendidikan
Nuril Dipenjara UU ITE
Petisi gerakan menyelamatkan ibu Nuril di laman Change.org (change.org)
Pejalansunyi.id | Di ZAMAN yang serba sosmed, semua hal bisa diungkap dengan begitu cepat. Bahkan, ketika whatsapp menjadi trend, setiap selesai mengikuti kegiatan baik seminar, diklat, maupun bimtek, bisa dipastikan akan dibentuk grup whatsapp yang berfungsi sebagai penyambung informasi dan silaturrahmi, ketika peserta kegiatan kembali ke tempatnya masing-masing.

Sesuai dengan karakter masing-masing anggota, grup itu ada yang concern dengan tujuan substansial, ada yang pada akhirnya hanya berkutat pada hal remeh-temeh dengan copas informasi yang belum tentu valid, candaan yang hampir sembilan puluh persen memenuhi beranda, dan lain sebagainya.

Beberapa waktu lalu, saya kebetulan berkesempatan mengikuti bimtek perlindungan profesi guru yang dilaksanakan oleh Kesharindung Dikdas tahun 2017 di Jakarta. Seperti yang sudah disebutkan, ketika bimtek usai, sebuah grup whatsapp kembali terbentuk dengan nama Bimtek Perlindungan Guru. Anggota grup yang berasal dari hampir seluruh penjuru tanah air itu kemudian berbagi informasi tentang sejumlah hal, baik berhubungan dengan informasi pendidikan, perlindungan guru, kegiatan-kegiatan lomba kepenulisan, dan semacamnya.

Dan kemarin, seorang teman dari tanah seberang mengunggah sebuah berita: SEORANG PEGAWAI HONORER DI MATARAM, BERNAMA BAIQ NURIL MAKNUN, BIASA DIPANGGIL IBU NURIL, DIPENJARA AKIBAT TERJERAT UU ITE. Anggota grup kemudian merespon dengan versinya masing-masing. Ada yang mengutuk dan meyayangkan kejadian tersebut, ada yang berinisiatif membuat laporan perlindungan, dan lain sebagainya.

Saya kemudian browsing di internet, mengetikkan kata kunci Ibu Nuril Dipenjara, dalam sekian detik, berita tentang Ibu Nuril ternyata telah memenuhi hampir sebagaian besar timeline googe pencarian. Artinya, kasus yang menimpa Ibu Nuril dari Mataram ini tidak terjadi pada hari ini, atau kemarin sore, tapi telah terjadi beberapa bulan yang lalu. Dan kini, Ibu Nuril yang telah dipenjara itu telah 'ditemani' oleh beberapa lembaga juga perorangan dalam menghadapi kasusnya tersebut. Saat ini, kasus yang menimpa Ibu Nuril telah memasuki proses pengadilan di Pengadilan Negeri (PN) Mataram.

Ibu Nuril Dipenjara
Baiq Nurul Maknun, terdakwa kasus UU ITE saat berada di PN Mataram. Foto. Kompas
Apa sesungguhnya tuduhan yang disangkakan kepada Ibu Nuril, sehingga menyeretnya ke dalam jeruji besi meninggalkan suami dan tiga anaknya yang masih kecil?

Ibu Nuril menjadi terdakwa setelah dilaporkan oleh Kepala Sekolah yang merupakan atasannya sendiri dengan tuduhan menyebarkan rekaman telepon atasannya yang diduga mengandung unsur asusila. Nuril didakwa dengan Pasal 27 ayat (1) Jo Pasal 45 ayat (1) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. 

Kasus Nuril berawal tahun 2012, saat ia masih bekerja menjadi pegawai honorer di SMAN 7 Mataram. Nuril kerap mendapat telepon dari atasannya yang bercerita soal hubungannya dengan wanita lain. Saat itu Nuril sudah berumah tangga dan memiliki tiga orang anak. Karena hal tersebut, Nuril bahkan sempat diisukan memiliki hubungan spesial dengan atasannya, meski hal tersebut kemudian ditampik oleh Nuril. 

Hingga akhirnya, Nuril merekam pembicaraan telepon atasannya saat bercerita masalah hubungan intimnya dengan wanita lain. Rekaman percakapan tersebut lalu disimpan. Masalah bermula ketika ada satu kawan Nuril yang mengetahui adanya rekaman telepon tersebut.  Nuril dibujuk beberapa kali, hingga akhirnya ia luluh dan menyerahkan ponsel berisi rekaman tersebut kepada temannya. Singkat kata, teman itulah yang diduga memindahkan isi rekaman tersebut hingga akhirnya menyebar ke khayalak.

Kasus tersebut kemudian mencuat, dan Nuril pun dipecat oleh atasannya. Akibat tersebarnya rekaman ini, karier atasannya sebagai kepala sekolah pun terhenti. Kepala Sekolah Nuril lalu melaporkannya ke Polisi atas dugaan pelanggaran UU ITE. Akibat laporan tersebut, Nuril beberapa kali menjalani pemeriksaan di kantor polisi hingga akhirnya resmi ditahan pada 24 Maret 2017 lalu sampai hari ini. 

Saat ini, simpati terhadap Ibu Nuril terus berdatangan, baik melalui petisi change.org, Koalisi #Save Ibu Nuril, hingga Wakil Wali Kota Mataram H. Mohan Roliskana yang menyatakan siap menjadi penjamin untuk penangguhan penahanan yang sekarang dilayangkan.

Kita tentu saja berharap, kasus Ibu Nuril segera selesai, supaya ia dapat kembali berkumpul dengan keluarga dan mengasuh tiga orang anaknya.(ES) 
Admin Pada Saturday, May 20, 2017 Komentar

Wednesday, May 17, 2017

Guru Menulis, Antara Mulia dan Karya

Guru Menulis Opini
GLS Mulia Karena Karya
Pejalansunyi.id | GURU mulia karena karya. Tema itulah yang kembali diangkat pada peringatan Hari Guru Nasional (HGN) tahun 2016 silam. Tema yang merupakan gagasan HGN 2015 ketika Anies Baswedan masih menjabat sebagai Mendikbud ini kembali diusung bukan tanpa alasan. Sebab, tema tersebut dirasa masih sangat relevan dengan kenyataan hari ini. Bahwa, profesi guru memang sangat mulia. Namun, kemuliaan tersebut tidak tergantung pada seberapa banyak materi yang dimiliki akibat tunjangan profesi, tapi pada seberapa “karya” yang sudah dilakukan dan dihasilkan.

Kita masih ingat, ketika diangkat sebagai Mendikbud sebelum di reshufle, Pak Anies langsung “bergerak” dengan mengundang Kepala Dinas Pendidikan se-Indonesia (1/12/2014). Dalam paparannya, Anies mengistilahkan mutu pendidikan Indonesia dalam keadaan gawat darurat. Data-data disodorkan, misalnya hasil pemetaan Kemdikbud menunjukkan 75 persen pendidikan di Indonesia tidak memenuhi standar pendidikan minimal (SNP), nilai rata-rata hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) yang masih jauh dari standar yang diharapkan, dan lain sebagainya.

Yang membuat sedih adalah data tentang literasi yang kabarnya tak mengalami perkembangan dari hari ke hari. UNESCO tahun 2012 menyebutkan, hanya satu dari seribu orang Indonesia yang memiliki minat baca. Studi yang dilakukan oleh Programme for International Study Assessment (PISA) tahun 2009 juga meletakkan Indonesia pada peringkat ke-57 dengan skor 396. PISA 2012 menempati peringkat 64 dari 65 negara. Dan PISA 2015, Indonesia berada di urutan 69 dari 76 negara, masih kalah dengan vietnam yang bertengger pada posisi ke-12.
PISA (Programme for International Study Assessment) adalah studi internasional tentang prestasi literasi membaca, matematika, dan sains siswa sekolah berusia 15 tahun. Studi ini dilakukan oleh OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) yang berkedudukan di Paris, Perancis. PISA merupakan studi yang dilaksanakan tiga tahun sekali mulai tahun 2000, 2003, 2006, 2009, 2012, dan 2015. Ironisnya, hasil studi PISA selalu meletakkan Indonesia pada posisi yang memprihatinkan. Artinya, praktik pendidikan sekolah di Indonesia memang belum memperlihatkan fungsinya sebagai tempat yang menjadikan warganya terampil membaca untuk keperluan belajar sepanjang hayat.
Dari situlah, Anies Baswedan kemudian menggulirkan Permendikbud nomor 23 tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti, yang salah-satu poinnya adalah kewajiban membaca buku (selain buku pelajaran) selama 15 menit sebelum pelajaran dimulai. Yang patut digaris-bawahi, Gerakan Literasi Sekolah (GLS) mustahil bisa berjalan sesuai dengan yang diharapkan jika para pemangku kepentingan tidak menjalankan fungsinya dengan baik. Guru yang memiliki fungsi strategis harus tampil di depan sebagai motor penggerak. Sebab, bagaimana mungkin mau menggiatkan budaya Membaca dan Menulis, jika guru sendiri abai dalam kegiatan Guru Menulis?

Gerakan Literasi Sekolah
Pada titik inilah, karya Guru Menulis menjadi sangat penting. Karya nyata mengantarkan generasi bangsa pada cemerlangnya masa depan itu bukan hanya berhenti pada kemampuan melakukan inovasi dalam kegiatan pembelajaran. Lebih dari itu, akan lebih meng-abadi jika karya itu juga diwujudkan dalam bentuk tulisan yang tak hanya menginspirasi peserta didik, tapi juga manusia lain pada umumnya.

Tentang Simposium Guru
Yang menarik dari peringatan Hari Guru Nasional (HGN) dalam dua tahun terakhir adalah pelaksanaan simposium guru. Simposium yang digagas oleh Ditjen GTK sejak 2015 itu merupakan wahana untuk Guru Menulis dalam menuangkan ide, gagasan, dan mencari pemecahan isu atau permasalahan strategis tentang pendidikan.

Patut diacungi jempol dari kegiatan tersebut adalah animo guru demikian gegap gempita. Tahun 2016, dari waktu sebulan yang disediakan, sebanyak 3.382 artikel masuk ke meja panitia. Ribuan karya tulis itu kemudian diseleksi 200 karya terbaik untuk dipresentasikan di hadapan dewan juri pada kegiatan simposium guru menjelang puncak acara HGN tanggal 27 November 2016 di Bogor.

Begitulah, pemerintah telah mengagendakan kegiatan seputar Guru Menulis untuk merangsang minat menulis guru. Bahkan salah-syarat untuk mengikuti kegiatan yag diadakan Ditjen GTK melalui Subdit Kesharlindung Dikdas dan Dikmen mulai tahun 2017 adalah mengirimkan karya tulis. Tinggal para guru bersedia atau tidak mengikuti kegiatan dengan memenuhi syarat yang ditentukan.

Kompetensi dasar dalam literasi adalah membaca dan menulis. Dua hal itu harus terus dirangsang perkembangannya agar guru memiliki kemampuan lebih. Ketika guru terbiasa membaca dan menulis, tentu dengan mudah ia bisa memotivasi dan menularkan kebiasaan itu kepada murid yang menjadi tanggung jawabnya. Dengan sendirinya, Gerakan Literasi Sekolah yang didengungkan akan berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Semoga.(*)

Em. Syuhada', Guru di Lingkungan Dinas Pendidikan Kab. Lamongan
Admin Pada Wednesday, May 17, 2017 Komentar

Monday, May 15, 2017

Antisipasi Serangan Malware Ransomware Wannacrypt

Berita Pendidikan News
Image
Pejalansunyi.id | Beberapa hari terakhir, tiba-tiba saja muncul berita tentang Serangan Ransomware WannaCry . Kabar itu menjadi viral melalui sosial media semacam fb, whatsapp, bahkan media elektronik pun memberitakannya setelah Kominfo melakukan siaran pers melalui web resminya di www.kominfo.go.id. Tak hanya itu, untuk langkah antisipasi, Kominfo pun mengirimkan sms gateway sebagai berikut :
Antisipasi Ransomware #1 Pengelola TI menonaktifkan LAN/Hotspot #2 Masing2 agar BACKUP DATA ke Storage TERPISAH - selengkapnya http://s.id/oW5
Apa sebetulnya Ransomware WannaCry, dan bagaimanakah penanganan dan pencegahannya?

Dilansir dalam situs Kominfo, Ransomware Wannacry sesuai penjelasan Adi Jaelani dari Indonesia Security Incident Response Team on Internet Infrastructure (Id-SIRTII) menyerang secara global baik kepada sektor swasta maupun pemerintah. Malware ini teridentifikasi sebagai varian ransomware yang dikenal sebagai WannaCry, Wanna Decrypt0r, WannaCryptor, WCRY.
 
"Jika telah terkena malware ini, maka penyerang akan meminta uang dalam bentuk bitcoin yang harus dibayarkan melalui link yang telah ditentukan. Kisaran uang yang dibayar sekitar 300 Dolar Amerika." jelas Adi.  
 
 baca juga | Reformasi 1998 bukan Hanya Gagal, Tapi Palsu
 
Lantas bagaimana antisipasinya?
Tak usah panik. Salah-satu antisipasinya lakukanlah hal-hal sebagai berikut:
  1. Sebelum menghidupkan komputer/server, yang harus dilakukan adalah mematikan terlebih dahulu hotspot/wifi, dan mencabut kabel LAN/Internet.
  2. Setelah hal tersebut dilakukan, tindakan selanjutnya adalah memindahkan data ke sistem operasi non windows (Linux, Mac). Lebih amannya adalah memindahkan seluruh data-data penting ke Media Storage Terpisah.
Untuk pengelola Teknologi Informasi, dapat melakukan tindakan teknis sebagai berikut:
  1. Melakukan update security pada sistem windows dengan instal Patch MS17-010 yang dikeluarkan oleh microsoft pada https://technet.microsoft.com/en-us/library/security/ms17-010.aspx. Upadte sebaiknya dilakukan dengan cara mengambil file patch secara download menggunakan komputer biasa, bukan komputer yang berperan penting.
  2. Lakukan update anti virus semisal Panda, Kapersky Total Security, Eset, Symantec yang bisa didownload trial 30 hari gratis dengan fitur penuh dan update. Pastikan AV meliputi ANTI RANSOMWARE.  
  3. Menonaktifkan fungsi SMB (Server Messege Block), dan tidak mengaktifkan fungsi macros.
  4. Block Ports 139/445 & 3389.
Demikian sekilas tentang berita yang sedang hangat  tentang Serangan Ransomware WannaCry.
Untuk kehati-hatian. Penularan dapat melalui penyebaran file attachment email dan penyebaran link ke situs malware - bukan hanya lewat penyebaran melalui jaringan
Admin Pada Monday, May 15, 2017 Komentar

Monday, May 8, 2017

Angkot Pustaka: Upaya Menggiatkan Literasi di sela Mengais Sebutir Nasi

Inspirasi
Image

Pejalansunyi.id | BAGI insan pendidikan, bulan mei tak mungkin dilupakan. Sebab, tanggal 2 Mei selalu diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Ada yang unik pada peringatan Hari Pendidikan Nasional tahun ini, ialah diundangnya para pegiat literasi yang telah berjuang tanpa pamrih menggelorakan minat baca bagi masyarakat indonesia yang, kata sejumlah survey, selalu menduduki tempat terendah.

Uniknya, para pejuang literasi yang diundang presiden itu bukan berasal dari kalangan akademisi, pustakawan, guru, atau profesor. Mereka ternyata adalah sopir angkot, sopir bemo, kuli bangunan, hingga tukang tambal ban.

Dikutip dari berbagai sumber, nama-nama pegiat minat baca yang diundang ke istana adalah Robianto, seorang kuli bangunan dari Kabupaten Cirebon, Sutino alias Kinong, seorang Sopir Bemo, Sugeng Haryono, seorang Tambal Ban, dan Pian Sopian, seorang Sopir Angkot.

Untuk nama yang terakhir, yaitu Pian Sopian, ia sesungguhnya terpengaruh oleh upaya rutin yang dilakukan isrinya, Elis Ratna, yang tak pernah kenal lelah dalam menggelorakan dunia baca. Istri Pian adalah seorang petugas perpustakaan di SDN Cisalak, Kabupaten Bandung. Menemani istrinya, Pian yang sudah bekerja sebagai sopir angkutan umum selama 20 tahun itu lalu tergerak untuk ikut membantu dengan menyediakan buku di angkot.

ImageTrayek angkot Sopian dari kabupaten ke kota biasanya ditempuh dalam waktu dua jam, cukup bagi penumpang untuk membaca. Ia kemudian mengajak orang-orang membaca dengan menyusun rak sederhana di bagian belakang angkot dan mengisinya dengan buku-buku bacaan.

Elis menuturkan, angkot pustaka ini telah dioperasikan selama empat bulan dan mendapat sambutan positif dari para penumpang. "Kalau bapak-bapak suka buku kepribadian, kalau ibu-ibu banyak mau buku resep zaman sekarang," katanya. Kecintaan Elis pada dunia literasi bukanlah hal baru. Dalam beberapa tahun terakhir, dia telah mengoperasikan perpustakaan keliling dengan menggunakan motor, menawarkan bacaan gratis pada anak-anak di desa sekitar.

Pasangan suami istri itu mengatakan banyak mimpi yang ingin dia capai termasuk menyediakan perpustakaan sendiri di dekat rumahnya. "Banyak anak-anak kampung yang mungkin potensinya lebih baik dari orang kota. Anak-anak di sini butuh buku-buku dan pendidikan. Saya hanya menanamkan bahwa pendidikan hak segala bangsa. Walau saya bukan guru, minimal dengan membaca, mereka bisa melangkah mandiri," katanya. (*)
Admin Pada Monday, May 08, 2017 Komentar
Subscribe to: Posts (Atom)
  • Artikel Terbaru
  • Arsip Blog

Artikel Terbaru

Arsip Blog

  • October (1)
  • June (14)
  • May (18)
  • April (2)
  • February (1)
  • January (1)
  • January (1)
  • November (1)
  • August (2)
  • July (2)
  • June (3)
  • May (13)
  • April (26)
  • March (30)
  • February (43)
  • January (50)
  • December (4)

Resensi Buku

Kategori

Anekdot Berita Pendidikan Cerpen Download Esai Guru Menulis Inspirasi Kolom Kolom Cak Nun Kolom Jamaah Maiyah Literasi News Opini Pendataan Pendidikan Puisi Regulasi Reportase Maiyah Resensi Buku Sertifikasi Guru Tentang Maiyah Tips & Trik
Pejalan Sunyi

Followers

Pejalansunyi.id berusaha berbagi informasi yang bermanfaat. Jika ada ide, kritik, atau saran, silahkan hubungi kami dengan kontak berikut. Salam!

Name Email Address important Content important

Reportase Maiyah

Contact Form

Name

Email *

Message *

Artikel Random

Memuat...
Copyright © Pejalan Sunyi
Template by Arlina Design