BEGITULAH,
sebagaimana dituturkan diawal, segala hal yang terjadi di luar negeri,
terutama berkaitan dengan kondisi sosial politik pasca reformasi,
negara-negara Islam di Timur-tengah sesungguhnya sedang menunggu
Indonesia. Menunggu dalam arti, bahwa negara-negara Islam modern
Timur-tengah sedang mengincar Indonesia untuk dijadikan model atau uswatun hasanah dalam menciptakan konstitusi baru kenegaraan mereka.
“Lha lak ngelu. Indonesia sing jembret koyok ngene. Imame gak mek ngentut, tapi keceret neletek-neletek sampek nang sikile, kok kate ditiru karo wong timur-tengah, “ sergah Cak Nun dengan dialek jawanya yang khas, ”Ini resmi, Anda tak mungkin akan mendapatkan informasi ini dari media massa apapun. Hanya di Padhang Mbulan Anda mendengar seperti ini. Wis Gak mungkin nek Jawa Pos eroh ngene iki.” lanjutnya menegaskan.
Cak Nun kemudian mengajak jamaah untuk melakukan analisis terhadap keadaan itu. Ia kemudian menuturkan, kalau yang ingin ditiru oleh Mesir atas Indonesia adalah reformasi 1998 atau model kepemimpinan Indonesia pasca reformasi sampai sekarang, sudah pasti Mesir salah besar. Sebab, reformasi yang terjadi di Indonesia bukanlah sebuah upaya menciptakan sistem kenegaraan yang baik demi kemaslahatan bersama. Yang terjadi adalah menjatuhkan maling untuk menjadi maling. Reformasi adalah ketidakrelaan satu sama lain sehingga masalah demi masalah kian beranak pinak dan tak kunjung bisa diselesaikan.
Seperti kebiasaan sebelumnya, setiap kali membicarakan satu hal, Cak Nun tidak hanya memandangnya secara parsial. Itu pula yang dilakukan ketika menuturkan Mesir, “Saya kira, dalam meniru itu ada unsur intelektual analitis, maupun emosional, dan estetik. Intelektual analistisnya adalah Mesir menganggap Indonesia merupakan negara dengan penduduk mayoritas muslim yang moderat, toleran, paling gampang kompromi, dan beragam kelebihan lainnya.”
Sejumlah fakta dan cerita tentang masyarakat Indonesia yang unik pun diungkap secara bernas. Apalagi Cak Nun membumbuinya dengan joke-joke segar membuat jama’ah larut dalam cerita. Misalnya saja, bagaimana orang-orang non islam yang memiliki tetangga muslim ternyata ikut puasa dan hari raya, sibuk mempersiapkan takjil bersama ketika puasa berlangsung, dan sebagainya. Apalagi ketika Cak Nun bercerita pernah diundang ke Jayapura untuk sebuah acara. Ketua Panitia pengundang adalah seorang tokoh katolik yang berucap assalamualaikum dalam sambutannya. Tak pelak, jamaah pun tergelak dan tertawa-tawa.
“Kalau hanya Eropa, Amerika Latin, atau negara-negara lainnya itu berada dalam buku lauhil mahfudz biasa. Sedangkan Indonesia tak cukup. Indonesia adalah sebuah negara yang merupakan suplemen di tengah-tengah lauhil mahfud yang tentu saja memiliki rumus berbeda dari lainnya jika melihat ragam dan unik manusianya.” kelakar Cak Nun terkait hal diatas.
Begitulah, apa yang diungkapkan Cak Nun malam itu tak hanya memberikan informasi yang bermakna, namun membuka kran berpikir bagi para jamaah dalam merespon hal-hal disekitarnya. Pada saat yang sama, Cak Nun juga meminta agar pengajian malam hari itu dipergunakan untuk memperbincangi secara serius, bahwa segala hal yang terjadi dalam negara, agama, politik, kebudayaan, pendidikan, dan sebagainya, sebetulnya salah langkah dalam memilih tiga hal, apakah berdasarkan adopsi (taqlid), adaptasi (ittiba’), ataukah kreatifitas (ijtihad).
Sedikit menyinggung tiga hal tersebut, Cak Nun melakukan kilas balik dengan mengkritisi proses berdirinya Negara Indonesia. Menurutnya, berdirinya NKRI sesungguhnya tidak berasal dari proses kreatifitas para pendirinya disesuaikan dengan kondisi atau kultur masyarakat, tapi hanya berdasarkan adopsi atau copy paste. Contoh yang paling remeh dan sederhana adalah Lagu Kebangsaan Indonesia Raya.
“Aku wingi mari ngomong suwe karo Yon Koeswoyo (Koes Plus). Ternyata, ia juga menggelisahkan hal yang sama seperti yang kita gelisahkan selama ini tentang Indonesia Raya. Tapi kesimpulane Yon apik, WR. Soepratman nggawe lagu iku pas umroh. Makanya, ada lirik “Disanalah, aku berdiri....” Seolah-olah Indonesia itu sebuah tempat yang sangat jauh, maka kata yang dipilih adalah disanalah....” guyon Cak Nun disambut tawa jama’ah.
Meski remeh, lirik lagu yang sudah disahkan oleh konstitusi itu sebetulnya memuat kesalahan. Kesalahan yang sama juga terjadi pada seluruh hal yang lain, menyangkut proses kehidupan berbangsa dan bernegara. Bagaimana demokrasi yang dijalankan dengan seluruh anasirnya sesungguhnya memiliki motivasi dan mental budaya yang diketahui sebagai kesalahan tapi tetap dilakukan juga. Itulah yang oleh Kenduri Cinta diistilahkan sebagai Bangsa Penunggu Maghrib.
Walhasil, Cak Nun mengakhiri ulasannya itu dengan melakukan hipotesa tentang Mesir sebagaimana dituturkan diawal. Ketika Indonesia digadang-gadang oleh negara-negara di timur tengah, Mesir sesungguhnya memiliki naluri yang baik. Artinya, bahwa yang ingin ditiru oleh Mesir dan negara-negara Timur tengah lainnya bukanlah negara dan pemerintah Indonesia. Yang ingin ditiru adalah umat islam maupun rakyat Indonesia yang dikenal memiliki ketahanan mental yang tak bisa diremehkan begitu saja.
Sebelum mengakhiri pengantarnya, masih ada beberapa hal yang disampaikan oleh Cak Nun. Salah satunya masalah internal jama’ah dikaitkan dengan cita-cita mengenai Indonesia untuk kurun waktu ke depan. Menurutnya, kehadiran jamaah di Padhang Mbulan, jika diumpamakan sebagai jejaka yang ndepe-ndepe di hadapan Tuhan memohon jodoh, maka jodoh orang Padhang Mbulan adalah orang lebih luas dari orang Maiyah, yang akan melaksanakan cita-cita untuk Indonesia, umat islam, dan seluruh manusia di seluruh dunia. Dan Tuhan akan menghadirkan jodoh itu.
“Jangan dipikir, Indonesia iku mek koen tok sing mikir. Akeh sing mikir Indonesia, bahkan gak mek menungso tok, gak mek wong indonesia tok, kabeh melok mikir Indonesia,” kata Cak Nun menuturkan, ”Percayalah, Indonesia akan mengalami perjodohan bawah dan atas. Pademine mesjid, sampek tembok-temboke, sampek blandare, nganti kubahe.....” imbuh Cak Nun.
Lebih lanjut Cak Nun menuturkan, Bangsa Indonesia ke depan akan melewati masa-masa setelah Maghrib. Dan hari ini adalah wingit-wingitnya surup. Nanti akan ada revolusi yang cukup besar meski tidak gegap-gempita dan berdarah-darah. Cak Nun menyebutnya sebagai Revolusi yang Evolusioner, yakni sebuah revolusi dengan sebuah perhitungan yang matang dan tidak gegabah.
Bahkan untuk keperluan tersebut, secara terang-benderang Cak Nun membeberkan telah memiliki strategi untuk mendapatkan sejumlah dana dalam skala besar untuk satu hingga tiga tahun ke depan. Cak Nun juga menyatakan telah memiliki cara untuk mengatasi permasalahan-permasalan krusial di negara ini. Tentang koruptor yang menghabiskan uang negara dalam jumlah yang sangat besar, kasus-kasus yang dianggap konstitusional tapi sesungguhnya perampokan besar-besaran atas aset-aset Indonesia seperti freeport, dan lain-lain.
Hal tersebut akan terjadi pada kurun waktu yang tidak terlalu lama. Bahkan jika Allah mengizinkan, satu dua tahun ke depan, akan terjadi beberapa peristiwa besar di negeri ini yang dipandu secara langsung oleh Allah sebagai rahmat bagi Bangsa Indonesia. Itu dalam rangka menjawab cita-cita orang-orang Maiyah tentang Indonesia (*)
Ditulis oleh : Em. Syuhada'
Jamaah Padhang Mbulan Lamongan - Mojokerto
“Lha lak ngelu. Indonesia sing jembret koyok ngene. Imame gak mek ngentut, tapi keceret neletek-neletek sampek nang sikile, kok kate ditiru karo wong timur-tengah, “ sergah Cak Nun dengan dialek jawanya yang khas, ”Ini resmi, Anda tak mungkin akan mendapatkan informasi ini dari media massa apapun. Hanya di Padhang Mbulan Anda mendengar seperti ini. Wis Gak mungkin nek Jawa Pos eroh ngene iki.” lanjutnya menegaskan.
Cak Nun kemudian mengajak jamaah untuk melakukan analisis terhadap keadaan itu. Ia kemudian menuturkan, kalau yang ingin ditiru oleh Mesir atas Indonesia adalah reformasi 1998 atau model kepemimpinan Indonesia pasca reformasi sampai sekarang, sudah pasti Mesir salah besar. Sebab, reformasi yang terjadi di Indonesia bukanlah sebuah upaya menciptakan sistem kenegaraan yang baik demi kemaslahatan bersama. Yang terjadi adalah menjatuhkan maling untuk menjadi maling. Reformasi adalah ketidakrelaan satu sama lain sehingga masalah demi masalah kian beranak pinak dan tak kunjung bisa diselesaikan.
Seperti kebiasaan sebelumnya, setiap kali membicarakan satu hal, Cak Nun tidak hanya memandangnya secara parsial. Itu pula yang dilakukan ketika menuturkan Mesir, “Saya kira, dalam meniru itu ada unsur intelektual analitis, maupun emosional, dan estetik. Intelektual analistisnya adalah Mesir menganggap Indonesia merupakan negara dengan penduduk mayoritas muslim yang moderat, toleran, paling gampang kompromi, dan beragam kelebihan lainnya.”
Sejumlah fakta dan cerita tentang masyarakat Indonesia yang unik pun diungkap secara bernas. Apalagi Cak Nun membumbuinya dengan joke-joke segar membuat jama’ah larut dalam cerita. Misalnya saja, bagaimana orang-orang non islam yang memiliki tetangga muslim ternyata ikut puasa dan hari raya, sibuk mempersiapkan takjil bersama ketika puasa berlangsung, dan sebagainya. Apalagi ketika Cak Nun bercerita pernah diundang ke Jayapura untuk sebuah acara. Ketua Panitia pengundang adalah seorang tokoh katolik yang berucap assalamualaikum dalam sambutannya. Tak pelak, jamaah pun tergelak dan tertawa-tawa.
“Kalau hanya Eropa, Amerika Latin, atau negara-negara lainnya itu berada dalam buku lauhil mahfudz biasa. Sedangkan Indonesia tak cukup. Indonesia adalah sebuah negara yang merupakan suplemen di tengah-tengah lauhil mahfud yang tentu saja memiliki rumus berbeda dari lainnya jika melihat ragam dan unik manusianya.” kelakar Cak Nun terkait hal diatas.
Begitulah, apa yang diungkapkan Cak Nun malam itu tak hanya memberikan informasi yang bermakna, namun membuka kran berpikir bagi para jamaah dalam merespon hal-hal disekitarnya. Pada saat yang sama, Cak Nun juga meminta agar pengajian malam hari itu dipergunakan untuk memperbincangi secara serius, bahwa segala hal yang terjadi dalam negara, agama, politik, kebudayaan, pendidikan, dan sebagainya, sebetulnya salah langkah dalam memilih tiga hal, apakah berdasarkan adopsi (taqlid), adaptasi (ittiba’), ataukah kreatifitas (ijtihad).
Sedikit menyinggung tiga hal tersebut, Cak Nun melakukan kilas balik dengan mengkritisi proses berdirinya Negara Indonesia. Menurutnya, berdirinya NKRI sesungguhnya tidak berasal dari proses kreatifitas para pendirinya disesuaikan dengan kondisi atau kultur masyarakat, tapi hanya berdasarkan adopsi atau copy paste. Contoh yang paling remeh dan sederhana adalah Lagu Kebangsaan Indonesia Raya.
“Aku wingi mari ngomong suwe karo Yon Koeswoyo (Koes Plus). Ternyata, ia juga menggelisahkan hal yang sama seperti yang kita gelisahkan selama ini tentang Indonesia Raya. Tapi kesimpulane Yon apik, WR. Soepratman nggawe lagu iku pas umroh. Makanya, ada lirik “Disanalah, aku berdiri....” Seolah-olah Indonesia itu sebuah tempat yang sangat jauh, maka kata yang dipilih adalah disanalah....” guyon Cak Nun disambut tawa jama’ah.
Meski remeh, lirik lagu yang sudah disahkan oleh konstitusi itu sebetulnya memuat kesalahan. Kesalahan yang sama juga terjadi pada seluruh hal yang lain, menyangkut proses kehidupan berbangsa dan bernegara. Bagaimana demokrasi yang dijalankan dengan seluruh anasirnya sesungguhnya memiliki motivasi dan mental budaya yang diketahui sebagai kesalahan tapi tetap dilakukan juga. Itulah yang oleh Kenduri Cinta diistilahkan sebagai Bangsa Penunggu Maghrib.
Walhasil, Cak Nun mengakhiri ulasannya itu dengan melakukan hipotesa tentang Mesir sebagaimana dituturkan diawal. Ketika Indonesia digadang-gadang oleh negara-negara di timur tengah, Mesir sesungguhnya memiliki naluri yang baik. Artinya, bahwa yang ingin ditiru oleh Mesir dan negara-negara Timur tengah lainnya bukanlah negara dan pemerintah Indonesia. Yang ingin ditiru adalah umat islam maupun rakyat Indonesia yang dikenal memiliki ketahanan mental yang tak bisa diremehkan begitu saja.
Sebelum mengakhiri pengantarnya, masih ada beberapa hal yang disampaikan oleh Cak Nun. Salah satunya masalah internal jama’ah dikaitkan dengan cita-cita mengenai Indonesia untuk kurun waktu ke depan. Menurutnya, kehadiran jamaah di Padhang Mbulan, jika diumpamakan sebagai jejaka yang ndepe-ndepe di hadapan Tuhan memohon jodoh, maka jodoh orang Padhang Mbulan adalah orang lebih luas dari orang Maiyah, yang akan melaksanakan cita-cita untuk Indonesia, umat islam, dan seluruh manusia di seluruh dunia. Dan Tuhan akan menghadirkan jodoh itu.
“Jangan dipikir, Indonesia iku mek koen tok sing mikir. Akeh sing mikir Indonesia, bahkan gak mek menungso tok, gak mek wong indonesia tok, kabeh melok mikir Indonesia,” kata Cak Nun menuturkan, ”Percayalah, Indonesia akan mengalami perjodohan bawah dan atas. Pademine mesjid, sampek tembok-temboke, sampek blandare, nganti kubahe.....” imbuh Cak Nun.
Lebih lanjut Cak Nun menuturkan, Bangsa Indonesia ke depan akan melewati masa-masa setelah Maghrib. Dan hari ini adalah wingit-wingitnya surup. Nanti akan ada revolusi yang cukup besar meski tidak gegap-gempita dan berdarah-darah. Cak Nun menyebutnya sebagai Revolusi yang Evolusioner, yakni sebuah revolusi dengan sebuah perhitungan yang matang dan tidak gegabah.
Bahkan untuk keperluan tersebut, secara terang-benderang Cak Nun membeberkan telah memiliki strategi untuk mendapatkan sejumlah dana dalam skala besar untuk satu hingga tiga tahun ke depan. Cak Nun juga menyatakan telah memiliki cara untuk mengatasi permasalahan-permasalan krusial di negara ini. Tentang koruptor yang menghabiskan uang negara dalam jumlah yang sangat besar, kasus-kasus yang dianggap konstitusional tapi sesungguhnya perampokan besar-besaran atas aset-aset Indonesia seperti freeport, dan lain-lain.
Hal tersebut akan terjadi pada kurun waktu yang tidak terlalu lama. Bahkan jika Allah mengizinkan, satu dua tahun ke depan, akan terjadi beberapa peristiwa besar di negeri ini yang dipandu secara langsung oleh Allah sebagai rahmat bagi Bangsa Indonesia. Itu dalam rangka menjawab cita-cita orang-orang Maiyah tentang Indonesia (*)
Ditulis oleh : Em. Syuhada'
Jamaah Padhang Mbulan Lamongan - Mojokerto
DARI SUMUR PADHANG MBULAN 15/8/2011 (II)
4/
5
Oleh
Admin
Untuk menyisipkan kode pendek, gunakan <i rel="code"> ... KODE ... </i>
Untuk menyisipkan kode panjang, gunakan <i rel="pre"> ... KODE ... </i>
Untuk menyisipkan gambar, gunakan <i rel="image"> ... URL GAMBAR ... </i>