PENGAJIAN malam itu agak lain dari biasanya. Disamping
bertepatan dengan bulan puasa 1432 H, dari tempat parkir sepeda ketika
baru saja tiba di Menturo, saya mendengar lamat-lamat ada suara Terbang
al-Banjari mengiringi shalawat yang dilantunkan. Ketika sampai di
lokasi, seperangkat alat musik dan gamelan telah tertata di teras. Ya,
malam itu memang bukan hanya Cak Nun yang hadir, tapi sekaligus lengkap
dengan kelompok musik Kiai Kanjeng dari kota Yogjakarta.
Seperti kebiasaan saya sebelumnya, saya tidak langsung menuju lokasi pengajian bergabung dengan dulur-dulur lainnya. Setelah menempuh perjalanan kurang lebih dua jam dari Tlatah Ngimbang Lamongan, setidaknya saya ingin mengendorkan urat syaraf dengan secangkir kopi dan satu atau dua batang kretek. Bersama dengan seorang teman dari Mojokerto, saya lantas menuju warung si Mak sebelah selatan gedung sekolahan untuk melakukan ritual rutin bulanan menikmati lodeh dan melakukan pekerjaan ahli hisab.
“Bengi iki tak anggep kemah, rek. Ayo seneng-seneng. Biar ada pemandangan yang berbeda - terutama sing durung-durung rabi -, sambil antar jamaah uruk-urukan terbangan,” tutur Cak Nun mengawali pengajian malam itu dengan gaya bicaranya yang khas , ”Ini dalam rangka membuktikan, bahwa mek ngeneki tok, mek teko tok, Anda hanya datang ke tempat ini dengan niat bukan hanya untuk Anda sendiri, melainkan juga sebuah cita-cita untuk Indonesia, insya allah telah dicatat dan akan dijawab oleh Allah SWT.” ujarnya melanjutkan. Sebelumnya, Kang Zainul Arifin bersama Kiai Kanjeng memulai acara malam hari itu dengan melantunkan tiga buah nomer lagu: Wirid Padhang Mbulan yang dibawakan dengan khusyu’ bersama jamaah, Hasbunallah yang membuat susana malam hari itu terasa kian sakral, dan Qad Kafani dengan vocalis Mas Doni yang melengking.
Apa yang disampaikan Cak Nun diatas merupakan reaksi melihat kondisi jamaah Padhang Mbulan yang mengalami dinamika dari tahun ke tahun. Seperti diketahui, pada masa-masa setelah reformasi dulu (atau lebih tepatnya ketika Gus Dur akan dilengserkan oleh Amin Raies), Padhang mBulan pernah diliburkan selama tiga bulan untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan. Setelah kejadian itu, terjadi filter atau penyaringan jamaah secara alamiah hingga saat ini. Maka menurut Cak Nun, jamaah yang teruji sehingga mampu hadir istiqamah selama-lama bertahun-tahun di Padhang Mbulan, itu sudah lebih dari cukup. Dan Allah pasti memiliki cara tersendiri memerlakukan kehidupan mereka. Lebih-lebih, jika memiliki cita-cita berkaitan dengan sebuah negeri yang bernama Indonesia.
Padhang Mbulan malam itu tak hanya dihadiri Kiai Kanjeng, tapi juga oleh dua grup shalawat dari generasi dan genre yang berbeda. Pertama dari generasi mutakhir, yaitu Grup al-Banjari dari Sidoarjo, dan Kelompok kedua berasal dari generasi yang lebih tua, yaitu kelompok Hadrah dari Desa Menturo. Sebagaimana diungkapkan Cak Nun di awal, uruk-urukan terbangan yang akan dilaksanakan adalah ingin memberikan pembelajaran secara langsung kepada jamaah. Bahwa, terbangan bukan hanya sebuah peristiwa kesenian belaka. Namun dari terbangan, bisa ditarik garis lurus pada masalah-masalah sosial, budaya, agama, dan lain-lain menuju kehidupan yang lebih luas, bahkan terhadap sistem dan perilaku politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Namun sebelum hal itu dilakukan, Cak Nun mendasarinya dengan menuturkan sejumlah fakta, bahwa pasca reformasi sesudah terjadi pergolakan negara-negara islam di timur-tengah (terutama mesir), ditengah karut-marut dan amburadulnya sistem politik Indonesia, Indonesia sesungguhnya sedang digadang-gadang untuk menjadi kiblat atau uswatun khasanah dalam sistem konstitusi kenegaraan mereka.
“Mesir sekarang sedang bingung. Setelah diprovokasi oleh Amerika, sebagaimana terjadi pada Indonesia tahun 1998, Mesir tidak mau jika harus menerima demokrasi seperti yang ditawarkan Amerika. Untuk menjadi negara demokrasi, mereka harus menghilangkan asas islam dari negara mereka. Itu yang membuat mereka tidak bersedia. Itulah sebabnya, reformasi di Mesir mengalami jalan di tempat hingga saat ini,” tutur Cak Nun menjelaskan, ”Pada saat yang sama, Amerika justru bekerja-sama dengan para ekstrimis atau fundamentalis, seperti Ikhwanul Muslimun atau Taliban. Saya baru saja ketemu Taliban kemarin di Jakarta, mereka bilang sedang diajak bekerja sama oleh Amerika. Dadi awakmu ngerti dewe yo’ opo sakjane Amerika iku.”
Kemungkinan kedua (yang juga tak diterima oleh Mesir), masih menurut Cak Nun, jika mereka tidak bersedia menerima demokrasi seperti yang ditawarkan, Mesir harus mengubah aliran keberagamaannya menjadi Wahabi, yakni aliran islam garis keras yang memiliki pandangan frontal dalam memahami paham keagamaan. Kebingungan-kebingunan yang dialami oleh Mesir itu pada akhirnya dialami juga oleh negara-negara Timur Tengah yang lain seperti Yaman, Syiria, dan negara-negara yang diincar sebagai puncak penaklukan barat terhadap dunia islam.
“Jika Amerika dan sekutu-sekutunya para Abu Jahal bersatu, kudune Qadafi wis ketangkep ket wingi-wingi. Tetapi kenapa tidak tertangkap sampai hari in?” Pertanyaan Cak Nun memancing,”Kemungkinannya cuman dua, kalau tidak terjadi nyang-nyangan atau negosiasi terus-menerus, sebagaimana terjadi pada Nazaruddin (Cak Nun membelokkan pada kasus Nazaruddin, bahwa jangan terlalu percaya dengan proses hukum di Indonesia. Kalau Nazaruddin tertangkap, sudah pasti terjadi nyang-nyangan tentang apa saja yang dibuka ke publik, siapa saja yang diselamatkan, pihak mana yang harus celaka, dan sebagainya), kemungkinan kedua adalah bahwa pihak NATO tak lagi memiliki spirit yang sama, seperti ketika mereka membantu Amerika menghancurkan Irak.”
“Hal itu disebabkan karena Obama yang berbeda dengan Presiden Bush,” terang Cak Nun kemudian,” Jika Bush sudah jelas-jelas rai gedek, saduk rono-saduk rene. Sementara Obama wis kadung priyayi. Mau berlaku seperti bush tidak enak, tidak menjalankan politik luar negeri Amerika Serikat juga tidak sanggup. Itulah sebabnya, doakan saja Obama dengan Obama atina fiddunya hasanah, wafil akhirati hasanah waqina adzabannar,” kelakar Cak Nun lebih lanjut.
Pada saat yang sama, telah terjadi pembalikan luar biasa di dunia barat. Jika sebelumnya, dunia barat gencar mempropagandakan Islam sebagai sarang teroris yang tidak hanya berhasil, bahkan orang islam sendiri percaya dengan stigma yang mereka dengung-dengungkan, saat ini di eropa muncul ekstrimis-ekstrimis lokal dan regional, ataupun teroris yang justru berasal dari golongan-golongan yang selama ini dikenal anti islam. Keadaan itulah yang menurut Cak Nun akan menjadi penyebab terjadinya pergeseran stigma.......
Ditulis : Em. Syuhada'
Jamaah Padhang mBulan Lamongan - Mojokerto
Seperti kebiasaan saya sebelumnya, saya tidak langsung menuju lokasi pengajian bergabung dengan dulur-dulur lainnya. Setelah menempuh perjalanan kurang lebih dua jam dari Tlatah Ngimbang Lamongan, setidaknya saya ingin mengendorkan urat syaraf dengan secangkir kopi dan satu atau dua batang kretek. Bersama dengan seorang teman dari Mojokerto, saya lantas menuju warung si Mak sebelah selatan gedung sekolahan untuk melakukan ritual rutin bulanan menikmati lodeh dan melakukan pekerjaan ahli hisab.
“Bengi iki tak anggep kemah, rek. Ayo seneng-seneng. Biar ada pemandangan yang berbeda - terutama sing durung-durung rabi -, sambil antar jamaah uruk-urukan terbangan,” tutur Cak Nun mengawali pengajian malam itu dengan gaya bicaranya yang khas , ”Ini dalam rangka membuktikan, bahwa mek ngeneki tok, mek teko tok, Anda hanya datang ke tempat ini dengan niat bukan hanya untuk Anda sendiri, melainkan juga sebuah cita-cita untuk Indonesia, insya allah telah dicatat dan akan dijawab oleh Allah SWT.” ujarnya melanjutkan. Sebelumnya, Kang Zainul Arifin bersama Kiai Kanjeng memulai acara malam hari itu dengan melantunkan tiga buah nomer lagu: Wirid Padhang Mbulan yang dibawakan dengan khusyu’ bersama jamaah, Hasbunallah yang membuat susana malam hari itu terasa kian sakral, dan Qad Kafani dengan vocalis Mas Doni yang melengking.
Apa yang disampaikan Cak Nun diatas merupakan reaksi melihat kondisi jamaah Padhang Mbulan yang mengalami dinamika dari tahun ke tahun. Seperti diketahui, pada masa-masa setelah reformasi dulu (atau lebih tepatnya ketika Gus Dur akan dilengserkan oleh Amin Raies), Padhang mBulan pernah diliburkan selama tiga bulan untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan. Setelah kejadian itu, terjadi filter atau penyaringan jamaah secara alamiah hingga saat ini. Maka menurut Cak Nun, jamaah yang teruji sehingga mampu hadir istiqamah selama-lama bertahun-tahun di Padhang Mbulan, itu sudah lebih dari cukup. Dan Allah pasti memiliki cara tersendiri memerlakukan kehidupan mereka. Lebih-lebih, jika memiliki cita-cita berkaitan dengan sebuah negeri yang bernama Indonesia.
Padhang Mbulan malam itu tak hanya dihadiri Kiai Kanjeng, tapi juga oleh dua grup shalawat dari generasi dan genre yang berbeda. Pertama dari generasi mutakhir, yaitu Grup al-Banjari dari Sidoarjo, dan Kelompok kedua berasal dari generasi yang lebih tua, yaitu kelompok Hadrah dari Desa Menturo. Sebagaimana diungkapkan Cak Nun di awal, uruk-urukan terbangan yang akan dilaksanakan adalah ingin memberikan pembelajaran secara langsung kepada jamaah. Bahwa, terbangan bukan hanya sebuah peristiwa kesenian belaka. Namun dari terbangan, bisa ditarik garis lurus pada masalah-masalah sosial, budaya, agama, dan lain-lain menuju kehidupan yang lebih luas, bahkan terhadap sistem dan perilaku politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Namun sebelum hal itu dilakukan, Cak Nun mendasarinya dengan menuturkan sejumlah fakta, bahwa pasca reformasi sesudah terjadi pergolakan negara-negara islam di timur-tengah (terutama mesir), ditengah karut-marut dan amburadulnya sistem politik Indonesia, Indonesia sesungguhnya sedang digadang-gadang untuk menjadi kiblat atau uswatun khasanah dalam sistem konstitusi kenegaraan mereka.
“Mesir sekarang sedang bingung. Setelah diprovokasi oleh Amerika, sebagaimana terjadi pada Indonesia tahun 1998, Mesir tidak mau jika harus menerima demokrasi seperti yang ditawarkan Amerika. Untuk menjadi negara demokrasi, mereka harus menghilangkan asas islam dari negara mereka. Itu yang membuat mereka tidak bersedia. Itulah sebabnya, reformasi di Mesir mengalami jalan di tempat hingga saat ini,” tutur Cak Nun menjelaskan, ”Pada saat yang sama, Amerika justru bekerja-sama dengan para ekstrimis atau fundamentalis, seperti Ikhwanul Muslimun atau Taliban. Saya baru saja ketemu Taliban kemarin di Jakarta, mereka bilang sedang diajak bekerja sama oleh Amerika. Dadi awakmu ngerti dewe yo’ opo sakjane Amerika iku.”
Kemungkinan kedua (yang juga tak diterima oleh Mesir), masih menurut Cak Nun, jika mereka tidak bersedia menerima demokrasi seperti yang ditawarkan, Mesir harus mengubah aliran keberagamaannya menjadi Wahabi, yakni aliran islam garis keras yang memiliki pandangan frontal dalam memahami paham keagamaan. Kebingungan-kebingunan yang dialami oleh Mesir itu pada akhirnya dialami juga oleh negara-negara Timur Tengah yang lain seperti Yaman, Syiria, dan negara-negara yang diincar sebagai puncak penaklukan barat terhadap dunia islam.
“Jika Amerika dan sekutu-sekutunya para Abu Jahal bersatu, kudune Qadafi wis ketangkep ket wingi-wingi. Tetapi kenapa tidak tertangkap sampai hari in?” Pertanyaan Cak Nun memancing,”Kemungkinannya cuman dua, kalau tidak terjadi nyang-nyangan atau negosiasi terus-menerus, sebagaimana terjadi pada Nazaruddin (Cak Nun membelokkan pada kasus Nazaruddin, bahwa jangan terlalu percaya dengan proses hukum di Indonesia. Kalau Nazaruddin tertangkap, sudah pasti terjadi nyang-nyangan tentang apa saja yang dibuka ke publik, siapa saja yang diselamatkan, pihak mana yang harus celaka, dan sebagainya), kemungkinan kedua adalah bahwa pihak NATO tak lagi memiliki spirit yang sama, seperti ketika mereka membantu Amerika menghancurkan Irak.”
“Hal itu disebabkan karena Obama yang berbeda dengan Presiden Bush,” terang Cak Nun kemudian,” Jika Bush sudah jelas-jelas rai gedek, saduk rono-saduk rene. Sementara Obama wis kadung priyayi. Mau berlaku seperti bush tidak enak, tidak menjalankan politik luar negeri Amerika Serikat juga tidak sanggup. Itulah sebabnya, doakan saja Obama dengan Obama atina fiddunya hasanah, wafil akhirati hasanah waqina adzabannar,” kelakar Cak Nun lebih lanjut.
Pada saat yang sama, telah terjadi pembalikan luar biasa di dunia barat. Jika sebelumnya, dunia barat gencar mempropagandakan Islam sebagai sarang teroris yang tidak hanya berhasil, bahkan orang islam sendiri percaya dengan stigma yang mereka dengung-dengungkan, saat ini di eropa muncul ekstrimis-ekstrimis lokal dan regional, ataupun teroris yang justru berasal dari golongan-golongan yang selama ini dikenal anti islam. Keadaan itulah yang menurut Cak Nun akan menjadi penyebab terjadinya pergeseran stigma.......
Ditulis : Em. Syuhada'
Jamaah Padhang mBulan Lamongan - Mojokerto
Pengajian Padhang Mbulan 15/08/2011 (1)
4/
5
Oleh
Admin
Untuk menyisipkan kode pendek, gunakan <i rel="code"> ... KODE ... </i>
Untuk menyisipkan kode panjang, gunakan <i rel="pre"> ... KODE ... </i>
Untuk menyisipkan gambar, gunakan <i rel="image"> ... URL GAMBAR ... </i>