MALAM ini, 27 Desember 2012, boleh jadi merupakan
Padangbulan yang terakhir. Juga Bangbang Wetan, Mocopat Syafaat, Kenduri
Cinta, Gambang Syafaat serta berbagai lingkaran lainnya, boleh tiba di
hari penyelenggaraan terakhirnya. Tetapi Maiyah sudah terlanjur lahir,
mengalir, hidup dan memilih tempat di keabadian gelombang nilai Allah,
sehingga juga tidak terikat pada relativitas dan kesementaraan
Indonesia, serta tidak tergantung pada kehancuran Ummat Islam dan Bangsa
Indonesia.
Maiyah dengan seluruh kenyataan gelombangnya, dengan segenap butiran dan rangkaian ilmu dan pengetahuannya, dengan segala simbol dan imaginya, dengan perwajahan dan teknologi kesejarahannya, tidak pernah berakhir atau sirna dari kosmos jiwa para pelakunya. Dan mereka membawa Maiyah ke manapun pergi, di apapun kegiatannya, dalam kecil besar pekerjaannya, bahkan di hadapan tantangan dan ujian yang bagaimanapun – dengan menampakkan atau menyembunyikan wajah dan simbol Maiyah.
Maiyah bukan Islam yang menuntut ummat manusia untuk berproses menyatu dengan Maha Asal Usulnya. Maiyah hanya upaya mencerdasi kehidupan, mengarifi pengalaman, menjernihi kenyataan, menyetiai jalan dan mengakurasi tujuan – agar para pelakunya mengistiqamahi akad dan cintanya di jalan Allah yang dituntunkan oleh Rasulullah. Para pelaku Maiyah bersiteguh memelihara kesadaran tentang keniscayaan ada dan hadirnya Allah, Rasulullah dan Islam – di dalam diri mereka, di rumah mereka, di kantor kios warung pekerjaannya, di sawah, di gardu-gardu dan jalanan.
Maiyah bukan ajaran Agama, sebab ajaran Agama wajib berasal dari anugerah Allah, bukan karya manusia atau makhluk lainnya. Meskipun demikian, sebagaimana anjuran Allah, pelaku Maiyah bisa menyelami kedalaman ajaran, menelusuri keluasannya, serta mengeksplorasi substansinya, esensi dan nuansanya. Sebab ‘akad nikah’ antara Ajaran Allah dengan manusia berupa ijtihad, tafakkur, tadabbur dan taaddub di dalam kehidupannya.
Maiyah bukan madzhab dalam Islam, bukan suatu aliran atau golongan resmi yang mempertembokkan diri dengan aliran atau golongan lain di dalam masyarakat Muslimin. Aktivitas Maiyah menjaga diri agar tidak terpeleset menjadi padatan kelompok atau organisasi aliran. Apabila kehidupan Ummat Islam tidak bisa menghindarkan diri dari keniscayaan alamiah untuk terserak-serak menjadi golongan dan aliran, maka para pelaku Maiyah mempertahankan dirinya pada peran kwalitatif, peran substansial, peran essensial, peran ‘glepung’, ‘serbuk’ atau ‘pohon pionir’.
Maiyah berada pada setiap golongan, memperjuangkan kedekatan antar golongan, mengupayakan titik temu dan harmoni secara dinamis di antara aliran-aliran, bahkan bercita-cita merekatkan, mempersatukan, menyatukan, men-satu-kan kembali semua yang berserak-serak. Sebab para pelaku Maiyah menemukan prinsip bahwa ‘tauhid ilallah’, kemenyatuan atau kebersatuan atau kesatuan manusia dengan Allah dipersyarati oleh minimalnya keberserakan dan keterpecahan di antara manusia.
Maiyah 2013 dianjurkan untuk melakukan perjalanan ke dalam dan ke luar. Ke dalam diri masing-masing dan lingkaran-lingkaran komunitas Maiyah, bisa diniati untuk meneliti diri, meradikalisasi diri, memastikan dan merumuskan kemandiriannya : reidentifikasi, reposisi, reformulasi dan refungsionalisasi. Meneliti, mengeksplorasi dan mensimulasi berbagai kemungkinan terapan Maiyah di segala dimensi, sudut, sisi, strata dan segmen kegiatan.
Maiyah harus semakin menumbuhkan keberanian untuk mengandaikan bahwa curahan hidayah Allah selanjutnya langsung dianugerahkan ke individu-individu dan lingkaran-lingkaran. Hari demi hari akan tiba, waktu demi waktu akan lewat: yang sekarang ada kemudian menjadi tidak ada, yang biasanya menemani kita akan harus kita ikhlaskan tak lagi secara langsung bisa menemani kita. Maka para aktivis Maiyah hanya berhadapan dengan satu kemungkinan: ialah mendayagunakan kedaulatannya untuk “Mamayu Hayuning Maiyah”, kecuali yang kadar kemampuannya terbatas pada menyimpannya sebagai kenangan hidup masing2.
Maiyah 2013 membukakan jalan kepada para ‘Salik al-Maiyah’, Salikul Maiyah, untuk secara khusus menelusuri dan menyadari bahwa tantangan global yang kini sedang sangat dahsyat menenggelamkan bangsa Indonesia dan menghanyutkan Kaum Muslimin, sesungguhnya adalah gelombang perusakan Agama dan Manusia yang sudah dimulai sejak munculnya ke-Rasul-an Isa AS, yang memuncak pada penyaliban atas beliau, sehingga Allah menggantikannya dengan orang lain dan menaikkannya ke langit sampai nanti menjelang adegan akhir peradaban manusia dan jagat raya. 37 tahun sesudah Nabiyullah Isa AS diangkat ke langit, disain penguasaan dan penghancuran Manusia dan Agama itu dilembagakan. Kemudian di awal abad 17, gerakan itu diorganisir secara global.
Maiyah 2013 membukakan mata pandang agar kenyataan yang sudah berlangsung lebih 20 abad itu menjadi kesadaran hari ini: bahwa mayoritas penduduk Dunia, bahwa masyarakat global garda depan mainstream peradaban 20-21, sudah sejak 2-millenium yll menjadi korban hampir sempurna dari Gerakan itu. Mereka ‘berhasil’ ditenggelamkan secara internasional untuk mengagamakan yang bukan Agama, men-tuhan-kan yang bukan Tuhan, berpijak di atas bias pemahaman tentang Rasul, Nabi, Nubuat, Jemaat, serta segala hal yang kemudian Rasulullah Muhammad saw di-makhluk-biologis-kan untuk menata kembali kemelesetan teologis dan kekaburan Tauhid itu.
Maiyah 2013 menguakkan penglihatan bahwa masyarakat dunia sekarang ini adalah korban yang sempurna. Tiga Dekade terakhir ini Kaum Muslimin Dunia digiring menuju ‘kesempurnaan’ itu. Kemudian satu Dekade belakangan ini Ummat Islam Indonesia diguyur racun, epidemi kebodohan berpikir, kedangkalan mata pandang, kekerdilan mental, kesempitan jiwa, mata kuda materialism, yang secara keseluruhan melahirkan watak-watak primitivisme dan ketidak-beradaban. Sangat berat amanah Allah kepada para Salikul Maiyah: menyayangi bangsa yang semakin tidak beradab, menyelamatkan keadaan yang menurut ukuran kemampuan manusia tidak mungkin diselamatkan, serta memelihara sikap sabar namun waspada dan cerdas di tengah bangsa dan masyarakat derajat rendah yang mungkin bukan sekedar meniadakan Maiyah, namun juga memperhinakannya.
Maiyah 2013 menantang para Salikul Maiyah untuk mulai mencari, menggali, dan merumuskan pola-pola, strategi, wilayah dan bidang-bidang garapan Gerakan Penghancuran Manusia dan Agama itu di kurun Nabiyullah Isa AS, di zaman Rasulullah Muhammad saw, lantas pasca-Muhammad, dan kemudian update paling mutakhir yang kini sedang kita alami bersama. Para Salikul Maiyah sanggup menggunakan Maiyah sebagai anti-toxin sehingga selalu memastikan bahwa para Salikul Maiyah tidak termasuk korban sebagaimana mainstream Dunia, termasuk bangsa Indonesia. Allah yang menentukan seberapa luas dan jauh Maiyah diamanati untuk melakukan pengobatan peradaban.
Oleh: Muhammad Ainun Nadjib
Yogya 27 Desember 2012.
MAIYAH 2013: "MAMAYU HAYUNING MAIYAH"
4/
5
Oleh
Admin
Untuk menyisipkan kode pendek, gunakan <i rel="code"> ... KODE ... </i>
Untuk menyisipkan kode panjang, gunakan <i rel="pre"> ... KODE ... </i>
Untuk menyisipkan gambar, gunakan <i rel="image"> ... URL GAMBAR ... </i>