ADA yang berbeda dalam tata panggung Kenduri Cinta edisi April 2013 yang jatuh pada tanggal 12. Bonang, saron, rebana, kendhang, berjajar rapi di atas panggung – yang ukurannya lebih luas daripada biasanya – bersama dengan biola, keyboard, saxophone, drum. Belum saja pukul setengah delapan malam, jamaah sudah ramai berdatangan, mengisi baris-baris gelaran di depan panggung, turut menikmati gladi resik kelompok Kiai Kanjeng yang berkolaborasi dengan Beben Jazz and Friends.
Tepat pukul delapan, acara dibuka dengan tadarus Surah Al-Fath, lalu diprologi oleh Mas Baim, Mas Adi, Mas Anjar, Mas Boim, dan Mas Rusdi. Sebagaimana mukadimah yang ditulis sendiri oleh Cak Nun untuk tema kali ini, jazz itu ‘mengalir’, bukan ‘aliran’. Dan dia tidak terbatas hanya dalam dunia musik, tetapi juga dalam bentuk-bentuk proses kehidupan yang kita jalani.
Lalu tujuh. Orang Jawa punya beberapa kata baik yang mengandung unsur tujuh (atau pitu dalam Bahasa Jawa) : pitulungan, pituduh. Lalu kita menyebut wujud kesepakatan kita dengan kata ‘setuju’, bukan sepuluh atau yang lain. Juga orang Betawi punya tokoh pahlawan yang namanya Si Pitung.
Tak hanya di Indonesia. Kita mengenal ada seven wonders, seven habits. Lalu sekarang juga marak kebiasaan nongkrong anak-anak muda di Seven Eleven. Maka pasti tujuh ini bukan hanya urusan orang Jawa. Ini rahasia Tuhan.
Al-Fatihah terdiri dari tujuh butir ayat. Sebelum sampai pada tujuh, kita harus terlebih dulu mengenal enam. Enam itu masa. Enam itu akhir. Kalau misalnya rumah kita bernomor 6, kemungkinan kita akan lama tinggal di rumah itu, atau bahkan mungkin akan seterusnya di situ. Allah sendiri menceriterakan penciptaan langit dalam enam masa. Al-Quran berakhir pada surah ke-114 (1+1+4=6).
Nama-nama Nabi yang diperkenalkan kepada kita ada 25; 2+5=7. Tujuh ini angkanya Nabi Muhammad. Thoriqoh Syadziliyah mengatakan bahwa Nabi Muhammad itu pembuka dari yang tertutup dan penutup dari yang masa lalu. Nabi Muhammad berkedudukan sebagai penutup sekaligus pembuka.
Kembali ke langit. Di dalam Al-Quran langit disebut berpasangan dengan bumi, sammawati wal ardl. Bumi disebut dalam bentuk kata tunggal, sementara langit disebut dalam kata jamak; menujukkan bahwa dia berlapis-lapis.
Dalam kesempatan ini juga diperkenalkan Ketua KC yang baru, Bang Boim (Muhammad Ridwan) – yang sebelumnya pada 2006-2007 juga pernah mengetuai KC. Pada edisi KC kali ini, beberapa teman dari lingkar Maiyah di kota lain turut datang. Mas Adhon dari Bangbang Wetan Surabaya diminta naik ke atas panggung.
“Di BBW itu ya mungkin hampir sama dengan forum KC ini, tapi saya belum bisa mengkomparasikan juga karena baru kali ini saya bisa datang ke KC. Tapi sekilas saya lihat muatan ilmu di sini lebih berbobot. Kalau durasinya ya hampir sama, sampai menjelang Shubuh. Saya sendiri di BBW sejak pertama kali forum itu diadakan, tapi nggak rutin datangnya. Yang saya rasakan di setiap forum adalah rasa nyaman. Meskipun dari banyak yang disampaikan ada yang saya nggak ngerti, tapi ada keasyikan yang saya rasakan dalam kebersamaan di Maiyah ini. Saya merasa sangat mudah menjalin persahabatan melalui forum-forum Maiyah.”
Feel The Jazz
“Nggak terasa sudah satu tahun saya di KC,” ujar Mas Beben mengawali sesi pertama, “Dengan apresiasi yang luar biasa dari KC, setahun sangat tidak terasa. Main di mana-mana, Beben Jazz itu cirinya dua : topi dan kacamata. Karena kadang ketika main di festival jazz saya merasa sepi dalam keramaian, maka saya bersembunyi di belakang kacamata saya. Dan itu saya selalu merem. Tapi hari ini di KC, saya mau buka kacamata saya untuk Anda semua.”
“Saya tidak berusaha untuk menunjukkan apa-apa, tidak ingin menunjukkan main gitar yang mlintir, yang akrobatik. Saya hanya ingin berusaha main jazz dengan khusyuk, karena dari kekhusyukan ini lahir keindahan. Di sini saya ingin berbagi kebahagiaan dengan kalian semua.”
Mas Beben dan kawan-kawan – ada Nick di saxophone, Ivan di keyboard, Ricky di bass, dan Nair di drum – membawakan lima lagu. Lagu pertama berasal dari era ’80-an, Just The Two of Us dari Grover Washington. Dilanjut dengan lagu pop Prancis yang di-Inggris-kan yang kemudian menjadi lagu kedua terpopuler abad XX setelah Yesterday-nya The Beatles, Autumn Leaves dibawakan dalam blues. Lagu ketiga Fly Me to The Moon dalam funk, lalu What A Wonderdul World dalam swing dan bossas, dipungkasi dengan So Danco Samba-nya Antonio Carlos Jobim.
“Luar biasa apresiasi yang kami dapatkan di sini. Serunya, penonton sudah sangat mengerti kapan harus tepuk tangan di jazz. Setiap aliran musik punya cara tepuk tangan tersendiri. Kalau di rock Anda bisa tepuk tangan di sepanjang lagu. Kalau musik klasik, belum boleh tepuk tangan kalau belum selesai. Di jazz, seperti yang Anda lakukan tadi, tepuk tangan tiap ada improvisasi.”
“Jazz itu musik yang memerdekakan. Lalu kenapa mesti belajar? Supaya kita makin tahu apa yang kita mau. Ada orang yang inginnya musik seperti ini, tapi tidak bisa mewujudkannya karena kurang secara keilmuan. Di situlah pentingnya belajar; supaya apa yang dia inginkan sesuai dengan refleksikan.”
“Orang yang makin bisa hidup menjadi diri sendiri, hidup sesuai yang dia pilih. Bukan hidup yang memilih dia. Kalau kita punya kesempatan seperti itu, berbahagialah. Kita di dalam komunitas jazz Kenduri Cinta ini diajak nge-jazz secara nggak langsung. Tanpa sadar kita makin punya kemerdekaan itu.”
Mas Beben mengundang siapapun yang berkeinginan belajar musik secara teknis untuk datang bergabung ke Komunitas Jazz Kemayoran atau ke Kandank Jurank Doank.
“Salah satu filosofi jazz adalah bermain sambil mendengar. Bukannya tidak mau latihan, tapi kita selalu ingin ada misteri dalam permainan. Ada spontanitas. Bermain sambil mendengar, akhirnya dengan pertalian batin kita, kita bisa bermain kompak.”
“Luar biasa prolog yang dibuat oleh Cak Nun. Waktu terima e-mail-nya, saya sangat terharu sampai menangis beberapa kali di depan istri saya. Saya terharu karena Cak Nun sangat nge-jazz – bukan hanya sebagai aliran musik, tapi sebagai sikap hidup. miles Davis dan John Coltrane pun belum tentu bisa nulis se-jazzy Cak Nun. Dan senior-senior jazz saya belum ada yang bisa ngomong sedalam itu.”
“Dalam rangka Jazz Tujuh Langit, selama seminggu saya dan istri saya ke Jogja untuk rekreasi sambil jam session dengan Kiai Kanjeng. Banyak musisi di Indonesia yang lupa pada hakikat atau falsafah musik. Saya di Jogja menemukan bahwa masih banyak musisi-musisi sejati di Jogja. Saya belajar banyak di sana.”
Sebelum masuk ke sesi kedua, yaitu Kiai Kanjeng bersama Mbak Via, Mas Wahyu membacakan mukadimah yang ditulis Cak Nun, berjudul sama dengan judul acara malam ini.[1]
Sumber : Kenduricinta.Com
Tepat pukul delapan, acara dibuka dengan tadarus Surah Al-Fath, lalu diprologi oleh Mas Baim, Mas Adi, Mas Anjar, Mas Boim, dan Mas Rusdi. Sebagaimana mukadimah yang ditulis sendiri oleh Cak Nun untuk tema kali ini, jazz itu ‘mengalir’, bukan ‘aliran’. Dan dia tidak terbatas hanya dalam dunia musik, tetapi juga dalam bentuk-bentuk proses kehidupan yang kita jalani.
Lalu tujuh. Orang Jawa punya beberapa kata baik yang mengandung unsur tujuh (atau pitu dalam Bahasa Jawa) : pitulungan, pituduh. Lalu kita menyebut wujud kesepakatan kita dengan kata ‘setuju’, bukan sepuluh atau yang lain. Juga orang Betawi punya tokoh pahlawan yang namanya Si Pitung.
Tak hanya di Indonesia. Kita mengenal ada seven wonders, seven habits. Lalu sekarang juga marak kebiasaan nongkrong anak-anak muda di Seven Eleven. Maka pasti tujuh ini bukan hanya urusan orang Jawa. Ini rahasia Tuhan.
Al-Fatihah terdiri dari tujuh butir ayat. Sebelum sampai pada tujuh, kita harus terlebih dulu mengenal enam. Enam itu masa. Enam itu akhir. Kalau misalnya rumah kita bernomor 6, kemungkinan kita akan lama tinggal di rumah itu, atau bahkan mungkin akan seterusnya di situ. Allah sendiri menceriterakan penciptaan langit dalam enam masa. Al-Quran berakhir pada surah ke-114 (1+1+4=6).
Nama-nama Nabi yang diperkenalkan kepada kita ada 25; 2+5=7. Tujuh ini angkanya Nabi Muhammad. Thoriqoh Syadziliyah mengatakan bahwa Nabi Muhammad itu pembuka dari yang tertutup dan penutup dari yang masa lalu. Nabi Muhammad berkedudukan sebagai penutup sekaligus pembuka.
Kembali ke langit. Di dalam Al-Quran langit disebut berpasangan dengan bumi, sammawati wal ardl. Bumi disebut dalam bentuk kata tunggal, sementara langit disebut dalam kata jamak; menujukkan bahwa dia berlapis-lapis.
Dalam kesempatan ini juga diperkenalkan Ketua KC yang baru, Bang Boim (Muhammad Ridwan) – yang sebelumnya pada 2006-2007 juga pernah mengetuai KC. Pada edisi KC kali ini, beberapa teman dari lingkar Maiyah di kota lain turut datang. Mas Adhon dari Bangbang Wetan Surabaya diminta naik ke atas panggung.
“Di BBW itu ya mungkin hampir sama dengan forum KC ini, tapi saya belum bisa mengkomparasikan juga karena baru kali ini saya bisa datang ke KC. Tapi sekilas saya lihat muatan ilmu di sini lebih berbobot. Kalau durasinya ya hampir sama, sampai menjelang Shubuh. Saya sendiri di BBW sejak pertama kali forum itu diadakan, tapi nggak rutin datangnya. Yang saya rasakan di setiap forum adalah rasa nyaman. Meskipun dari banyak yang disampaikan ada yang saya nggak ngerti, tapi ada keasyikan yang saya rasakan dalam kebersamaan di Maiyah ini. Saya merasa sangat mudah menjalin persahabatan melalui forum-forum Maiyah.”
Feel The Jazz
“Nggak terasa sudah satu tahun saya di KC,” ujar Mas Beben mengawali sesi pertama, “Dengan apresiasi yang luar biasa dari KC, setahun sangat tidak terasa. Main di mana-mana, Beben Jazz itu cirinya dua : topi dan kacamata. Karena kadang ketika main di festival jazz saya merasa sepi dalam keramaian, maka saya bersembunyi di belakang kacamata saya. Dan itu saya selalu merem. Tapi hari ini di KC, saya mau buka kacamata saya untuk Anda semua.”
“Saya tidak berusaha untuk menunjukkan apa-apa, tidak ingin menunjukkan main gitar yang mlintir, yang akrobatik. Saya hanya ingin berusaha main jazz dengan khusyuk, karena dari kekhusyukan ini lahir keindahan. Di sini saya ingin berbagi kebahagiaan dengan kalian semua.”
Mas Beben dan kawan-kawan – ada Nick di saxophone, Ivan di keyboard, Ricky di bass, dan Nair di drum – membawakan lima lagu. Lagu pertama berasal dari era ’80-an, Just The Two of Us dari Grover Washington. Dilanjut dengan lagu pop Prancis yang di-Inggris-kan yang kemudian menjadi lagu kedua terpopuler abad XX setelah Yesterday-nya The Beatles, Autumn Leaves dibawakan dalam blues. Lagu ketiga Fly Me to The Moon dalam funk, lalu What A Wonderdul World dalam swing dan bossas, dipungkasi dengan So Danco Samba-nya Antonio Carlos Jobim.
“Luar biasa apresiasi yang kami dapatkan di sini. Serunya, penonton sudah sangat mengerti kapan harus tepuk tangan di jazz. Setiap aliran musik punya cara tepuk tangan tersendiri. Kalau di rock Anda bisa tepuk tangan di sepanjang lagu. Kalau musik klasik, belum boleh tepuk tangan kalau belum selesai. Di jazz, seperti yang Anda lakukan tadi, tepuk tangan tiap ada improvisasi.”
“Jazz itu musik yang memerdekakan. Lalu kenapa mesti belajar? Supaya kita makin tahu apa yang kita mau. Ada orang yang inginnya musik seperti ini, tapi tidak bisa mewujudkannya karena kurang secara keilmuan. Di situlah pentingnya belajar; supaya apa yang dia inginkan sesuai dengan refleksikan.”
“Orang yang makin bisa hidup menjadi diri sendiri, hidup sesuai yang dia pilih. Bukan hidup yang memilih dia. Kalau kita punya kesempatan seperti itu, berbahagialah. Kita di dalam komunitas jazz Kenduri Cinta ini diajak nge-jazz secara nggak langsung. Tanpa sadar kita makin punya kemerdekaan itu.”
Mas Beben mengundang siapapun yang berkeinginan belajar musik secara teknis untuk datang bergabung ke Komunitas Jazz Kemayoran atau ke Kandank Jurank Doank.
“Salah satu filosofi jazz adalah bermain sambil mendengar. Bukannya tidak mau latihan, tapi kita selalu ingin ada misteri dalam permainan. Ada spontanitas. Bermain sambil mendengar, akhirnya dengan pertalian batin kita, kita bisa bermain kompak.”
“Luar biasa prolog yang dibuat oleh Cak Nun. Waktu terima e-mail-nya, saya sangat terharu sampai menangis beberapa kali di depan istri saya. Saya terharu karena Cak Nun sangat nge-jazz – bukan hanya sebagai aliran musik, tapi sebagai sikap hidup. miles Davis dan John Coltrane pun belum tentu bisa nulis se-jazzy Cak Nun. Dan senior-senior jazz saya belum ada yang bisa ngomong sedalam itu.”
“Dalam rangka Jazz Tujuh Langit, selama seminggu saya dan istri saya ke Jogja untuk rekreasi sambil jam session dengan Kiai Kanjeng. Banyak musisi di Indonesia yang lupa pada hakikat atau falsafah musik. Saya di Jogja menemukan bahwa masih banyak musisi-musisi sejati di Jogja. Saya belajar banyak di sana.”
Sebelum masuk ke sesi kedua, yaitu Kiai Kanjeng bersama Mbak Via, Mas Wahyu membacakan mukadimah yang ditulis Cak Nun, berjudul sama dengan judul acara malam ini.[1]
Sumber : Kenduricinta.Com
KENDURI CINTA APRIL 2013: Jazz Tujuh Langit
4/
5
Oleh
Admin
Untuk menyisipkan kode pendek, gunakan <i rel="code"> ... KODE ... </i>
Untuk menyisipkan kode panjang, gunakan <i rel="pre"> ... KODE ... </i>
Untuk menyisipkan gambar, gunakan <i rel="image"> ... URL GAMBAR ... </i>